BPPTKG: aktivitas gas Gunung Merapi masih tinggi
1 Mei 2014 13:51 WIB
Asap sulfatara keluar dari Gunung Merapi saat difoto dari Sabana 1 Gunung Merbabu, Boyolali, Jawa Tengah, Minggu (27/4). (ANTARA FOTO/Teresia May)
Yogyakarta (ANTARA News) - Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta menyatakan aktivitas gas di Gunung Merapi masih tinggi setelah peningkatan status menjadi waspada pada 29 April.
"Suara dentuman dari dalam gunung masih terdengar dan sesekali keluar asap solfatara. Dari data seismik, juga masih muncul gempa frekuensi rendah yang berasosiasi pada aktivitas fluida. Itu menunjukkan aktivitas gas masih tinggi," kata Kepala BPPTKG Yogyakarta Subandriyo di Yogyakarta, Kamis.
Menurut Subandriyo, dentuman yang terdengar dari Gunung Merapi disebabkan adanya turbulensi gas di dalam gunung yang membawa material-material padat. Material tersebut menabrak dinding pipa diafragma sehingga menimbulkan suara dentuman.
Suara dentuman terdengar sangat keras karena aktivitas gas tersebut berasal dari dapur magma Merapi yang berada di kedalaman lebih dari 3,5 kilometer dari puncak gunung.
"Oleh karena itu, dentuman bisa terdengar dengan radius delapan kilometer," kata Subandriyo.
Berdasarkan pengamatan di Pos Babadan, suara dentuman pada Rabu, 30 April tercatat sebanyak 24 kali. "Suara dentuman lebih sering terdengar dari sisi barat gunung," katanya.
Subandriyo menambahkan, aktivitas seismik lain sepeti gempa frekuensi tinggi yang menandakan migrasi magma ke permukaan hampir tidak pernah terjadi, bahkan deformasi nol.
"Perubahan aktivitas seismik inilah yang membedakan perilaku Gunung Merapi sebelum meletus pada 2010 dengan kondisi sekarang," katanya.
Empat tahun lalu, lanjut Subandriyo, terjadi rentetan gempa frekuensi tinggi dalam waktu singkat tanpa banyak disertai gempa frekuensi rendah.
"Hal itulah yang membedakannya dengan tahun ini sehingga diambil keputusan untuk menaikkan status gunung dari normal ke waspada sehingga masyarakat dan aparat pun bisa lebih waspada," katanya.
Pascaletusan 2010, BPPTKG mencatat telah terjadi sekitar 10 kali letusan minor yang ditandai dengan embusan gas disertai material seperti abu dan pasir.
"Letusan minor ini memiliki indeks skala letusan 1. Daerah yang paling terdampak berada pada radius satu kilometer dari puncak dan sebaran abu vulkanik di daerah sekitarnya," katanya.
Oleh karena itu, lanjut Subandriyo, warga di sekitar Gunung Merapi masih dapat melakukan aktivitas seperti biasa namun tetap meningkatkan kewaspadaan.
"Kami akan terus melakukan pemantauan aktivitas gunung. Bisa saja aktivitasnya melemah atau meningkat," katanya.
"Suara dentuman dari dalam gunung masih terdengar dan sesekali keluar asap solfatara. Dari data seismik, juga masih muncul gempa frekuensi rendah yang berasosiasi pada aktivitas fluida. Itu menunjukkan aktivitas gas masih tinggi," kata Kepala BPPTKG Yogyakarta Subandriyo di Yogyakarta, Kamis.
Menurut Subandriyo, dentuman yang terdengar dari Gunung Merapi disebabkan adanya turbulensi gas di dalam gunung yang membawa material-material padat. Material tersebut menabrak dinding pipa diafragma sehingga menimbulkan suara dentuman.
Suara dentuman terdengar sangat keras karena aktivitas gas tersebut berasal dari dapur magma Merapi yang berada di kedalaman lebih dari 3,5 kilometer dari puncak gunung.
"Oleh karena itu, dentuman bisa terdengar dengan radius delapan kilometer," kata Subandriyo.
Berdasarkan pengamatan di Pos Babadan, suara dentuman pada Rabu, 30 April tercatat sebanyak 24 kali. "Suara dentuman lebih sering terdengar dari sisi barat gunung," katanya.
Subandriyo menambahkan, aktivitas seismik lain sepeti gempa frekuensi tinggi yang menandakan migrasi magma ke permukaan hampir tidak pernah terjadi, bahkan deformasi nol.
"Perubahan aktivitas seismik inilah yang membedakan perilaku Gunung Merapi sebelum meletus pada 2010 dengan kondisi sekarang," katanya.
Empat tahun lalu, lanjut Subandriyo, terjadi rentetan gempa frekuensi tinggi dalam waktu singkat tanpa banyak disertai gempa frekuensi rendah.
"Hal itulah yang membedakannya dengan tahun ini sehingga diambil keputusan untuk menaikkan status gunung dari normal ke waspada sehingga masyarakat dan aparat pun bisa lebih waspada," katanya.
Pascaletusan 2010, BPPTKG mencatat telah terjadi sekitar 10 kali letusan minor yang ditandai dengan embusan gas disertai material seperti abu dan pasir.
"Letusan minor ini memiliki indeks skala letusan 1. Daerah yang paling terdampak berada pada radius satu kilometer dari puncak dan sebaran abu vulkanik di daerah sekitarnya," katanya.
Oleh karena itu, lanjut Subandriyo, warga di sekitar Gunung Merapi masih dapat melakukan aktivitas seperti biasa namun tetap meningkatkan kewaspadaan.
"Kami akan terus melakukan pemantauan aktivitas gunung. Bisa saja aktivitasnya melemah atau meningkat," katanya.
Pewarta: Eka Arifa Rusqiyati
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2014
Tags: