Dunia usaha nilai program pensiun tambahan bukan prioritas
10 September 2024 19:36 WIB
Arsip foto - Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Pengembangan Otonomi Daerah Sarman Simanjorang (kanan) dalam diskusi panel Digital Transformation Trends 2024 di Jakarta, Kamis (25/4/2024). (ANTARA/Fathur Rochman)
Jakarta (ANTARA) - Kalangan dunia usaha menilai program dana pensiun tambahan perlu dipertimbangkan kembali lantaran bukan prioritas di tengah momentum kondisi ekonomi yang masih menghadapi tekanan, termasuk penurunan daya beli seperti saat ini.
"Kami dari pelaku usaha memandang bahwa program ini perlu kehati-hatian dan pertimbangan, karena dalam kondisi seperti ini dana pensiun bukan sesuatu yang prioritas," kata Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Pengembangan Otonomi Daerah Sarman Simanjorang dalam keterangan di Jakarta, Selasa.
Sarman menilai manfaat dari program pensiun tambahan baru akan dirasakan puluhan tahun ke depan. Sementara, di tengah kondisi ekonomi yang penuh tekanan seperti saat ini, prioritas utama pekerja dan pengusaha adalah agar bisa tetap bertahan.
"Karena manfaat baru dirasakan puluhan tahun lagi, saat ini pekerja ingin "survive" dulu. Sedangkan kami dari pengusaha tentu menolak jika iuran tersebut dibebankan ke pengusaha," katanya.
Ketua DPN Apindo Bidang Hubungan Antar Lembaga itu juga menyebut rencana pemerintah untuk menerapkan dana pensiun tambahan perlu kajian yang lebih mendalam dari sisi kemampuan pekerja.
Baca juga: OJK: Pengaturan batas gaji pekerja program pensiun tambahan tunggu PP
Pemerintah perlu melihat kemampuan pekerja karena beban potongan bulanan pekerja sudah cukup banyak mulai dari iuran BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, Jaminan Hari Tua, jaminan pensiunan, jaminan kematian, pajak penghasilan, hingga potongan asuransi dan iuran serikat pekerja.
"Jika ditambah lagi iuran dana pensiun tentu akan semakin memberatkan," tutur Sarman.
Di sisi lain, program dana pensiun tambahan juga dinilai tumpang tindih dengan program jaminan pensiun dan hari tua yang sudah berjalan. Padahal, menurutnya, program jaminan pensiunan dan hari tua yang saat ini dikelola oleh BPJS Ketenagakerjaan masih belum maksimal.
"Jika program ini dijalankan, maka ada tumpah tindih program di mana pekerja akan membayar iuran yang program yang sama, tentu akan memberatkan pekerja," kata Sarman.
Diketahui, ide mengenai program pensiun tambahan merupakan bagian dari amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).
Baca juga: OJK sebut akumulasi dana pensiun berpotensi capai 20 persen dari PDB
Pada Pasal 189 Ayat (4), disebutkan bahwa Pemerintah bisa melaksanakan program pensiun tambahan yang bersifat wajib di luar program jaminan hari tua (JHT) dan jaminan pensiun yang merupakan bagian dari sistem jaminan sosial nasional.
Pengenaan itu diselenggarakan secara kompetitif bagi pekerja dengan penghasilan tertentu dengan tujuan untuk meningkatkan perlindungan hari tua dan memajukan kesejahteraan umum.Ketentuan itu kemudian direspons oleh OJK.
Dalam Buku Peta Jalan Pengembangan dan Penguatan Dana Pensiun Indonesia 2024-2028, OJK menyatakan program pensiun tambahan itu merupakan upaya meningkatkan replacement ratio sesuai rekomendasi minimum Organisasi Ketenagakerjaan Internasional (International Labour Organization/ILO), yakni sebesar 40 persen dari penghasilan terakhir pekerja sebelum pensiun.
Namun, pengaturan mengenai batas gaji pekerja yang akan dikenakan program pensiun tambahan masih menunggu penerbitan Peraturan Pemerintah (PP).
"Kami dari pelaku usaha memandang bahwa program ini perlu kehati-hatian dan pertimbangan, karena dalam kondisi seperti ini dana pensiun bukan sesuatu yang prioritas," kata Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Pengembangan Otonomi Daerah Sarman Simanjorang dalam keterangan di Jakarta, Selasa.
Sarman menilai manfaat dari program pensiun tambahan baru akan dirasakan puluhan tahun ke depan. Sementara, di tengah kondisi ekonomi yang penuh tekanan seperti saat ini, prioritas utama pekerja dan pengusaha adalah agar bisa tetap bertahan.
"Karena manfaat baru dirasakan puluhan tahun lagi, saat ini pekerja ingin "survive" dulu. Sedangkan kami dari pengusaha tentu menolak jika iuran tersebut dibebankan ke pengusaha," katanya.
Ketua DPN Apindo Bidang Hubungan Antar Lembaga itu juga menyebut rencana pemerintah untuk menerapkan dana pensiun tambahan perlu kajian yang lebih mendalam dari sisi kemampuan pekerja.
Baca juga: OJK: Pengaturan batas gaji pekerja program pensiun tambahan tunggu PP
Pemerintah perlu melihat kemampuan pekerja karena beban potongan bulanan pekerja sudah cukup banyak mulai dari iuran BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, Jaminan Hari Tua, jaminan pensiunan, jaminan kematian, pajak penghasilan, hingga potongan asuransi dan iuran serikat pekerja.
"Jika ditambah lagi iuran dana pensiun tentu akan semakin memberatkan," tutur Sarman.
Di sisi lain, program dana pensiun tambahan juga dinilai tumpang tindih dengan program jaminan pensiun dan hari tua yang sudah berjalan. Padahal, menurutnya, program jaminan pensiunan dan hari tua yang saat ini dikelola oleh BPJS Ketenagakerjaan masih belum maksimal.
"Jika program ini dijalankan, maka ada tumpah tindih program di mana pekerja akan membayar iuran yang program yang sama, tentu akan memberatkan pekerja," kata Sarman.
Diketahui, ide mengenai program pensiun tambahan merupakan bagian dari amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).
Baca juga: OJK sebut akumulasi dana pensiun berpotensi capai 20 persen dari PDB
Pada Pasal 189 Ayat (4), disebutkan bahwa Pemerintah bisa melaksanakan program pensiun tambahan yang bersifat wajib di luar program jaminan hari tua (JHT) dan jaminan pensiun yang merupakan bagian dari sistem jaminan sosial nasional.
Pengenaan itu diselenggarakan secara kompetitif bagi pekerja dengan penghasilan tertentu dengan tujuan untuk meningkatkan perlindungan hari tua dan memajukan kesejahteraan umum.Ketentuan itu kemudian direspons oleh OJK.
Dalam Buku Peta Jalan Pengembangan dan Penguatan Dana Pensiun Indonesia 2024-2028, OJK menyatakan program pensiun tambahan itu merupakan upaya meningkatkan replacement ratio sesuai rekomendasi minimum Organisasi Ketenagakerjaan Internasional (International Labour Organization/ILO), yakni sebesar 40 persen dari penghasilan terakhir pekerja sebelum pensiun.
Namun, pengaturan mengenai batas gaji pekerja yang akan dikenakan program pensiun tambahan masih menunggu penerbitan Peraturan Pemerintah (PP).
Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2024
Tags: