Mahasiswa Banten sesalkan insiden usai persidangan Atut
6 Mei 2014 18:00 WIB
Sidang Perdana Ratu Atut. Terdakwa kasus dugaan suap penanganan sengketa pilkada Kabupaten Lebak di Mahkamah Konstitusi, Ratu Atut Chosiyah (tengah) meninggalkan ruang sidang seusai mengikuti sidang perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Selasa (6/5). Ratu Atut terancam hukuman 15 tahun penjara karena diduga menyuap hakim dalam kasus tersebut. (ANTARA FOTO/Andika Wahyu) ()
Jakarta (ANTARA News) - Kalangan mahasiswa Banten menyesalkan insiden yang berlangsung seusai persidangan perdana Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah di luar Gedung Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Jakarta, Selasa.
Koordinator Presidium Aliansi Mahasiswa Banten se-Indonesia Usep Mudjani menceritakan bahwa kehadiran sejumlah mahasiswa yang menamakan diri Front Revolusioner Selamatkan Banten (Foros Banten) ke gedung pengadilan itu adalah untuk memastikan bahwa persidangan Atut steril dari para pendukung Atut.
Usep yang juga Ketua Umum Foros Banten menyebut para pendukung Atut itu sebagai jawara, ternyata ikut menyaksikan persidangan di dalam gedung sedangkan Foros Banten yang mengenakan kaus merah hanya berada di luar gedung.
Ia mengakui bahwa rekan-rekannya meneriaki Atut dan melempari mobil tahanan yang membawa Atut dengan botol plastik air mineral sehingga membuat pendukung Atut marah dan berusaha menyerang aksi mereka.
Insiden dapat diatasi oleh petugas kepolisian yang melerai kedua belah pihak.
"Foros Banten menyesalkan tindakan anarkis yang dilakukan oleh jawara-jawara Atut. Kami juga meminta keadilan atas nama rakyat yang telah banyak dikhianati oleh Atut, maka hukum berat Atut beserta kroni-kroninya," katanya.
Selain kasus korupsi pada Pilkada Kabupaten Lebak, katanya, harus dibongkar pula seluruh mafia Pilkada dan Pemilu Legislatif lalu di Banten yang melibatkan kroni-kroni Atut.
Dalam persidangan perdana yang mengagendakan pembacaan surat dakwaan itu, Atut didakwa memberikan uang Rp1 miliar kepada Akil Mochtar saat masih menjabat Ketua Mahkamah Konstitusi untuk mengurus sengketa Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Lebak.
"Terdakwa bersama-sama dengan Tubagus Chaeri Wardana Chasan alias Wawan memberi atau menjanjikan sesuatu yaitu uang sebesar Rp1 miliar kepada hakim yaitu M Akil Mochtar selaku hakim konstitusi untuk mempengaruhi putusan perkara," kata Jaksa Penuntut Imum KPK Edy Hartoyo di pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa.
Atut diketahui sejak Maret 2013 mendukung pasangan calon Bupati-Wakil Bupati Amir Hamzah-Kasmin, namun pasangan tersebut kalah dari pasangan Iti Oktavia Jayabaya dan Ade Sumardi berdasarkan perhitungan KPU 8 September 2013.
Gubernur Banten itu kemudian mengumpulkan Amir Hamzah, Kasmin dan Rudy Alfonso pada 9 September 2013 di Hotel Sultan untuk mengajukan permohonan perkara konstitusi ke MK atas pelaksanaan Pemilihan Umum Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Lebak 2013 yang dianggap ada kecurangan.
Akil kemudian menjadi ketua panel hakim konstitusi bersama dengan Maria Farida Indrati dan Anwar Usman untuk memutus sengketa tersebut.
Jaksa KPK mendakwa Atut berdasarkan pasal 6 ayat 1 huruf a subsider pasal 13 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pasal itu mengatur mengenai perbuatan memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili dengan ancaman penjara maksimal 15 tahun penjara dan denda Rp750 juta.
Atut tidak mengajukan keberatan atas dakwaan tersebut. Sidang dilanjutkan pada 13 Mei dengan agenda mendengarkan saksi. (B009/R010)
Koordinator Presidium Aliansi Mahasiswa Banten se-Indonesia Usep Mudjani menceritakan bahwa kehadiran sejumlah mahasiswa yang menamakan diri Front Revolusioner Selamatkan Banten (Foros Banten) ke gedung pengadilan itu adalah untuk memastikan bahwa persidangan Atut steril dari para pendukung Atut.
Usep yang juga Ketua Umum Foros Banten menyebut para pendukung Atut itu sebagai jawara, ternyata ikut menyaksikan persidangan di dalam gedung sedangkan Foros Banten yang mengenakan kaus merah hanya berada di luar gedung.
Ia mengakui bahwa rekan-rekannya meneriaki Atut dan melempari mobil tahanan yang membawa Atut dengan botol plastik air mineral sehingga membuat pendukung Atut marah dan berusaha menyerang aksi mereka.
Insiden dapat diatasi oleh petugas kepolisian yang melerai kedua belah pihak.
"Foros Banten menyesalkan tindakan anarkis yang dilakukan oleh jawara-jawara Atut. Kami juga meminta keadilan atas nama rakyat yang telah banyak dikhianati oleh Atut, maka hukum berat Atut beserta kroni-kroninya," katanya.
Selain kasus korupsi pada Pilkada Kabupaten Lebak, katanya, harus dibongkar pula seluruh mafia Pilkada dan Pemilu Legislatif lalu di Banten yang melibatkan kroni-kroni Atut.
Dalam persidangan perdana yang mengagendakan pembacaan surat dakwaan itu, Atut didakwa memberikan uang Rp1 miliar kepada Akil Mochtar saat masih menjabat Ketua Mahkamah Konstitusi untuk mengurus sengketa Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Lebak.
"Terdakwa bersama-sama dengan Tubagus Chaeri Wardana Chasan alias Wawan memberi atau menjanjikan sesuatu yaitu uang sebesar Rp1 miliar kepada hakim yaitu M Akil Mochtar selaku hakim konstitusi untuk mempengaruhi putusan perkara," kata Jaksa Penuntut Imum KPK Edy Hartoyo di pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa.
Atut diketahui sejak Maret 2013 mendukung pasangan calon Bupati-Wakil Bupati Amir Hamzah-Kasmin, namun pasangan tersebut kalah dari pasangan Iti Oktavia Jayabaya dan Ade Sumardi berdasarkan perhitungan KPU 8 September 2013.
Gubernur Banten itu kemudian mengumpulkan Amir Hamzah, Kasmin dan Rudy Alfonso pada 9 September 2013 di Hotel Sultan untuk mengajukan permohonan perkara konstitusi ke MK atas pelaksanaan Pemilihan Umum Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Lebak 2013 yang dianggap ada kecurangan.
Akil kemudian menjadi ketua panel hakim konstitusi bersama dengan Maria Farida Indrati dan Anwar Usman untuk memutus sengketa tersebut.
Jaksa KPK mendakwa Atut berdasarkan pasal 6 ayat 1 huruf a subsider pasal 13 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pasal itu mengatur mengenai perbuatan memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili dengan ancaman penjara maksimal 15 tahun penjara dan denda Rp750 juta.
Atut tidak mengajukan keberatan atas dakwaan tersebut. Sidang dilanjutkan pada 13 Mei dengan agenda mendengarkan saksi. (B009/R010)
Pewarta: Budi Setiawanto
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2014
Tags: