BRIN ingatkan dampak sampah plastik di laut, bisa hanyut hingga Afrika
11 September 2024 18:58 WIB
Ilstrasi: Warga memungut sampah plastik di kawasan Pantai Kedonganan, Badung, Bali, Rabu (20/3/2024). Pantai Kedonganan dipadati sampah plastik kiriman yang terdampar terbawa arus laut yang mengganggu aktivitas warga dan nelayan setempat. ANTARA FOTO/Fikri Yusuf/wpa.
Jakarta (ANTARA) - Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Muhammad Reza Cordova mengatakan sampah yang berakhir di perairan Indonesia tidak hanya berdampak kepada lingkungan sekitar, tapi juga dapat berakhir di benua lain.
Dalam diskusi membahas kebocoran sampah plastik di laut diadakan di Jakarta, Rabu, Reza mengatakan pengelolaan sampah di Tanah Air masih belum optimal dengan masih terjadi kebocoran sampah yang berakhir di laut Indonesia, yang 70 persen berasal dari aktivitas manusia di daratan.
Berdasarkan data BRIN, kata dia, jenis sampah plastik yang paling banyak ditemukan di perairan Indonesia adalah plastik sekali pakai seperti plastik sachet, kantong plastik, botol minuman, dan sedotan. Sampah-sampah tersebut membutuhkan ratusan tahun untuk terurai, mencemari laut, dan merusak habitat biota laut.
Tidak hanya itu, katanya, menurut penelitian, sampah yang berasal dari kegiatan di Indonesia sekitar 10-20 persen akan berakhir di perairan internasional dan bahkan bisa hanyut sampai ke Afrika Selatan dalam periode sekitar satu tahun.
Baca juga: Peneliti BRIN: Sampah plastik di laut berdampak pada ekonomi
"Jadi sampah yang kita impor dalam tanda petik bukan sesuatu yang baik, tapi malah jadi buruk," ujar Peneliti Pusat Oseanografi BRIN itu.
Tapi wilayah yang paling terdampak bocornya sampah ke perairan adalah lingkungan sekitar, termasuk bahaya mikroplastik yang dapat terlepas ke lingkungan dari sampah tersebut.
Dia menjelaskan penelitian menunjukkan bahwa mikroplastik telah terdeteksi pada semua sampel air dan sedimen dan ditemukan pada berbagai spesies ikan dan kerang yang dikonsumsi masyarakat.
Untuk penanganan, pihaknya tengah meninjau potensi pengelolaan dari proses bioremidiasi, yaitu penggunaan organisme seperti mikroba untuk membantu mengurangi pencemaran lingkungan.
Baca juga: Peneliti UGM kembangkan inovasi plastik kemasan mudah terurai
"Jadi ketika sampah sudah bocor ke lingkungan, apa yang kita lakukan? Kita coba cari mikroba apa yang paling tepat untuk bisa memakan dalam tanda petik si sampah plastik itu," katanya.
Selain itu dia mengusulkan pula potensi pengelolaan secara ekoregion dengan memperbanyak fasilitas di daerah-daerah Indonesia, mengingat ujung tombak pengelolaan sampah berada di pemerintah daerah.
BRIN sendiri terus melakukan penelitian untuk mendeteksi, mengumpulkan, dan mendaur ulang sampah plastik. Salah satu pendekatan yang sedang dikembangkan adalah pemanfaatan teknologi penginderaan jarak jauh, sensor bawah air serta kecerdasan buatan untuk memetakan sebaran sampah plastik secara lebih akurat.
Menurut data Tim Koordinasi Nasional Penanganan Sampah Laut (TKN PSL), telah terjadi penurunan sampah plastik yang bocor ke lautan dari 615.675 ton pada 2018 menjadi 359.061 ton pada 2023 atau turun 41,68 persen. Pemerintah memiliki target penurunan sampah plastik yang berakhir di laut sebesar 70 persen sampai dengan 2025.
Baca juga: BRIN: Pendekatan ekoregion dapat atasi isu sampah plastik RI
Dalam diskusi membahas kebocoran sampah plastik di laut diadakan di Jakarta, Rabu, Reza mengatakan pengelolaan sampah di Tanah Air masih belum optimal dengan masih terjadi kebocoran sampah yang berakhir di laut Indonesia, yang 70 persen berasal dari aktivitas manusia di daratan.
Berdasarkan data BRIN, kata dia, jenis sampah plastik yang paling banyak ditemukan di perairan Indonesia adalah plastik sekali pakai seperti plastik sachet, kantong plastik, botol minuman, dan sedotan. Sampah-sampah tersebut membutuhkan ratusan tahun untuk terurai, mencemari laut, dan merusak habitat biota laut.
Tidak hanya itu, katanya, menurut penelitian, sampah yang berasal dari kegiatan di Indonesia sekitar 10-20 persen akan berakhir di perairan internasional dan bahkan bisa hanyut sampai ke Afrika Selatan dalam periode sekitar satu tahun.
Baca juga: Peneliti BRIN: Sampah plastik di laut berdampak pada ekonomi
"Jadi sampah yang kita impor dalam tanda petik bukan sesuatu yang baik, tapi malah jadi buruk," ujar Peneliti Pusat Oseanografi BRIN itu.
Tapi wilayah yang paling terdampak bocornya sampah ke perairan adalah lingkungan sekitar, termasuk bahaya mikroplastik yang dapat terlepas ke lingkungan dari sampah tersebut.
Dia menjelaskan penelitian menunjukkan bahwa mikroplastik telah terdeteksi pada semua sampel air dan sedimen dan ditemukan pada berbagai spesies ikan dan kerang yang dikonsumsi masyarakat.
Untuk penanganan, pihaknya tengah meninjau potensi pengelolaan dari proses bioremidiasi, yaitu penggunaan organisme seperti mikroba untuk membantu mengurangi pencemaran lingkungan.
Baca juga: Peneliti UGM kembangkan inovasi plastik kemasan mudah terurai
"Jadi ketika sampah sudah bocor ke lingkungan, apa yang kita lakukan? Kita coba cari mikroba apa yang paling tepat untuk bisa memakan dalam tanda petik si sampah plastik itu," katanya.
Selain itu dia mengusulkan pula potensi pengelolaan secara ekoregion dengan memperbanyak fasilitas di daerah-daerah Indonesia, mengingat ujung tombak pengelolaan sampah berada di pemerintah daerah.
BRIN sendiri terus melakukan penelitian untuk mendeteksi, mengumpulkan, dan mendaur ulang sampah plastik. Salah satu pendekatan yang sedang dikembangkan adalah pemanfaatan teknologi penginderaan jarak jauh, sensor bawah air serta kecerdasan buatan untuk memetakan sebaran sampah plastik secara lebih akurat.
Menurut data Tim Koordinasi Nasional Penanganan Sampah Laut (TKN PSL), telah terjadi penurunan sampah plastik yang bocor ke lautan dari 615.675 ton pada 2018 menjadi 359.061 ton pada 2023 atau turun 41,68 persen. Pemerintah memiliki target penurunan sampah plastik yang berakhir di laut sebesar 70 persen sampai dengan 2025.
Baca juga: BRIN: Pendekatan ekoregion dapat atasi isu sampah plastik RI
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2024
Tags: