Jakarta (ANTARA) - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengatakan, penggunaan hidrogen hijau (
green hydrogen) bisa mengakselerasi pengurangan tingkat emisi gas rumah kaca pada industri, mengingat unsur itu dapat digunakan sebagai penghubung rantai energi, serta memiliki potensi pengembangan yang melimpah.
"Fenomena krisis energi yang melanda dunia serta komitmen Indonesia dalam penurunan emisi gas rumah kaca, harus menjadi perhatian bagi para pelaku industri, khususnya dalam menemukan solusi pemenuhan energi yang rendah karbon," kata Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) Reni Yanita di Jakarta, Selasa.
Pengembangan hidrogen hijau adalah salah satu strategi untuk mencapai target NZE industri tahun 2050, lanjutnya.
Menurutnya, penggunaan hidrogen sebagai energi dalam skala besar perlu didukung dengan infrastruktur produksi, penyimpanan, dan transportasi ke pengguna akhir yang andal, aman, memadai, dan ekonomis.
Oleh karena itu, pelaku industri harus bersiap untuk mengambil peluang dengan mempersiapkan penyediaan infrastruktur dan teknologi yang efisien sesuai dengan standar keamanan untuk membangun ekosistem hidrogen di Indonesia.
Lebih lanjut, Ketua Umum Asosiasi Gas Industri Indonesia (AGII) Rachmat Harsono mengatakan, Indonesia memiliki posisi strategis dalam pengembangan hidrogen, itu karena saat ini ada peningkatan permintaan global atas energi yang lebih bersih dan berkelanjutan.
Menurut dia, pihaknya memiliki tanggung jawab besar untuk mendukung inisiatif pemanfaatan hidrogen hijau, baik dari sisi teknologi maupun keselamatan kerja
(safety).
“Kesadaran terhadap pentingnya keselamatan, baik dalam proses operasional maupun peralatan, merupakan langkah vital agar industri gas dapat berjalan dengan aman dan lancar, serta turut membantu dalam mendorong proses dekarbonisasi yang berkelanjutan,” ujarnya.
Indonesia diberkahi dengan potensi pengembangan EBT yang melimpah, yakni mencapai 3.687 gigawatt, terdiri atas pengembangan tenaga air (hidro) sebesar 95 gigawatt, tenaga surya 3.294 gigawatt, bioenergi 57 gigawatt, panas bumi (geotermal) 24 gigawatt, energi bayu atau angin 155 gigawatt, serta potensi elektrifikasi dari laut mencapai 63 gigawatt.