Media sosial sebagai strategi penyampaian informasi terkait hepatitis
5 September 2024 18:15 WIB
Seorang demonstran dari gabungan organisasi peduli hepatitis menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung Kementerian Kesehatan, Jakarta, Senin (29/5/2023). ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/foc/pri.
Jakarta (ANTARA) - Konsultan gastroenterologi dan hepatologi dari Universitas Indonesia (UI) Prof. Dr. dr. Rino Alvani Gani, SpPD-KGEH mengatakan upaya penyebaran informasi dengan memanfaatkan media sosial dapat menjadi strategi dalam meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap penyakit hepatitis.
"Saya kira dalam hal ini tentu kita harus melihat tren penyebaran informasi di masyarakat di mana saat ini saya kira yang digunakan adalah media-media sosial," kata dia dalam sesi webinar diikuti di Jakarta, Kamis.
Pemanfaatan media sosial dan penyampaian informasi secara informal serta mengikuti tren, kata dia, bisa menjadi strategi mengedukasi publik terkait risiko infeksi penyakit hepatitis agar mereka lebih memerhatikan pentingnya deteksi dini serta pemeriksaan rutin.
"Apabila diberikan informasi-informasi yang formal biasanya (masyarakat) yang mengikuti hal tersebut sangat sedikit. Informasi tersebut seharusnya bisa informal, bisa mengikuti tren yang sudah ada sehingga dapat diserap oleh masyarakat," katanya.
Baca juga: Prevalensi hepatitis B dan C turun dalam beberapa tahun terakhir
Selain itu, Rino mengusulkan momentum hari bebas kendaraan bermotor (HBKB) atau car free day (CFD) dapat dimanfaatkan untuk melakukan sosialisasi agar informasi terkait dengan hepatitis dapat menjangkau masyarakat lebih luas.
"Saya kira hal ini yang paling mendekati masyarakat karena dalam waktu singkat bisa didapatkan atau bisa dilihat peserta yang cukup banyak," kata pakar dari Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UI itu.
Ia menekankan strategi penyampaian informasi tersebut tidak cukup dilakukan satu atau dua kali. Penyampaian secara rutin menjadi penting agar kesadaran publik terhadap penyakit hepatitis bisa semakin ditingkatkan.
"Memang harus diakui upaya ini tidak bisa dilakukan satu dua kali, karena kesadaran masyarakat ini harus diberikan penjelasan berkali-kali," katanya.
Ahli Madya Tim Kerja Hepatitis dan Penyakit Infeksi Saluran Pencernaan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Bunga Mayung Datu Linggi menyebutkan prevalensi kasus hepatitis B dan C di Indonesia menunjukkan penurunan dalam beberapa tahun terakhir.
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), prevalensi hepatitis B untuk semua umur pada 2013 di angka 7,1 persen. Pada 2023, angka tersebut turun menjadi 2,4 persen. Penurunan juga terjadi pada kasus hepatitis B di usia balita dari 4,2 persen pada 2013 menjadi 0,1 persen pada 2023.
Penurunan juga terjadi pada prevalensi hepatitis C. Berdasarkan data Riskesdas dan WHO, tingkat prevalensi hepatitis C di semua umur turun dari 1 persen pada 2013 menjadi 0,5 persen pada 2022.
Baca juga: Etana komitmen menyediakan vaksin dukung pemerintah atasi Hepatitis
Baca juga: Tingkatkan kesadaran global lewat Hari Internasional Hepatitis
"Saya kira dalam hal ini tentu kita harus melihat tren penyebaran informasi di masyarakat di mana saat ini saya kira yang digunakan adalah media-media sosial," kata dia dalam sesi webinar diikuti di Jakarta, Kamis.
Pemanfaatan media sosial dan penyampaian informasi secara informal serta mengikuti tren, kata dia, bisa menjadi strategi mengedukasi publik terkait risiko infeksi penyakit hepatitis agar mereka lebih memerhatikan pentingnya deteksi dini serta pemeriksaan rutin.
"Apabila diberikan informasi-informasi yang formal biasanya (masyarakat) yang mengikuti hal tersebut sangat sedikit. Informasi tersebut seharusnya bisa informal, bisa mengikuti tren yang sudah ada sehingga dapat diserap oleh masyarakat," katanya.
Baca juga: Prevalensi hepatitis B dan C turun dalam beberapa tahun terakhir
Selain itu, Rino mengusulkan momentum hari bebas kendaraan bermotor (HBKB) atau car free day (CFD) dapat dimanfaatkan untuk melakukan sosialisasi agar informasi terkait dengan hepatitis dapat menjangkau masyarakat lebih luas.
"Saya kira hal ini yang paling mendekati masyarakat karena dalam waktu singkat bisa didapatkan atau bisa dilihat peserta yang cukup banyak," kata pakar dari Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UI itu.
Ia menekankan strategi penyampaian informasi tersebut tidak cukup dilakukan satu atau dua kali. Penyampaian secara rutin menjadi penting agar kesadaran publik terhadap penyakit hepatitis bisa semakin ditingkatkan.
"Memang harus diakui upaya ini tidak bisa dilakukan satu dua kali, karena kesadaran masyarakat ini harus diberikan penjelasan berkali-kali," katanya.
Ahli Madya Tim Kerja Hepatitis dan Penyakit Infeksi Saluran Pencernaan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Bunga Mayung Datu Linggi menyebutkan prevalensi kasus hepatitis B dan C di Indonesia menunjukkan penurunan dalam beberapa tahun terakhir.
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), prevalensi hepatitis B untuk semua umur pada 2013 di angka 7,1 persen. Pada 2023, angka tersebut turun menjadi 2,4 persen. Penurunan juga terjadi pada kasus hepatitis B di usia balita dari 4,2 persen pada 2013 menjadi 0,1 persen pada 2023.
Penurunan juga terjadi pada prevalensi hepatitis C. Berdasarkan data Riskesdas dan WHO, tingkat prevalensi hepatitis C di semua umur turun dari 1 persen pada 2013 menjadi 0,5 persen pada 2022.
Baca juga: Etana komitmen menyediakan vaksin dukung pemerintah atasi Hepatitis
Baca juga: Tingkatkan kesadaran global lewat Hari Internasional Hepatitis
Pewarta: Farhan Arda Nugraha
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2024
Tags: