Indonesia perlu terus tingkatkan penggunaan pupuk organik
23 April 2014 18:09 WIB
Seorang petani melakukan penyemprotan pupuk organik cair, pada tanaman padi yang berusia satu bulan, di Desa Susukan Rejo, Kecamatan Phojentrek, Pasuruan, Jatim, Selasa (11/2). Kementerian Pertanian mendorong dunia agrobisnis untuk menjalankan tren pemakaian pupuk organik dan pupuk kimia secara seimbang (ANTARA FOTO/Adhitya Hendra)
Jakarta (ANTARA News) - Indonesia perlu terus meningkatkan penggunaan pupuk organik untuk
mengembalikan kesuburan tanah, sehingga mampu meningkatkan produktivitas
lahan guna mendukung ketahanan pangan secara nasional bahkan dunia, kata Dirjen Asosiasi Industri Pupuk Internasional (IFA) Charlotte Heberbrand.
"Ada tiga hal penting mengapa nutrisi (tanah) sangat penting, yaitu peningkatan produktivitas, pendapatan petani, dan alasan lingkungan," katanya di sela-sela seminar terbatas Manajemen Pupuk Berkelanjutan, di Jakarta, Rabu.
Ia menilai apa yang sudah dilakukan Indonesia untuk kampanye penggunaan pupuk organik perlu terus ditingkatkan. Selain itu, ia merekomendasikan penggunaan material tambahan lainnya untuk nutrisi tanah agar lebih subur.
Namun ia mengakui, IFA tidak memiliki rekomendasi khusus tentang komposisi nutrisi tanah yang dibutuhkan di Indonesia, karena lahan di Indonesia sangat luas dan masing-masing wilayah berbeda tingkat kesuburannya.
"Untuk itulah kami datang ke sini membawa ahli-ahli dari berbagai negara untuk berbagi pengalaman tentang penggunaan nutrisi tanah," katanya.
Ia mencontohkan kisah sukses pertanian di Turki yang menggunakan nutrisi tambahan pada pupuk berupa zinc (seng) dan selenium di Finlandia.
"Penggunaan pupuk dapat juga memengaruhi komposisi produk (gizi) makanan, seperti protein, likopen, dan isoflavon," ujarnya.
Wakil Mentan Rusman Heriawan yang membuka acara tersebut juga mendorong penggunaan pupuk organik secara berimbang dengan pupuk kimia untuk mengembalikan kesuburan tanah.
Ia bahkan meminta PT Pupuk Indonesia Holding Company (PIHC) dan anak perusahaannya menambah kapasitas produksi pupuk organik.
"Selama ini Pupuk Indonesia sudah memproduksi pupuk organik, tetapi kapasitasnya masih sangat kecil, karena permintaan petani juga masih sedikit," katanya.
Namun, seiring program pemerintah untuk meningkatkan produktivitas lahan pertanian melalui pengembalian kesuburan tanah lewat penggunaan pupuk organik yang berimbang dengan pupuk kimia, maka ia berharap PIHC membuat unit khusus pengembangan pupuk organik.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Produsen Pupuk Indonesia (APPI) Dadang Heroe Kodri mengatakan selain penggunaan pupuk organik yang berimbang dengan pupuk kimia, persoalan yang juga penting adalah tidak efisiennya penggunaan pupuk oleh petani.
"Manajemen penggunaan pupuk harus diperbaiki secara berkelanjutan. