Bandarlampung (ANTARA) - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) melakukan pemantauan menjalang pelaksanaan Pilkada Serentak 2024 di Provinsi Lampung.

"Ada beberapa konsentrasi kami dalam melakukan pemantauan pilkada di Lampung. Dan kami juga selama di Lampung sudah bertemu dengan pemerintah daerah, penyelenggara pemilu dan pengawas pemilu guna membicarakan terkait fokus Komnas HAM," kata kata Komisioner Komnas Hak Asasi Manusia (HAM) Anis Hidayah, di Bandarlampung, Kamis.

Dia pun menambahkan bahwa yang menjadi fokus Komnas HAM pada Pilkada Serentak 2024 yakni pemenuhan hak pilih kelompok rentan, pencegahan konflik sosial, netralitas aparatur sipil negara (ASN) dan Kebebasan berpendapat dan berekspresi.

"Terkait hak pilih, ada 18 kelompok rentan yang kami pantau. Di Lampung fokus kami lada disabilitas, pemilih pemula dan penyitas konflik sosial," kata dia.

Menurutnya, hak atas informasi bagi kelompok rentan di Lampung masih terbatas, dan masyarakat yang tinggal di hutan register di kabupaten Mesuji yang tidak diakui sebagai penduduk rentan kehilangan hak pilihnya.

"Kasus ini sampai sekarang masih belum ada solusi dari pemerintah daerah (Kabupaten Mesuji) dan penyelenggara pemilu untuk memfasilitasi pemilih yang berada di area hutan register," kata dia.

Kemudian terkait disabilitas, lanjut dia, meskipun KPU sudah memiliki data mereka, namun pihak penyelenggara belum ada data klasifikasi pemilih kelompok rentan lainnya.

"Misal berapa jumlah nelayan, petani dan pemilih pemula, bagaimana KPU memastikan hak pilihnya terpenuhi dalam pilkada. Karena kelompok rentan ini berpotensi kehilangan suaranya," kata dia.

Terlebih, lanjut dia, Tempat Pemungutan Suara (TPS) lokasi khusus hanya tersedia di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dan Rumah Tahanan (Rutan) yang berbasis pada permintaan.

"Tetapi di hutan register hal itu tidak difasilitasi sehingga hal ini mungkin akan jadi permasalahan pada November nanti," kata dia.

Kemudian, lanjut dia, Komnas HAM juga mengamati, persoalan kebebasan berpendapat dan berekspresi, dimana terdapat masyarakat merasa tidak aman dalam menyampaikan pendapat, terutama kritik terhadap pemerintah.

",Sejumlah aktivis, mahasiswa dan jurnalis menerima ancaman, intimidasi dalam menyampaikan pendapat, terutama kritik terhadap pemerintah. Adanya kriminalisasi terhadap sejumlah aktivis yang melakukan pembelaan terhadap petani (UU perkebunan). Ini cukup bahaya karena kontestasi pilkada sudah seharusnya membuka ruang publik seluas-luasnya pun demikian dengan kritik," kata dia.

Kemudian tentang netralitas ASN, Anis Hidayah mengatakan bahwa tingkat pemahaman pemerintah daerah terkait netralitas aparat sipil negara masih minim.

"Dari 15 Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung terdapat beberapa pasangan calon (Paslon) yang mempunyai hubungan keluarga dengan incumbent yang rentan adanya penyalahgunaan kekuasaan," kata dia.

Menurutnya, netralitas aparat bisa dalam bentuk kebijakan, penyalahgunaan kewenangan dan penggunaan anggaran.

"Tiga aspek itu bisa saja terjadi penyalahgunaan oleh pihak yang memiliki kekuasaan dan hubungan para kandidat dengan ASN. Inilah pentingnya masyarakat memastikan seluruh anggaran daerah tidak dipakai untuk memenangkan pihak calon tertentu," kata dia.