Banda Aceh (ANTARA News) - Sejumlah calon legislatif dan partai politik memprotes pelaksanaan Pemilu Legislatif 9 April 2014 di Aceh karena dinilai terjadi kecurangan.

Indikasi kecurangan yang diprotes itu misalnya saat pencoblosan hingga ke penghitungan suara di tingkat Komisi Independen Pemilihan (KIP) kabupaten dan kota, seperti di Aceh Utara, Sabang, Pidie, dan Aceh Timur.

Rekapitulasi suara melalui sidang pleno KIP di beberapa kabupaten dan kota di Aceh, termasuk KIP provinsi masih saja diwarnai protes baik dilakukan secara pribadi maupun partai politik.

Ketua Umum DPP Partai Nasional Aceh (PNA) Irwansyah mengatakan pihaknya menolak hasil Pemilu Legislatif 2014 karena dinilai sarat pelanggaran dan kecurangan yang melibatkan pihak penyelenggara pesta demokrasi di daerah itu.

Sementara di Kabupaten Simeuleu, sembilan partai politik nasional dan lokal yakni Partai Damai Aceh, Partai Aceh dan Partai Nasional Aceh (partai lokal), PKB, PDI Perjuangan, PPP, Partai Hanura, Golkar dan PBB juga menolak hasil Pemilu Legislatif 9 April 2014.

Contoh lain, KIP terpaksa menunda rekapitulasi suara DPR Aceh dari Kabupaten Pidie disebabkan perbedaan data antara penyelenggara pemilu dan saksi partai.

"Rapat pleno rekapitulasi suara DPR Aceh untuk Kabupaten Pidie ditunda untuk sementara hingga ada pencocokan data dari saksi dan Bawaslu," kata Robby Syah Putra.

Penundaan itu berawal ketika saksi Partai Nasdem Teuku Banta Syahrial mempermasalahkan adanya dugaan penggelembungan suara DPR Aceh di Kabupaten Pidie.

Menurut dia, ada perbedaan suara antara data saksi Partai Nasdem dan hasil rekapitulasi KIP Pidie. Data berbeda itu juga dimiliki Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Aceh.

"Karena itu, dalam rapat pleno ini perlu pencocokan data antara milik Bawaslu, saksi, dan KIP Pidie. Pencocokan ini untuk memastikan mana yang keliru dan yang keliru ini perlu diperbaiki," kata Teuku Banta Syahrial.

Sebelumnya, saksi Partai Nasdem pernah menyampaikan keberatannya saat rekapitulasi suara di KIP Pidie. Keberatan ini juga disampaikan ke KIP Aceh secara tertulis.

Sementara itu, Ketua Bawaslu Aceh Asqalani menegaskan pihaknya tetap merekomendasikan pencocokan atau perbaikan rekapitulasi suara DPR Aceh dari KIP Pidie.

"Kami tetap pada keputusan agar rekomendasi pencocokan hasil rekapitulasi suara KIP Pidie dengan data saksi dan data dari Bawaslu," ujar Asqalani.

Tidak hanya partai politik, namun protes atas tahapan pelaksanaan pemilu juga disampaikan calon anggota Dewan Perwakilan Daerah yang juga menilai telah terjadi pelanggaran.

Calon anggota DPD asal Aceh, Anwar, melaporkan berbagai kecurangan pemilu ke Bawaslu provinsi itu. Laporan itu disampaikan melalui kuasa hukumnya yakni Safaruddin.

"Laporan ini kami sampaikan karena banyak kecurangan yang ditemukan klien kami dalam proses Pemilu Legislatif 9 April 2014," kata Safaruddin.

Ia menyebutkan ada beberapa objek laporan yang disampaikan ke Bawaslu, di antaranya intervensi pemerintah daerah terhadap hasil pemilu.

Kemudian, ada calon legislatif DPD berkampanye mendompleng partai politik. Padahal, aturan menegaskan caleg DPR tidak berkampanye terbuka dengan partai politik.

"Tindakan ini melanggar Peraturan KPU Nomor 1 Tahun 2013 juncto Peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2013 tentang pedoman pelaksanaan kampanye pemilihan umum legislatif," kata Safaruddin.

Begitu juga dengan independensi penyelenggara, kata dia, kliennya menilai tidak netral karena diduga banyak terjadi penggelembungan suara, surat suara yang sudah dicoblos, serta berbagai kecurangan lainnya, termasuk politik uang.


Polemik Rekapitulasi

Gubernur Aceh Zaini Abdullah mengharapkan semua pihak tidak berpolemik terkait rekapitulasi penghitungan suara Pemilu Legislatif yang sedang berlangsung di sejumlah daerah di provinsi itu.

"Karena itu, saya mengajak semua pihak mengedepankan asas kebaikan untuk menghindari munculnya konflik baru di Aceh. Dan semua komponen diimbau untuk menjaga kedamaian," kata Zaini Abdullah.

