Jakarta (ANTARA) - Peneliti Bidang Hukum The Indonesian Institute (TII) Christina Clarissa Intania mengatakan bahwa pesan yang disampaikan petinggi agama Katolik, Paus Fransiskus, selama di Indonesia harus diterapkan agar kunjungan apostoliknya itu tidak menjadi perayaan seremonial sesaat.

“Paus Fransiskus telah memberikan pelajaran berharga selama perjalanannya di Indonesia, termasuk pesan tentang pentingnya inklusi dan menjaga kelestarian alam. Maka dari itu, kunjungan Paus Fransiskus jangan sampai hanya dianggap sebagai perayaan seremonial sesaat,” kata Christina dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.

Baca juga: Paus Fransiskus: Jangan lelah membangun perdamaian di Nusantara

Seluruh lapisan masyarakat, termasuk pemerintah dan pemuka agama, menurut dia, perlu memiliki kesadaran bersama untuk memelihara keberagaman serta saling menghargai dan menjaga kebebasan beragama, seperti semangat bhinneka tunggal ika yang juga diapresiasi Paus Fransiskus.

“Pemerintah harus tetap menjamin kebebasan beragama dan berkeyakinan lewat kebijakan-kebijakan dan usaha penegakan hukumnya. Para pemuka agama juga perlu membawa umatnya untuk bisa menerima perbedaan dan menghindari radikalisme,” katanya.

Menurut Christina, Paus Fransiskus berhasil menyampaikan pesan bahwa dialog dan saling menghormati merupakan kunci hidup damai bersama. Hal itu ditekankan Paus lewat kata-kata dalam pidato maupun juga gerak laku selama kunjungan di Indonesia.

Baca juga: Presiden: Kunjungan Sri Paus miliki pesan kuat rayakan perbedaan

Dalam pidatonya saat berkunjung ke Masjid Istiqlal, imbuh Christina, Paus menyampaikan pandangan bahwa rumah ibadat merupakan ruang dialog untuk saling menghormati dan hidup damai, di samping menjadi tempat mencari keberadaan Tuhan.

Kemudian, dalam pidatonya di Istana Negara, Paus menekankan masyarakat harus bisa melawan ekstrimisme dan intoleransi yang mengatasnamakan agama. Oleh karena itu, Christina menilai Paus juga berhasil menyoroti kondisi yang ada di Indonesia.

“Pesan Paus ini juga sejalan dengan penelitian TII yang menjelaskan bahwa cikal bakal adanya konflik di level masyarakat terkait rumah ibadah, salah satunya adalah masih adanya kelompok yang intoleran atau belum memahami nilai-nilai keberagaman dan kebebasan dalam beragama dan berkeyakinan,” ucap dia.

Baca juga: Paus Fransiskus sampaikan dua pesan utama untuk masyarakat Indonesia

Paus Fransiskus merupakan pemimpin Gereja Katolik ketiga yang mengunjungi Indonesia, setelah Paus Paulus IV pada 1970 dan Paus Yohanes Paulus II pada 1989. Paus Fransiskus tiba di Indonesia pada Selasa (3/9) dan mengakhiri lawatannya pada Jumat (6/9).

Paus Fransiskus melakukan perjalanan apostolik ke kawasan Asia-Pasifik selama 3–13 September 2024 untuk mengunjungi empat negara, yakni Indonesia, Papua Nugini, Timor Leste, dan Singapura.

Baca juga: Paus nilai Masjid Istiqlal bukti moderasi beragama Indonesia
Baca juga: Imam Besar Nasaruddin: Masjid Istiqlal juga rumah untuk kemanusiaan