"Nanti kami evaluasi lagi apakah kira-kira populasi nyamuknya sudah memadai. Kalau belum, bisa saja enam bulan ini ditambah jadi bisa delapan bulan atau ditambah lagi dua bulan lagi," kata Plt. Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan DKI Jakarta dr. Maryati Kasiman, M.K.K.K. dalam seminar daring, Rabu.
Baca juga: Dinkes tegaskan tidak ada penularan wolbachia dari nyamuk ke manusia Implementasi nyamuk aedes aegypti ber-wolbachia di satu wilayah dikatakan berhasil apabila populasinya mencapai 60 persen dibandingkan populasi nyamuk lainnya. Implementasi ini dimulai dari penempatan telur-telur untuk ditetaskan lalu dilepaskan di satu wilayah.
Baca juga: Pemprov DKI siapkan 1.400 ember berisi telur nyamuk ber-wolbachia
Lalu, guna mewujudkan ini, dibutuhkan waktu dan sumber daya baik itu SDM maupun logistik.
Maryati menambahkan implementasi nyamuk berwolbachia merupakan tambahan atau inovasi dari pengendalian DBD. Dengan demikian, upaya seperti pemberantasan sarang nyamuk 3M Plus hingga pengasapan tetap perlu dilakukan.
Baca juga: Jakarta Barat lepaskan nyamuk wolbachia untuk atasi DBD bulan ini
Merujuk Kementerian Kesehatan, wolbachia, bakteri yang dapat melumpuhkan virus dengue dalam tubuh nyamuk aedes aegypti, membuka potensi baru dalam pengendalian DBD.
Pada uji coba di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul pada tahun 2022, lokasi yang telah diinokulasi (pemindahan mikroorganisme ke dalam medium baru untuk dibiakkan), wolbachia mencapai penurunan kasus demam berdarah hingga 77 persen. Lalu terdapat pengurangan proporsi pasien dirawat di rumah sakit sebesar 86 persen.
Pendekatan ini memastikan keturunan nyamuk setempat juga mengandung wolbachia, menciptakan efek perlindungan yang berkelanjutan.