Jakarta (ANTARA News) - Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) menegaskan tidak akan memberikan dukungan resmi kepada figur mana pun yang menjadi calon presiden dari partai apa pun secara organisasional.

"KASBI sudah memiliki sikap politik tersendiri, bahwa kami tidak mendukung capres A, B, C atau D," kata Ketua Umum Konfederasi KASBI, Nining Elitos, saat ditemui di sela aksi peringatan May Day atau Hari Buruh 1 Mei 2014, di Jl MH Thamrin, Jakarta, Kamis.

Menurut Nining, yang diinginkan rakyat saat ini adalah perubahan nyata dalam persoalan pemenuhan kesejahteraan dan keadilan, termasuk juga kedaulatan bangsa.

"Bagi kami kalau pemimpin yang dilahirkan besok masih memiliki watak yang sama dengan hari ini, maka tidak ada bedanya," katanya.

Di sisi lain, Nining menolak untuk mengomentari lebih jauh terkait kehadiran capres Partai Gerindra, Prabowo Subianto, dalam gelaran May Day Fiesta yang juga dihadiri oleh Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal.

Menurut Said, Prabowo merupakan satu-satunya capres yang menyanggupi memenuhi undangan pihaknya untuk memenuhi 10 tuntutan buruh versi KSPI di Mayday 2014 sekaligus menandatangani kontrak politik.

Selain Prabowo, Said mengatakan pihaknya sudah menghubungi sejumlah figur capres lain seperti Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo, Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie, Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD, peserta Konvensi Calon Presiden Partai Demokrat Pramono Edhie Wibowo dan Ketua Fraksi PKS Hidayat Nur Wahid.

Nining mengatakan bukan tidak mungkin sejumlah organisasi buruh menjual massa mereka kepada capres-capres tertentu, namun dirinya tidak mau melakukan intervensi apapun.

"Ya (organisasi buruh jual massa ke capres) bisa saja terjadi, itu hak mereka, tetapi saya tidak mau mengintervensi setiap individu ataupun organisasi, karena mereka memang punya hak. Sebab kami masih memiliki pandangan politik tersendiri," katanya.

Bagi KASBI, lanjut Nining, apabila Pemilu Presiden 2014 masih menghasilkan pemimpin yang dianggap melakukan penindasan dan penghisapan terhadap rakyat, yakni pelegalan sistem kerja outsourcing, memberi upah murah, menjual aset negara, melakukan liberalisasi sehingga tidak bisa mengendalikan harga-harga kebutuhan pokok, maka tidak ada bedanya.

Pemimpin semacam itu tetap akan menjadi musuh bagi kaum buruh dan rakyat Indonesia secara keseluruhan, kata Nining.