Keluarga Soekarno tidak akan menuntut soal TAP MPRS XXXIII
9 September 2024 16:42 WIB
Putra Sulung Presiden Pertama RI Soekarno, Guntur Soekarnoputra, dalam acara Silaturahmi Kebangsaan sekaligus penyerahan surat pimpinan MPR kepada keluarga Soekarno dan Menteri Hukum dan HAM tentang tidak berlakunya lagi TAP MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (9/9/2024). ANTARA/Melalusa Susthira K/aa.
Jakarta (ANTARA) - Putra Sulung Presiden Pertama RI Soekarno, Guntur Soekarnoputra, mewakili keluarga Soekarno mengatakan pihaknya tidak akan mempersoalkan dan menuntut soal terbitnya TAP MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967 tentang Pencabutan Kekuasaan Pemerintah Negara dari Presiden Soekarno.
"Kami sekeluarga telah bersepakat tidak akan mempersoalkan, apalagi menuntut ketidakadilan di muka hukum terhadap apa yang pernah dialami Bung Karno tersebut pada saat ini," kata Guntur di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin.
Hal itu disampaikannya dalam acara Silaturahmi Kebangsaan sekaligus penyerahan surat pimpinan MPR kepada keluarga Soekarno dan Menteri Hukum dan HAM tentang tidak berlakunya lagi TAP MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967.
Sebaliknya, dia mengatakan bahwa pihaknya menginginkan rehabilitasi nama baik Soekarno atas tuduhan pengkhianatan terhadap bangsa dengan mendukung Gerakan 30 September (G30S) PKI tahun 1965.
"Keinginan tersebut bukan hanya bagi nama baik Bung Karno dimana anak-anak, cucu-cucu dan cici-cicitnya, tetapi lebih penting dari itu semua adalah bagi kepentingan pembangunan mental dan karakter bangsa, khususnya bagi generasi penerus bangsa ini," tuturnya.
Baca juga: MPR komitmen kawal pemulihan hak Soekarno atas TAP MPRS XXXIII
Dia menuturkan bahwa pihaknya harus menunggu selama 57 tahun lamanya demi terbitnya keadilan atas pendongkelan Soekarno sebagai presiden dan tuduhan terkait dengan G30SPKI dalam TAP MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967 itu, hingga akhirnya surat pimpinan MPR tentang tidak berlakunya TAP MPRS tersebut keluar tahun ini (2024).
"Faktanya kami telah menunggu dan menunggu selama lebih dari 57 tahun enam bulan alias 57 tahun setengah akan datangnya sikap perikemanusiaan dan keadilan sesuai dengan Pancasila yang mana termaktub sila kemanusiaan yang adil dan beradab dari lembaga MPR kepada Bung Karno," katanya.
Bahkan, dia mengatakan bahwa pendongkelan Soekarno dari kursi presiden tersebut merupakan perkara biasa, sebab menuntut dia tampuk kekuasaan memang memiliki batas dalam demokrasi.
"Bagi kami keluarga besar Bung Karno dan bagi rakyat Indonesia yang mencintai Bung Karno, perihal Bung Karno harus berhenti dari jabatan Presiden Republik Indonesia adalah perkara biasa karena memang kekuasaan seorang presiden Indonesia harus ada batasnya, tidak peduli siapapun dia Presiden Indonesia itu, memang harus ada batasnya," tuturnya.
Baca juga: MPR serahkan surat tak berlaku TAP MPRS XXXIII ke keluarga Soekarno
Dia menyebut yang justru tidak dapat diterima oleh pihaknya ialah alasan pemberhentian Presiden Soekarno karena dituduh mengkhianati bangsa dan negara dengan memberikan dukungan terhadap pemberontakan G30SPKI pada 1965.
"Tuduhan keji yang tidak pernah dibuktikan melalui proses peradilan apapun juga seperti itu telah memberikan luka yang sangat mendalam bagi keluarga besar kami, maupun rakyat Indonesia yang patriotik dan nasionalis yang mencintai Bung Karno sampai ke akhir zaman," ucapnya.
Menurut dia, tuduhan tersebut tidak masuk nalar dan logika akal sehat. "Bagaimana mungkin seorang proklamator kemerdekaan bangsa Indonesia mau melakukan pengkhianatan terhadap negara yang ia proklamasikan sendiri kemerdekaannya?".
Meski demikian, dia mengatakan bahwa pihaknya telah memaafkan pendongkelan Soekarno dan tuduhan yang dialamatkan kepadanya selama ini. Ia berharap apa yang dialami Soekarno tidak terjadi lagi di kemudian hari sebab semua orang memiliki hak untuk diperlakukan sama di mata hukum.
"Atas dasar pertimbangan tersebut dan demi persatuan serta kesatuan bangsa dan demi masa depan generasi muda yang akan melanjutkan estafet kepemimpinan bangsa, kami sekeluarga telah bersepakat untuk memaafkan semua yang terjadi di masa lalu, menyangkut perlakuan terhadap diri Bung Karno dan keluarganya," ujarnya.
Baca juga: MPR: Sikap Panglima tolak diskriminasi keturunan PKI sesuai TAP I/MPR
Dia pun menilai penyerahan surat tentang tidak berlakunya lagi TAP MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967 oleh pimpinan MPR RI kepada keluarga Soekarno dan Menkumham, terbitnya Keputusan Presiden Nomor 83/TK/Tahun 2012, serta pidato kenegaraan Presiden Joko Widodo di Istana Negara tanggal 7 November 2022 menggugurkan tuduhan yang dialamatkan ke Soekarno selama ini.
"Tuduhan terhadap Bung Karno telah melakukan pengkhianatan kepada bangsa dan negara telah tidak terbukti dan gugur demi hukum, sekali lagi tidak terbukti dan gugur demi hukum. Hal tersebut kami pandang sebagai ikhtiar kita untuk menghapus stigma buruk kepada seorang proklamator dan bapak bangsa kita sendiri, serta untuk membangun rekonsiliasi nasional demi persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia," kata dia.
"Kami sekeluarga telah bersepakat tidak akan mempersoalkan, apalagi menuntut ketidakadilan di muka hukum terhadap apa yang pernah dialami Bung Karno tersebut pada saat ini," kata Guntur di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin.
Hal itu disampaikannya dalam acara Silaturahmi Kebangsaan sekaligus penyerahan surat pimpinan MPR kepada keluarga Soekarno dan Menteri Hukum dan HAM tentang tidak berlakunya lagi TAP MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967.
Sebaliknya, dia mengatakan bahwa pihaknya menginginkan rehabilitasi nama baik Soekarno atas tuduhan pengkhianatan terhadap bangsa dengan mendukung Gerakan 30 September (G30S) PKI tahun 1965.
"Keinginan tersebut bukan hanya bagi nama baik Bung Karno dimana anak-anak, cucu-cucu dan cici-cicitnya, tetapi lebih penting dari itu semua adalah bagi kepentingan pembangunan mental dan karakter bangsa, khususnya bagi generasi penerus bangsa ini," tuturnya.
Baca juga: MPR komitmen kawal pemulihan hak Soekarno atas TAP MPRS XXXIII
Dia menuturkan bahwa pihaknya harus menunggu selama 57 tahun lamanya demi terbitnya keadilan atas pendongkelan Soekarno sebagai presiden dan tuduhan terkait dengan G30SPKI dalam TAP MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967 itu, hingga akhirnya surat pimpinan MPR tentang tidak berlakunya TAP MPRS tersebut keluar tahun ini (2024).
"Faktanya kami telah menunggu dan menunggu selama lebih dari 57 tahun enam bulan alias 57 tahun setengah akan datangnya sikap perikemanusiaan dan keadilan sesuai dengan Pancasila yang mana termaktub sila kemanusiaan yang adil dan beradab dari lembaga MPR kepada Bung Karno," katanya.
Bahkan, dia mengatakan bahwa pendongkelan Soekarno dari kursi presiden tersebut merupakan perkara biasa, sebab menuntut dia tampuk kekuasaan memang memiliki batas dalam demokrasi.
"Bagi kami keluarga besar Bung Karno dan bagi rakyat Indonesia yang mencintai Bung Karno, perihal Bung Karno harus berhenti dari jabatan Presiden Republik Indonesia adalah perkara biasa karena memang kekuasaan seorang presiden Indonesia harus ada batasnya, tidak peduli siapapun dia Presiden Indonesia itu, memang harus ada batasnya," tuturnya.
Baca juga: MPR serahkan surat tak berlaku TAP MPRS XXXIII ke keluarga Soekarno
Dia menyebut yang justru tidak dapat diterima oleh pihaknya ialah alasan pemberhentian Presiden Soekarno karena dituduh mengkhianati bangsa dan negara dengan memberikan dukungan terhadap pemberontakan G30SPKI pada 1965.
"Tuduhan keji yang tidak pernah dibuktikan melalui proses peradilan apapun juga seperti itu telah memberikan luka yang sangat mendalam bagi keluarga besar kami, maupun rakyat Indonesia yang patriotik dan nasionalis yang mencintai Bung Karno sampai ke akhir zaman," ucapnya.
Menurut dia, tuduhan tersebut tidak masuk nalar dan logika akal sehat. "Bagaimana mungkin seorang proklamator kemerdekaan bangsa Indonesia mau melakukan pengkhianatan terhadap negara yang ia proklamasikan sendiri kemerdekaannya?".
Meski demikian, dia mengatakan bahwa pihaknya telah memaafkan pendongkelan Soekarno dan tuduhan yang dialamatkan kepadanya selama ini. Ia berharap apa yang dialami Soekarno tidak terjadi lagi di kemudian hari sebab semua orang memiliki hak untuk diperlakukan sama di mata hukum.
"Atas dasar pertimbangan tersebut dan demi persatuan serta kesatuan bangsa dan demi masa depan generasi muda yang akan melanjutkan estafet kepemimpinan bangsa, kami sekeluarga telah bersepakat untuk memaafkan semua yang terjadi di masa lalu, menyangkut perlakuan terhadap diri Bung Karno dan keluarganya," ujarnya.
Baca juga: MPR: Sikap Panglima tolak diskriminasi keturunan PKI sesuai TAP I/MPR
Dia pun menilai penyerahan surat tentang tidak berlakunya lagi TAP MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967 oleh pimpinan MPR RI kepada keluarga Soekarno dan Menkumham, terbitnya Keputusan Presiden Nomor 83/TK/Tahun 2012, serta pidato kenegaraan Presiden Joko Widodo di Istana Negara tanggal 7 November 2022 menggugurkan tuduhan yang dialamatkan ke Soekarno selama ini.
"Tuduhan terhadap Bung Karno telah melakukan pengkhianatan kepada bangsa dan negara telah tidak terbukti dan gugur demi hukum, sekali lagi tidak terbukti dan gugur demi hukum. Hal tersebut kami pandang sebagai ikhtiar kita untuk menghapus stigma buruk kepada seorang proklamator dan bapak bangsa kita sendiri, serta untuk membangun rekonsiliasi nasional demi persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia," kata dia.
Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
Editor: Edy M Yakub
Copyright © ANTARA 2024
Tags: