Jakarta (ANTARA News) - Kuasa hukum PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk OC Kaligis akan melaporkan pengusaha yang juga buron Kejaksaan, Djoko Tjandra, ke polisi karena menghalang-halangi eksekusi Gedung BRI II.

"Kita akan laporkan Djoko Tjandra atas manipulasi fakta untuk eksekusi Gedung BRI," katanya di Jakarta, Jumat.

Mahkamah Agung melalui putusan Peninjauan Kembali (PK) tertanggal 24 Juli 2013 memutuskan Gedung BRI Tower II sah milik PT BRI (Persero) Tbk dan saat ini tinggal dieksekusi.

Dia mengatakan, eksekusi harus tetap dilakukan karena putusan PK adalah putusan akhir sesuai Pasal 66 ayat 2 Undang-Undang (UU) Nomor 3 tahun 2009 perubahan kedua atas UU Nomor 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.

Pasal 66 ayat 2 UU tersebut mengatakan, perkara yang sudah mendapat putusan PK harus segera dieksekusi.

Dia menduga ada permainan mafia peradilan yang sengaja menunda-nunda pelaksanaan eksekusi mengingat nilai sewa gedung tersebut mencapai Rp50 miliar setiap bulan.

"Coba bayangkan Rp50 miliar dikalikan selama 12 bulan, hingga pelaksanaan eksekusi sengaja ditunda-tunda. Padahal gedung itu milik negara," kata Kaligis.

Dia menyebutkan manipulasi fakta lainnya adalah mengganti nama Djoko Tjandra atas kepemilikan perusahaan yang mengelola Gedung BRI Tower tersebut, PT Prima Generasi Pratama (PGP) menjadi PT MPPC.

"Hal itu sengaja dilakukan oleh Djoko Tjandra setelah menerima pemberitahuan isi putusan PK pada 18 Oktober 2013," tudingnya lagi.

Djoko Tjandra sampai sekarang belum diketahui keberadaannya setelah sempat muncul kabar dia beralih status kewarganegaraan Papua Nugini.

Kasusnya terkait cessie (hak tagih) Bank Bali yang bermula saat Bank BRI dan Dana Pensiun BRI menggugat PT MPPC atas pengelolaan dan pengembangan aset negara berupa BRI II di Jalan Sudirman, Jakarta Pusat.

Gugatan itu terkait dengan akta perjanjian Nomor 58 pada 11 April 1990 di mana tertuang bahwa dana pensiun BRI dan MPPC mengadakan perjanjian BOT atau pembangunan, pengelolaan, penyerahan kembali Gedung BRI II dengan jangka waktu 30 tahun.

Isi perjanjian itu terkait BRI akan mendapatkan bayaran sebesar 400 ribu dolar AS per tahun, sedangkan Dana Pensiun BRI melakukan perjanjian dengan MPPC yang dihadiri Djoko Tjandra pada 24 Mei 1992, namun pihak PT MPPC melakukan wanprestasi sehingga kasus bergulir ke pengadilan pada 2010.