Gubernur Aceh mengajak semua komponen untuk terus menjaga kedamaian sekaligus sabar menunggu hasil pengumuman dan tahapan pleno penghitungan suara hingga di tingkat Komisi Pemilihan Umum (KPU) nantinya.

Selain itu, Zaini Abdullah juga meminta agar semua pihak tidak anarkis, harus menjaga kebersamaan agar tidak menimbulkan perpecahan. Dan yang terpenting taat hukum.

"Semua kita harus taat hukum. Menunggu hasil perhitungan yang sah dari penyelenggara pemilu. Jadi, tidak perlu ada polemik dalam rekapitulasi suara ini," kata Gubernur.

Gubernur juga mengucapkan terima kasih atas peranan semua masyarakat yang telah datang ke tempat pemungutan suara yang tersebar di 10.839 tempat di seluruh Aceh.

"Peran aktif masyarakat memilih wakil rakyat di DPR-RI, DPD-RI, DPR Aceh hingga DPRK, akan menentukan masa depan Aceh untuk lima tahun mendatang," kata dia.

Menurut dia, dengan partisipasi besar rakyat Aceh, selain bisa membawa perubahan bagi bangsa dan negara, juga menumbuhkembangkan kesadaran warga menyalurkan hal politiknya di hajatan lima tahun sekali tersebut.

Rekapitulasi surat suara, kata Zaini Abdullah, sudah berjalan secara dinamis, secara bertahap mulai dari tingkat gampong, kecamatan hingga KIP Aceh saat ini.

"Rakyat Aceh sudah memberikan pilihan sesuai dengan hati nuraninya. Apa pun hasilnya, harus dijunjung tinggi. Hindari hal-hal yang merusak benih-benih persatuan serta mengganggu proses penguatan demokrasi di Aceh," katanya.

Aktivis kampus juga memberi penilaian bahwa pelaksanaan pemilu di provinsi berpenduduk sekitar 5 juta jiwa itu belum berjalan dengan baik karena masih ditemukan adanya kecurangan.

"Disayangkan masih ada kecurangan. Masih ada praktik penggelembungan suara, intimidasi, politik uang, penyalahgunaan A5, bahkan kecurangan dilakukan oleh KPPS," kata Menteri Politik, Hukum, dan Keamanan BEM Unsyiah Ikhwan Reza.

Masalah kecurangan dalam tahapan pemilu dari masa kampanye, pencoblosan sampai penghitungan suara itu haruslah segera diusut hingga tuntas, katanya.

"Para pelaku kecurangan harus segera ditindak oleh pihak terkait, bahkan jika terbukti yang bersangkutan harus didiskualifikasi. Karena sudah berani menipu rakyat, apalagi ketika nanti sudah duduk di legislatif," kata Ikhwan Reza.

Kepada KIP, ia juga berharap agar lembaga ini benar-benar transparan dalam penghitungan suara kepada publik. Selama ini, KIP di beberapa kabupaten dan kota terkesan kurang transparan sehingga menimbulkan kecurigaan masyarakat.

Bawaslu Aceh kini menangani sebanyak 47 pelanggaran Pemilu Legislatif yang terjadi pada hari pemungutan suara 9 April 2014.

"Sebanyak 47 pelanggaran pada hari pemungutan dan penghitungan suara. Semua temuan pelanggaran ini sedang ditindaklanjuti," kata Ketua Bawaslu Aceh Asqalani.

Pelanggaran itu terjadi di 16 dari 23 kabupaten/kota di Provinsi Aceh. Pelanggaran terbanyak berupa pengurangan surat suara dengan 11 kasus.

Kemudian, pelanggaran netralitas penyelenggara pemilu ada tujuh kasus. Pelanggaran waktu pembukaan TPS ada lima kasus, kekerasan intimidasi, dan surat suara tertukar atau hilang masing-masing tiga kasus.

Berikutnya surat suara sudah tercoblos, pelanggaran pergerakan surat suara, pelanggaran penutupan TPS, pemilih siluman, dan pelanggaran logistik pemilu masing-masing dua kasus.

Kemudian penyalahgunaan surat suara, KPPS tidak disumpah, memilih sebelum waktunya, pelanggaran terhadap pemilih disabilitas atau penyandang catat, KPPS tidak memberikan salinan C1, serta pelanggaran alat peraga kampanye masing-masing satu kasus.

Jika ada pihak yang merasa tidak puas dengan hasil Pemilu Legislatif, mungkin itu bukan karena mereka kecewa disebabkan tidak terpilih, namun kekecewaan tersebut diperkirakan juga muncul karena pesta demokrasi itu tidak berjalan seperti diharapkan.

Mungkinkah juga, rumus pemilu jujur, adil dan rahasia belum bisa berlaku di Aceh karena provinsi tersebut masih menyandang "status transisi" setelah dilanda konflik bersenjata dan bencana tsunami. (A042/KWR)