PLN tingkatkan co-firing biomassa PLTU Jeranjang hingga 14 persen
5 September 2024 21:48 WIB
Dua pekerja memeriksa biomassa untuk bahan bakar substitusi batu bara (co-firing) di stockpile biomassa PLTU Jeranjang di Lombok, Nusa Tenggara Barat, Kamis (5/9/2024). ANTARA/Faisal Yunianto
Lombok, NTB (ANTARA) - PT PLN Indonesia Power, Subholding PT PLN (Persero), secara bertahap meningkatkan penggunaan teknologi substitusi batu bara dengan biomassa (co-firing) di Unit Bisnis Pembangkitan (UBP) PLTU Jeranjang di Lombok, NTB, dari 7 persen saat ini menjadi sekitar 14 persen pada tahun depan.
PLTU Jeranjang yang mempunyai kapasitas terpasang 3x25 megawatt (MW), saat ini merupakan salah satu pembangkit utama (backbone) dari sistem kelistrikan di Pulau Lombok.
"PLTU Jeranjang memasok sekitar 20 persen dari total kebutuhan listrik di Lombok," kata Manajer PLN Indonesia Power (IP) UBP Jeranjang Yunisetya Ariwibawa kepada media di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), Kamis.
Ariwibawa menyebutkan bahwa teknologi co-firing biomassa di PLTU Jeranjang mulai dilakukan uji bakar pada 2019 dengan metode RDF (refuse derived fuel).
Di tahun-tahun berikutnya hingga 2024 ini, penggunaan jenis biomassa digenjot dalam rangka mendukung program net zero emission (NZE) pemerintah pada 2060 dan target bauran energi nasional dari energi baru terbarukan (EBT) sebesar 23 persen pada 2025.
Oleh karena itu, biomassa yang digunakan untuk co-firng di PLTU Jeranjang kini diperbanyak jenisnya, termasuk dengan memakai SRF (solid recovered fuel) atau pelet sampah, pelet kayu (woodchip) dan serbuk gergaji (sawdust).
Dikatakannya, selama kurang lebih lima tahun implementasi teknologi co-firing di PLTU Jeranjang, PLN IP juga mencatat ada peningkatan pendapatan ketika terjadi penambahan persentase co-firing.
Apabila diskemakan menggunakan asumsi kontrak PJBTL Subholding, terdapat penambahan pendapatan sebesar Rp45,33 miliar ketika terjadi penambahan co-firing sebesar 5 persen dan terdapat pula keuntungan dari selisih dari harga biomassa dan batu bara.
Menurut Asisten Manager Energi Primer PLTU Jeranjang Ribut Handoyo, dengan menaikkan persentase co-firing dan menyelesaikan kendala-kendala operasionalnya, perusahaan dapat meningkatkan pendapatan dan mendukung program NZE.
"Tak hanya itu, keberlanjutan (sustainability) PLTU Jeranjang pun semakin meningkat, sekaligus mengimplementasikan visi misi perusahaan," ujar Ribut.
Di sisi lain, juga terdapat benefit sosial, seperti meningkatkan keekonomian rakyat, membuka lapangan kerja baru, pemanfaatan lahan kering untuk hutan energi dan menurunkan emisi karbon CO2 (dekarbonisasi), tambahnya.
Pada kesempatan yang sama, Ganis Nugraheni Purnamawati, Manajer Stakeholder Management and Investor Relation PT PLN Indonesia Power, mengatakan untuk mengejar target bauran EBT 23 persen pada 2025, pihaknya melakukan akselerasi proyek-proyek EBT d Indonesia seperti pembangkit surya (PLTS), mikro hidro, dan pembangkit angin (bayu).
"Selain itu, penerapan co-firing di pembangkit batu bara juga digenjot dengan menggunakan berbagai jenis biomassa seperti woodchip, sawdust, pelet sampah dan limbah uang kertas, seperti yang diterapkan di PLTU Jeranjang Lombok," katanya.
Kapasitas terpasang sistem kelistrikan Pulau Lombok saat ini mencapai 360 MW, dengan beban puncaknya mencapai 320 MW.
Selain dari PLTU Jeranjang 75 MW, sistem kelistrikan Lombok juga dipasok dari PLTGMU Lombok Peaker 150 MW, PLTU IPP (swasta) 50 MW dan sisanya dari PLTS dan pembangkit diesel.
Baca juga: PLN tekankan pentingnya co-firing biomassa dalam keberlanjutan energi
Baca juga: PLN sebut cofiring biomassa PLTU ciptakan kegiatan ekonomi baru
Baca juga: Pelet sampah mampu bangkitkan PLTU Jeranjang di Lombok Barat
PLTU Jeranjang yang mempunyai kapasitas terpasang 3x25 megawatt (MW), saat ini merupakan salah satu pembangkit utama (backbone) dari sistem kelistrikan di Pulau Lombok.
"PLTU Jeranjang memasok sekitar 20 persen dari total kebutuhan listrik di Lombok," kata Manajer PLN Indonesia Power (IP) UBP Jeranjang Yunisetya Ariwibawa kepada media di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), Kamis.
Ariwibawa menyebutkan bahwa teknologi co-firing biomassa di PLTU Jeranjang mulai dilakukan uji bakar pada 2019 dengan metode RDF (refuse derived fuel).
Di tahun-tahun berikutnya hingga 2024 ini, penggunaan jenis biomassa digenjot dalam rangka mendukung program net zero emission (NZE) pemerintah pada 2060 dan target bauran energi nasional dari energi baru terbarukan (EBT) sebesar 23 persen pada 2025.
Oleh karena itu, biomassa yang digunakan untuk co-firng di PLTU Jeranjang kini diperbanyak jenisnya, termasuk dengan memakai SRF (solid recovered fuel) atau pelet sampah, pelet kayu (woodchip) dan serbuk gergaji (sawdust).
Dikatakannya, selama kurang lebih lima tahun implementasi teknologi co-firing di PLTU Jeranjang, PLN IP juga mencatat ada peningkatan pendapatan ketika terjadi penambahan persentase co-firing.
Apabila diskemakan menggunakan asumsi kontrak PJBTL Subholding, terdapat penambahan pendapatan sebesar Rp45,33 miliar ketika terjadi penambahan co-firing sebesar 5 persen dan terdapat pula keuntungan dari selisih dari harga biomassa dan batu bara.
Menurut Asisten Manager Energi Primer PLTU Jeranjang Ribut Handoyo, dengan menaikkan persentase co-firing dan menyelesaikan kendala-kendala operasionalnya, perusahaan dapat meningkatkan pendapatan dan mendukung program NZE.
"Tak hanya itu, keberlanjutan (sustainability) PLTU Jeranjang pun semakin meningkat, sekaligus mengimplementasikan visi misi perusahaan," ujar Ribut.
Di sisi lain, juga terdapat benefit sosial, seperti meningkatkan keekonomian rakyat, membuka lapangan kerja baru, pemanfaatan lahan kering untuk hutan energi dan menurunkan emisi karbon CO2 (dekarbonisasi), tambahnya.
Pada kesempatan yang sama, Ganis Nugraheni Purnamawati, Manajer Stakeholder Management and Investor Relation PT PLN Indonesia Power, mengatakan untuk mengejar target bauran EBT 23 persen pada 2025, pihaknya melakukan akselerasi proyek-proyek EBT d Indonesia seperti pembangkit surya (PLTS), mikro hidro, dan pembangkit angin (bayu).
"Selain itu, penerapan co-firing di pembangkit batu bara juga digenjot dengan menggunakan berbagai jenis biomassa seperti woodchip, sawdust, pelet sampah dan limbah uang kertas, seperti yang diterapkan di PLTU Jeranjang Lombok," katanya.
Kapasitas terpasang sistem kelistrikan Pulau Lombok saat ini mencapai 360 MW, dengan beban puncaknya mencapai 320 MW.
Selain dari PLTU Jeranjang 75 MW, sistem kelistrikan Lombok juga dipasok dari PLTGMU Lombok Peaker 150 MW, PLTU IPP (swasta) 50 MW dan sisanya dari PLTS dan pembangkit diesel.
Baca juga: PLN tekankan pentingnya co-firing biomassa dalam keberlanjutan energi
Baca juga: PLN sebut cofiring biomassa PLTU ciptakan kegiatan ekonomi baru
Baca juga: Pelet sampah mampu bangkitkan PLTU Jeranjang di Lombok Barat
Pewarta: Faisal Yunianto
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2024
Tags: