IPOSS sebut sawit perlu diperjuangkan demi meningkatkan perekonomian
5 September 2024 15:43 WIB
Dewan Pengawas Indonesia Palm Oil Strategic Studies (IPOSS) Darmin Nasution (kanan), menyerahkan buku berjudul "Sawit, Anugerah Yang Perlu Diperjuangkan" kepada Direktur Utama BPDPKS Eddy Abdurrachman di Jakarta, Kamis (5/9/2024). ANTARA/Harianto
Jakarta (ANTARA) - Dewan Pengawas Indonesia Palm Oil Strategic Studies (IPOSS) Darmin Nasution mengatakan bahwa komoditi sawit perlu diperjuangkan demi meningkatkan perekonomian utamanya 16 juta pekerja kaum petani di Indonesia yang menggantungkan hidupnya dari industri tersebut.
"Masyarakat Indonesia mungkin 16 juta hidup berasal dari komoditi ini, sehingga kalau dibilang layak untuk diperjuangkan, memang layak diperjuangkan. Aneh kalau kita kemudian tidak memperjuangkan ini," kata Darmin dalam peluncuran buku berjudul 'Sawit, Anugerah Yang Perlu Diperjuangkan' di Jakarta, Kamis.
IPOSS meluncurkan sebuah buku berjudul "Sawit, Anugerah Yang Perlu Diperjuangkan", tentang sejarah sawit, potensi, serta pentingnya perjuangan dalam pengelolaannya secara berkelanjutan.
"Buku ini sangat penting mengingat sepanjang rantai pasok industri sawit melibatkan sekitar 16 juta pekerja utamanya kaum petani yang menggantungkan hidupnya dari industri ini," ujarnya.
Menurutnya, Indonesia patut bersyukur diberikan anugerah berupa alam yang subur hingga pohon sawit terus bertumbuh kembang di tanah air, lebih baik dari pada lokasi asalnya di Afrika.
Darmin menyampaikan bahwa Indonesia saat ini menjelma sebagai produsen minyak mentah sawit terbesar dunia seusia melalui berbagai upaya kerja keras semua pihak dan episode perjalanan yang panjang.
Menurutnya, sumbangsih sawit dalam perekonomian nasional tidak bisa dipandang sebelah mata. Tumbuhan yang berasal dari Afrika tersebut kini menghidupi lebih dari 16 juta warga negara Indonesia, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Kemajuan hilirisasi produk sawit, lanjut Darmin, saat ini turut berperan sebagai pengungkit perputaran roda perekonomian di berbagai daerah.
"Oleh karenanya, salah langkah dalam mengeluarkan kebijakan akan berdampak buruk pada kesejahteraan masyarakat sepanjang rantai pasok," ujarnya.
Dia menuturkan, kemajuan hilirisasi sawit telah menghasilkan berbagai produk turunannya yang sudah mencapai 179 jenis (2023). Selain menjadi bagian penting dalam kebutuhan pangan, sawit juga banyak digunakan untuk kosmetik, bahan kesehatan hingga biodiesel.
"Yang paling mutakhir, ke depan sawit memiliki potensi besar sebagai bahan baku bioavtur bagi dunia penerbangan, sehingga mendukung komitmen Indonesia menuju net zero emision 2060," ucapnya.
Lebih lanjut, Darmin mengatakan bahwa Indonesia memiliki prospek sebagai produsen renewable energy terbesar karena dikarunia sumber bahan baku yang melimpah dari sawit.
"Namun, prestasi Indonesia saat ini sebagai produsen terbesar minyak sawit dunia tidak digapai dengan mudah.
Dia menilai, industri sawit Indonesia telah melalui episode perjalanan yang panjang dengan pasang-surut. Misalnya pada tahun 2011, ketika terjadi oversupply CPO dari Indonesia, yang tidak diimbangi daya serap pasar global menyebabkan ambrukya harga CPO.
Kemudian pada tahun 2011 perdagangan Indonesia masih sempat surplus 26,1 miliar dolar AS. Namun tahun berikutnya justru berbalik defisit 1,7 miliar dolar AS antara lain sebagai dampak ambruknya harga CPO dunia.
Menurut dia, dampak langsung yang dirasakan adalah menurunnya harga TBS (Tandan Buah Segar), yang pada gilirannya menggerus kesejahteraan para petani sawit di berbagai daerah.
"Pelajaran yang dipetik adalah pentingnya kebijakan yang bisa menyeimbangkan antara supply dan demand. Perlu diciptakan sumber permintaan (konsumsi) yang akan memastikan harga CPO stabil," imbuh Darmin.
Ia mengungkapkan, untuk menciptakan sumber permintaan, hilirisasi pada industri sawit perlu terus diperluas, terutama untuk kebutuhan produksi pagan dan energi terbarukan (renewable energy), termasuk yang sedang berjalan adalah mandatory campuran biodiesel.
Baca juga: Menlu sebut negara-negara Afrika tertarik dengan industri kelapa sawit
Baca juga: Produsen CPO berkomitmen pemberdayaan masyarakat di Merauke
"Masyarakat Indonesia mungkin 16 juta hidup berasal dari komoditi ini, sehingga kalau dibilang layak untuk diperjuangkan, memang layak diperjuangkan. Aneh kalau kita kemudian tidak memperjuangkan ini," kata Darmin dalam peluncuran buku berjudul 'Sawit, Anugerah Yang Perlu Diperjuangkan' di Jakarta, Kamis.
IPOSS meluncurkan sebuah buku berjudul "Sawit, Anugerah Yang Perlu Diperjuangkan", tentang sejarah sawit, potensi, serta pentingnya perjuangan dalam pengelolaannya secara berkelanjutan.
"Buku ini sangat penting mengingat sepanjang rantai pasok industri sawit melibatkan sekitar 16 juta pekerja utamanya kaum petani yang menggantungkan hidupnya dari industri ini," ujarnya.
Menurutnya, Indonesia patut bersyukur diberikan anugerah berupa alam yang subur hingga pohon sawit terus bertumbuh kembang di tanah air, lebih baik dari pada lokasi asalnya di Afrika.
Darmin menyampaikan bahwa Indonesia saat ini menjelma sebagai produsen minyak mentah sawit terbesar dunia seusia melalui berbagai upaya kerja keras semua pihak dan episode perjalanan yang panjang.
Menurutnya, sumbangsih sawit dalam perekonomian nasional tidak bisa dipandang sebelah mata. Tumbuhan yang berasal dari Afrika tersebut kini menghidupi lebih dari 16 juta warga negara Indonesia, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Kemajuan hilirisasi produk sawit, lanjut Darmin, saat ini turut berperan sebagai pengungkit perputaran roda perekonomian di berbagai daerah.
"Oleh karenanya, salah langkah dalam mengeluarkan kebijakan akan berdampak buruk pada kesejahteraan masyarakat sepanjang rantai pasok," ujarnya.
Dia menuturkan, kemajuan hilirisasi sawit telah menghasilkan berbagai produk turunannya yang sudah mencapai 179 jenis (2023). Selain menjadi bagian penting dalam kebutuhan pangan, sawit juga banyak digunakan untuk kosmetik, bahan kesehatan hingga biodiesel.
"Yang paling mutakhir, ke depan sawit memiliki potensi besar sebagai bahan baku bioavtur bagi dunia penerbangan, sehingga mendukung komitmen Indonesia menuju net zero emision 2060," ucapnya.
Lebih lanjut, Darmin mengatakan bahwa Indonesia memiliki prospek sebagai produsen renewable energy terbesar karena dikarunia sumber bahan baku yang melimpah dari sawit.
"Namun, prestasi Indonesia saat ini sebagai produsen terbesar minyak sawit dunia tidak digapai dengan mudah.
Dia menilai, industri sawit Indonesia telah melalui episode perjalanan yang panjang dengan pasang-surut. Misalnya pada tahun 2011, ketika terjadi oversupply CPO dari Indonesia, yang tidak diimbangi daya serap pasar global menyebabkan ambrukya harga CPO.
Kemudian pada tahun 2011 perdagangan Indonesia masih sempat surplus 26,1 miliar dolar AS. Namun tahun berikutnya justru berbalik defisit 1,7 miliar dolar AS antara lain sebagai dampak ambruknya harga CPO dunia.
Menurut dia, dampak langsung yang dirasakan adalah menurunnya harga TBS (Tandan Buah Segar), yang pada gilirannya menggerus kesejahteraan para petani sawit di berbagai daerah.
"Pelajaran yang dipetik adalah pentingnya kebijakan yang bisa menyeimbangkan antara supply dan demand. Perlu diciptakan sumber permintaan (konsumsi) yang akan memastikan harga CPO stabil," imbuh Darmin.
Ia mengungkapkan, untuk menciptakan sumber permintaan, hilirisasi pada industri sawit perlu terus diperluas, terutama untuk kebutuhan produksi pagan dan energi terbarukan (renewable energy), termasuk yang sedang berjalan adalah mandatory campuran biodiesel.
Baca juga: Menlu sebut negara-negara Afrika tertarik dengan industri kelapa sawit
Baca juga: Produsen CPO berkomitmen pemberdayaan masyarakat di Merauke
Pewarta: Muhammad Harianto
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2024
Tags: