KPK temukan ketidaksesuaian teknologi e-KTP
24 April 2014 15:32 WIB
Ilustrasi--Seorang warga yang berprofesi sebagi polisi mengurus E-KTP di mobil pelayanan E-KTP keliling di Alun-alun, Malang, Jawa Timur, Kamis (18/10). (FOTO ANTARA/Ari Bowo Sucipto)
Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi menemukan ketidaksesuaian teknologi dalam pengadaan paket penerapan Kartu Tanda Penduduk berbasis nomor induk kependudukan secara elektronik (e-KTP) tahun anggaran 2011-2012 pada Kementerian Dalam Negeri.
"Misalnya saya kasih contoh, teknologi yang dipakai sesuai proposal adalah iris technology (pemindai retina), tapi kemudian yang banyak dilakukan selama ini menggunakan finger (jari). (Padahal) CPU-nya menggunakan teknologi iris," kata Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto di gedung KPK Jakarta, Kamis.
Kejanggalan lain menurut Bambang akan dijelaskan dalam surat dakwaan terhadap Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen dalam proyek tersebut, Sugiharto yang menjadi tersangka dalam kasus ini.
KPK menurut Bambang sudah melakukan penyitaan dokumen e-KTP dari beberapa tempat pada Selasa (22/4).
"Dua hari lalu penggeledahan pertama di kantor Kemendagri di Jalan Medan Merdeka Utara di antaranya ruang kerja Mendagri, kedua kantor Ditjen Dukcapil di Kalibata dan menggeledah di antaranya ruang kerja dirjen, direktur dan pejabat terkait pengadaan. Ketiga kantor PT Quadra Solution. Keempat, rumah Irman yaitu Dirjen. Kelima yaitu rumah Sugiharto selaku PPK dan keenam rumah staf Dirjen," tambah Johan.
Irman sendiri baru menjabat sebagai Dirjen Dukcapil pada 13 Februari 2012 setelah sebelumnya menjabat Plt Dirjen Dukcapil.
Saat menjabat sebagai Plt Dirjen tersebut, Irman pernah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi uji petik e-KTP pada 2009, namun Kejaksaan Agung menyatakan tidak menemukan bukti dan menghentikan kasus yang berbulan-bulan terkatung-katung pada Desember 2011.
Sedangkan PT Quadra sendiri pernah disebut oleh mantan Bendahara Partai Demokrat Nazaruddin dalam laporannya mengenai korupsi e-KTP ke KPK pada September 2013 lalu.
PT. Quadra dimasukkan menjadi salah satu peserta konsorsium pelaksana pengadaan sebab perusahaan itu milik teman Dirjen Adiministrasi Kependudukan (Minduk) Kemendagri yaitu Irman dan sebelum proyek e-KTP dijalankan, Dirjen Minduk punya permasalahan dengan Badan Pemeriksa Keuangan.
PT Quadra membereskan permasalahan tersebut dengan membayar jasa senilai Rp2 miliar, maka teman Kemendagri pun memasukkan PT Quadra sebagai salah satu peserta konsorsium Percetakan Negara RI (PNRI) yang terdiri atas Perum PNRI, PT Sucofindo (Persero), PT LEN Industri (Persero), PT Quadra Solution dan PT Sandipala Arthaput. Perusahaan itu bertugas untuk pengadaan perangkat keras dan lunak dalam proyek E-KTP.
Dalam kasus ini, Sugiharto disangkakan melanggar pasal 2 ayat (1) subsiderpasal 3 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 pasal 64 ayat (1) KUHP," tambah Johan.
Pasal tersebut mengatur mengenai setiap orang yang melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara, maupun setiap orang yang penyalahgunaan kewenangan karena jabatan yang dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara. Ancaman pelaku yang terbukti melanggar pasal tersebut adalah pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.
Program e-KTP ini secara nasional dilaksanakan dalam dua tahap yakni pada 2011 dan 2012. Tahap pertama dilaksanakan di 197 kabupaten/kota dengan targer 67 juta penduduk telah memiliki KTP elektronik. Namun, pada pelaksanaannya, terdapat masalah terkait ketersediaan dan distribusi perangkat yang dibutuhkan.
"Misalnya saya kasih contoh, teknologi yang dipakai sesuai proposal adalah iris technology (pemindai retina), tapi kemudian yang banyak dilakukan selama ini menggunakan finger (jari). (Padahal) CPU-nya menggunakan teknologi iris," kata Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto di gedung KPK Jakarta, Kamis.
Kejanggalan lain menurut Bambang akan dijelaskan dalam surat dakwaan terhadap Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen dalam proyek tersebut, Sugiharto yang menjadi tersangka dalam kasus ini.
KPK menurut Bambang sudah melakukan penyitaan dokumen e-KTP dari beberapa tempat pada Selasa (22/4).
"Dua hari lalu penggeledahan pertama di kantor Kemendagri di Jalan Medan Merdeka Utara di antaranya ruang kerja Mendagri, kedua kantor Ditjen Dukcapil di Kalibata dan menggeledah di antaranya ruang kerja dirjen, direktur dan pejabat terkait pengadaan. Ketiga kantor PT Quadra Solution. Keempat, rumah Irman yaitu Dirjen. Kelima yaitu rumah Sugiharto selaku PPK dan keenam rumah staf Dirjen," tambah Johan.
Irman sendiri baru menjabat sebagai Dirjen Dukcapil pada 13 Februari 2012 setelah sebelumnya menjabat Plt Dirjen Dukcapil.
Saat menjabat sebagai Plt Dirjen tersebut, Irman pernah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi uji petik e-KTP pada 2009, namun Kejaksaan Agung menyatakan tidak menemukan bukti dan menghentikan kasus yang berbulan-bulan terkatung-katung pada Desember 2011.
Sedangkan PT Quadra sendiri pernah disebut oleh mantan Bendahara Partai Demokrat Nazaruddin dalam laporannya mengenai korupsi e-KTP ke KPK pada September 2013 lalu.
PT. Quadra dimasukkan menjadi salah satu peserta konsorsium pelaksana pengadaan sebab perusahaan itu milik teman Dirjen Adiministrasi Kependudukan (Minduk) Kemendagri yaitu Irman dan sebelum proyek e-KTP dijalankan, Dirjen Minduk punya permasalahan dengan Badan Pemeriksa Keuangan.
PT Quadra membereskan permasalahan tersebut dengan membayar jasa senilai Rp2 miliar, maka teman Kemendagri pun memasukkan PT Quadra sebagai salah satu peserta konsorsium Percetakan Negara RI (PNRI) yang terdiri atas Perum PNRI, PT Sucofindo (Persero), PT LEN Industri (Persero), PT Quadra Solution dan PT Sandipala Arthaput. Perusahaan itu bertugas untuk pengadaan perangkat keras dan lunak dalam proyek E-KTP.
Dalam kasus ini, Sugiharto disangkakan melanggar pasal 2 ayat (1) subsiderpasal 3 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 pasal 64 ayat (1) KUHP," tambah Johan.
Pasal tersebut mengatur mengenai setiap orang yang melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara, maupun setiap orang yang penyalahgunaan kewenangan karena jabatan yang dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara. Ancaman pelaku yang terbukti melanggar pasal tersebut adalah pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.
Program e-KTP ini secara nasional dilaksanakan dalam dua tahap yakni pada 2011 dan 2012. Tahap pertama dilaksanakan di 197 kabupaten/kota dengan targer 67 juta penduduk telah memiliki KTP elektronik. Namun, pada pelaksanaannya, terdapat masalah terkait ketersediaan dan distribusi perangkat yang dibutuhkan.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2014
Tags: