Jakarta (ANTARA News) - Rintik hujan turun mengiringi kepergian pemain biola kenamaan Indonesia Idris Sardi ke tempat peristirahatan terakhir pada Senin sore.

Suasana haru meliputi sanak keluarga, kerabat dan sahabat yang mengantar jenazahnya ke Tempat Pemakaman Umum Menteng Pulo, Tebet, Jakarta.

Kedua anak Idris Sardi dari pernikahannya dengan Zerlita, Santi Sardi dan Lukman Sardi, tak sanggup menahan air mata melepas kepergian sang ayahanda.

Mantan istri Idris Sardi, aktris Marini, juga hadir pada acara pemakaman, yang sempat tertunda karena papan untuk pemakaman tertinggal di kediaman keluarga di Depok.

Mengenakan gaun panjang dan kerudung hitam serta kacamata berwarna cokelat, penyanyi yang eksis tahun 1960-an itu tiba setelah doa-doa dilantunkan untuk Idris.

Ia melambaikan tangan ke beberapa kerabat dan sejumlah artis yang sudah tiba lebih dulu, lantas menuju sisi kuburan, mendekati barisan keluarga dan memeluk Santi Sardi yang terus menangis.

Lukman Sardi, yang mengenakan kaos hitam, pun tak berhenti menangis. Aktris kawakan Titiek Puspa lantas membelai kepalanya, membisikan sesuatu, dan Lukman terlihat mengangguk.

"Terimakasih teman-teman semua atas segala atensi terhadap saya dan mohon maaf sebesar-besarnya atas perkataan atau perbuatan ayah saya. Mohon doanya agar tempat Beliau dilapangkan," kata Lukman dengan suara yang kadang tercekat tangis sebelum jenazah sang ayah dimakamkan.

Di antara para pelayat yang menghadiri pemakaman itu ada budayawan Eros Djarot, musisi Jopie Item, aktris Titiek Puspa, musisi Jockie Surjoprajogo, dan aktor Hengki Sulaiman.

Hadir pula artis-artis muda seperti Adi Bing Slamet, Aming, Wulan Guritno, Shahnaz Haque, Ariel Noah, Lukman Noah, David Noah, Erwin Gutawa, Indra Birowo, Zumi Zola, Darius, Dwiki Dharmawan, dan Piyu Padi.

Doa-doa mengiringi acara pemakaman. Lukisan berukuran besar diletakkan di sisi makam Idris Sardi. Dalam lukisan tersebut Idris sedang memainkan biola mengenakan kemeja lengan panjang berwarna putih yang digulung di tengah bentangan padang ilalang, sendirian.

Hujan semakin deras saat pemakaman selesai. Para pelayat satu persatu meninggalkan pemakaman, meninggalkan Idris Sardi beristirahat tenang di samping sang ayah yang menurunkan bakat bermain biola yang menjadikannya legenda.


Dalam kenangan

Marini mengaku jarang bertemu dengan Idris Sardi sejak berpisah dengan dia tahun 1999 namun masih berhubungan baik dengan anak-anaknya.

Dia terakhir bertemu Idris bulan lalu. "Saling minta maaf, enak banget," katanya.

Marini mengenang Idris sebagai sosok yang disiplin, keras dan perfeksionis. "Tapi akhir-akhir sama anak-anak mulai mencair," katanya.

Sementara Lukman Sardi mengenang ayahnya sebagai sosok yang keras dan disiplin.

"Aku sempat belajar biola. Jam 05.00 pagi harus bangun," katanya tentang sang ayah yang tidak pernah mau disebut maestro.

"Dia bukan orang yang gampang mengungkapkan 'I love You', tapi perbuatan dia menunjukan seperti itu," katanya.

Menurut Lukman, ayahnya membebaskan anak-anak untuk memilih jalur hidup sendiri.

"Yang penting komit, itu dapat banget efeknya. Harus total, tanggung jawab. Dia enggak muji-muji anaknya, kayak aku dapat Piala Citra, dia cuma bilang 'harus dapat kayak Papa, sepuluh'. Saya bingung. Di situ kita tahu, jangan puas dalam hal itu aja. Jangan sombong juga," tuturnya.

Lukman lantas mengenang masa-masa dia bersama sang ayah.

"Waktu itu nulis puisi buat dia, saya bacain. Di situ pertama kali saya lihat Papa nangis. Itu jaman saya kuliah atau SMA, lupa. Saya baru tahu juga sekarang, Papa masih menyimpan puisi saya itu," kata Lukman, yang suatu saat ingin membuat film tentang sang ayah.

Kepergian Idris Sardi tidak hanya meninggalkan kedukaan bagi keluarga, tapi juga meninggalkan kesedihan mendalam di hati para sahabatnya dan murid-muridnya, salah satunya Eros Djarot.

"Dia senior saya, saya kalau dimarahi dia langganan, tapi dia marah karena dia sayang, karena cinta," kata Eros, yang sudah 10 tahun mengenal Idris Sardi.

"Yang paling tidak terlupakan dibodoh-bodohin habis. Yang menarik dia tidak peduli. Dia katakan apa yang dia pikirkan, dan itu yang sekarang hilang," kata budayawan dan politisi itu.

Bagi Eros, Idris Sardi adalah sosok yang tidak tergantikan. "Idris Sardi ya Idrsi Sardi. Dia punya karakter yang strong, unik, konsisten," katanya.

Eros, yang terakhir bertemu Idris tiga bulan lalu, juga mengenang Idris sebagai orang yang sangat humoris, yang bisa bercerita berjam-jam dengan leluconnya.

"Dia selalu bawa cabai di kantong, tasnya. Sampai sekarang saya murid yang paling sukses makan cabai. Kalau enggak ada cabai dia enggak makan," kenangnya.

Dan semua yang ada dalam sosok Idris Sardi, membuat kawan-kawannya terus mengingatnya. "Itu yang bikin kehilangan," demikian Eros Djarot.