Medan (ANTARA) - Di Paralimpiade Paris 2024, sekali lagi kita melihat bahwa olahraga adalah tempat di mana hal yang muskil bisa menjadi berhasil.

Berapa banyak kita melihat pertandingan dengan statistik yang bagai jurang antara langganan pemenang dibandingkan dengan penantang, tapi berakhir dengan hasil yang tidak masuk di akal.

Olahraga adalah tempatnya banyak sejarah tercipta, tempatnya rekor dipecahkan, dan tempatnya keajaiban-keajaiban muncul yang kadang-kadang lebih dikenal sebagai keberuntungan.

Kontingen Indonesia dalam pesta olahraga atlet penyandang disabilitas tingkat dunia, Paralimpiade Paris 2024, menjadi salah satu tim yang menciptakan sejarah, dan juga jadi bagian keajaiban-keajaiban itu.

Mustahil itu tidak ada. Tim Paralimpiade Indonesia di Paris menjadi buktinya.

Harapan akan kejutan dari Kontingen Indonesia di Paris itu mewujud nyata. Meski harus mengakhiri kompetisi di peringkat 50, Tim Indonesia sudah lebih dari membanggakan dengan banyaknya sejarah yang tercipta.

Kontingen Indonesia untuk Paralimpiade Paris 2024 membawa pulang 14 medali, yaitu 1 emas, 8 perak, dan 5 perunggu. Ini menjadi sejarah bagi Indonesia membawa pulang medali terbanyak dari ajang Paralimipade edisi manapun yang pernah diikuti tim Merah Putih.

Satu-satunya emas Indonesia berasal dari pasangan Hikmat Ramdani dan Leani Ratri Oktila pada cabang olahraga para bulu tangkis nomor ganda campuran SL3-SU5. Hikmat-Leani harus melawan rekan seperjuangannya, Fredy Setiawan dan Khalimatus Sadiyah di parta final.

Baca juga: Paralimpiade resmi ditutup, Indonesia berada di peringkat 50

Secara total tim para bulu tangkis yang terdiri dari sembilan atlet, menyumbangkan delapan medali untuk Indonesia dengan 1 emas, 4 perak, dan 3 perunggu. Seluruh atlet para badminton Indonesia berhasil mengalungi medali saat kembali pulang ke Indonesia.

Halaman berikut: Tim boccia, debutan yang langsung digjaya


Hal yang mirip dari tim para bulu tangkis adalah tim boccia. Sebanyak empat atlet boccia yang mengikuti kompetisi, seluruhnya meraih medali.

Tim boccia Indonesia menyumbangkan empat medali, yaitu 2 perak dan 2 perunggu. Ini lebih dari sekadar medali, melainkan sejarah yang diciptakan dengan mencengangkan dunia.

Indonesia baru pertama kali mengirimkan perwakilan cabang boccia di Paralimpiade, dan langsung mendapatkan empat medali di ajang debutnya.

Manisnya lagi, medali-medali itu didapatkan oleh atlet boccia Indonesia dengan mengalahkan para peraih medali di Paralimpiade edisi-edisi sebelumnya.

Muhammad Afrizal Syafa yang turun di nomor individu putra BC1, berhasil mendapatkan perunggu usai mengalahkan peraih medali emas Paralimpiade Tokyo, David Smith dari Inggris.

Gischa Zayana, peraih medali emas ASEAN Para Games 2023, meraih perunggu di nomor individu putri BC2. Dan Muhammad Bintang Satria Herlangga meraih perak setelah kalah di final dari legenda boccia asal Thailand, Worawut Saengampa.

Pencapaian terbesar tim Indonesia berasal di nomor beregu campuran BC1/BC2. Syafa dan Zayana bergabung dengan Felix Ardi Yudha untuk berlaga di nomor beregu. Dalam babak perempat final, mereka secara dramatis menyingkirkan tim kuat dari Inggris, peraih emas Paralimpiade Beijing 2008, dengan skor imbang 7-7 dan memastikan kemenangan di babak tambahan.

Kemenangan ini membawa mereka ke semifinal, di mana mereka mengalahkan Jepang, peraih medali perunggu Paralimpiade Tokyo 2020, dengan skor telak 9-0. Di final, Indonesia berhadapan dengan China dalam pertandingan sengit yang berakhir dengan skor 7-6, membuat Indonesia harus puas dengan medali perak.

Baca juga: Boccia Indonesia memukau dunia di Paralimpiade Paris

Halaman berikut: kecepatan Saptoyogo di lintasan atletik


Dua medali perak lainnya disumbangkan dari cabang olahraga para atletik. Saptoyogo Purnomo menjadi atlet pertama yang membuka keran medali untuk Indonesia dengan raihan perak dari nomor lari 100 meter putra.

Saptoyogo yang awalnya hanya diprediksi meraih perunggu, mampu mempersembahkan perak dengan catatan waktu 11,26 detik. Statistik yang mampu memecahkan rekor Asia yang dibuatnya sendiri pada Asian Para Games 2022.

Medali terakhir Indonesia di Paralimpiade Paris datang dari Karisma Evi Tiarani yang lagi-lagi mengejutkan dunia dengan raihan perak. Evi berhasil memecahkan dua rekor dunia dalam satu perlombaan di nomor lari 100 meter putri T42/T63.

Evi yang merupakan pelari tercepat dunia klasifikasi T42 harus bersaing dengan trio asal Italia yang menguasai klasifikasi T63 lantaran penggabungan klasifikasi menjadi 100 meter putri klasifikasi T42/63.

Karisma Evi tidak diunggulkan untuk meraih medali karena trio Italia Ambra Sabatini, Monica Graziana Contrafatto, dan Martina Caironi selalu sulit dikalahkan ketika ada penggabungan klasifikasi T42 dan T63.

Namun, keajaiban benar-benar terjadi di Paris. Di saat Trio Italia hampir saja kembali memborong tiga medali seperti saat Paralimpiade Tokyo 2020, sebuah insiden terjadi.

Ambra Sabatini sebagai pemegang rekor lari tercepat 100 meter T63 tiba-tiba terjatuh menjelang finis. Badan Sabatini kemudian mengenai Monica hingga ikut terjatuh.

Evi yang terus membuntuti Martina Caironi, akhirnya finis di urutan kedua dengan catatan waktu 14,26 detik.

Catatan ini menjadi rekor dunia baru 100 meter putri T42 setelah pada babak kualifikasi Karisma Evi juga memecahkan rekor dunia dengan waktu 14,34 detik.


Baca juga: Saptoyogo kembali pecahkan rekor pribadi pada final 200 m T37

Halaman berikut: Kerja keras lagi




Meski kontingen Indonesia terus membuat rekor baru, kerja keras dari atlet-atlet Paralimpiade harus diteruskan. Dari 10 cabang olahraga yang diikuti oleh Indonesia di Paralimpiade Paris, tujuh di antaranya tidak menghasilkan medali. Bahkan, salah satu cabang yang diandalkan, yaitu para angkat berat, tidak berhasil membawa pulang medali.

Peraih medali perak kelas 41kg Paralimpiade Tokyo 2020, dan peraih perunggu Paralimpiade Rio de Janeiro 2016, tidak bisa meraih medali ketiganya di Paris.

Ni Nengah Widiasih, berhasil memecahkan rekor pribadi dalam ajang Paralimpiade Paris 2024 dengan mencatatkan angkatan 101 kilogram, yaitu lebih berat tiga kilogram dari angkatan yang membawanya meraih medali perak di Paralimpiade Tokyo 2020. Sayangnya, pencapaian itu hanya mengantarkannya ke posisi kelima di Paris.

Begitu juga dengan cabang para panahan, para renang, judo tuna netra, para menembak, para balap sepeda, dan para tenis meja. Prestasi Indonesia dari cabang olahraga ini masih membutuhkan kerja keras lagi lebih dari sebelumnya.


Baca juga: Karisma Evi raih perak dan pecahkan rekor dunia di Paralimpiade
Baca juga: Atlet judo tunanetra Junaedi nyaris raih medali perunggu