OJK: Pengaturan batas gaji pekerja program pensiun tambahan tunggu PP
6 September 2024 18:06 WIB
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Ogi Prastomiyono. ANTARA/Martha Herlinawati Simanjuntak
Jakarta (ANTARA) - Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Ogi Prastomiyono mengatakan, pengaturan mengenai batas gaji pekerja yang akan dikenakan program pensiun tambahan masih menunggu penerbitan Peraturan Pemerintah (PP).
“Isu terkait ketentuan batas pendapatan berapa yang kena wajib program pensiun tambahan itu belum ada, karena PP belum diterbitkan,” kata Ogi dalam konferensi pers Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) Agustus 2024 di Jakarta, Jumat.
Ide mengenai program pensiun tambahan merupakan bagian dari amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).
Pada Pasal 189 Ayat (4), disebutkan bahwa Pemerintah bisa melaksanakan program pensiun tambahan yang bersifat wajib di luar program jaminan hari tua (JHT) dan jaminan pensiun yang merupakan bagian dari sistem jaminan sosial nasional.
Pengenaan itu diselenggarakan secara kompetitif bagi pekerja dengan penghasilan tertentu dengan tujuan untuk meningkatkan perlindungan hari tua dan memajukan kesejahteraan umum.Ketentuan itu kemudian direspons oleh OJK.
Dalam Buku Peta Jalan Pengembangan dan Penguatan Dana Pensiun Indonesia 2024-2028, OJK menyatakan program pensiun tambahan itu merupakan upaya meningkatkan replacement ratio sesuai rekomendasi minimum Organisasi Ketenagakerjaan Internasional (International Labour Organization/ILO), yakni sebesar 40 persen dari penghasilan terakhir pekerja sebelum pensiun.
Ogi mengakui sudah ada sejumlah program pensiun yang berjalan saat ini, seperti Jaminan Pensiun dari BPJS Ketenagakerjaan serta Program Pensiun oleh PT TASPEN (Persero) dan PT ASABRI (Persero).
Namun, OJK mencatat, manfaat yang diterima oleh pensiunan di Indonesia saat ini relatif kecil di kisaran 10-15 persen dari penghasilan terakhir saat menjadi pekerja aktif. Artinya, masih ada gap yang perlu dikejar untuk memenuhi standar ILO.
Akan tetapi, sebagaimana yang diatur dalam UU P2SK, ketentuan lebih lanjut mengenai harmonisasi seluruh program pensiun akan diatur dalam PP setelah mendapat persetujuan dari DPR.
Dalam konteks itu, OJK berperan sebagai pengawas kebijakan.
“OJK dalam kapasitas sebagai pengawas untuk melakukan harmonisasi program pensiun yang diamanatkan dalam UU P2SK. Dalam hal ini, kami masih menunggu bentuk PP terkait harmonisasi program pensiun. Kami belum bisa bertindak lebih lanjut sebelum PP diterbitkan,” ujar Ogi.
Baca juga: OJK sebut akumulasi dana pensiun berpotensi capai 20 persen dari PDB
Baca juga: OJK proyeksikan aset dana pensiun tumbuh 10-12 persen pada 2024
Baca juga: OJK menerapkan reformasi industri asuransi dan dana pensiun
“Isu terkait ketentuan batas pendapatan berapa yang kena wajib program pensiun tambahan itu belum ada, karena PP belum diterbitkan,” kata Ogi dalam konferensi pers Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) Agustus 2024 di Jakarta, Jumat.
Ide mengenai program pensiun tambahan merupakan bagian dari amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).
Pada Pasal 189 Ayat (4), disebutkan bahwa Pemerintah bisa melaksanakan program pensiun tambahan yang bersifat wajib di luar program jaminan hari tua (JHT) dan jaminan pensiun yang merupakan bagian dari sistem jaminan sosial nasional.
Pengenaan itu diselenggarakan secara kompetitif bagi pekerja dengan penghasilan tertentu dengan tujuan untuk meningkatkan perlindungan hari tua dan memajukan kesejahteraan umum.Ketentuan itu kemudian direspons oleh OJK.
Dalam Buku Peta Jalan Pengembangan dan Penguatan Dana Pensiun Indonesia 2024-2028, OJK menyatakan program pensiun tambahan itu merupakan upaya meningkatkan replacement ratio sesuai rekomendasi minimum Organisasi Ketenagakerjaan Internasional (International Labour Organization/ILO), yakni sebesar 40 persen dari penghasilan terakhir pekerja sebelum pensiun.
Ogi mengakui sudah ada sejumlah program pensiun yang berjalan saat ini, seperti Jaminan Pensiun dari BPJS Ketenagakerjaan serta Program Pensiun oleh PT TASPEN (Persero) dan PT ASABRI (Persero).
Namun, OJK mencatat, manfaat yang diterima oleh pensiunan di Indonesia saat ini relatif kecil di kisaran 10-15 persen dari penghasilan terakhir saat menjadi pekerja aktif. Artinya, masih ada gap yang perlu dikejar untuk memenuhi standar ILO.
Akan tetapi, sebagaimana yang diatur dalam UU P2SK, ketentuan lebih lanjut mengenai harmonisasi seluruh program pensiun akan diatur dalam PP setelah mendapat persetujuan dari DPR.
Dalam konteks itu, OJK berperan sebagai pengawas kebijakan.
“OJK dalam kapasitas sebagai pengawas untuk melakukan harmonisasi program pensiun yang diamanatkan dalam UU P2SK. Dalam hal ini, kami masih menunggu bentuk PP terkait harmonisasi program pensiun. Kami belum bisa bertindak lebih lanjut sebelum PP diterbitkan,” ujar Ogi.
Baca juga: OJK sebut akumulasi dana pensiun berpotensi capai 20 persen dari PDB
Baca juga: OJK proyeksikan aset dana pensiun tumbuh 10-12 persen pada 2024
Baca juga: OJK menerapkan reformasi industri asuransi dan dana pensiun
Pewarta: Imamatul Silfia
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2024
Tags: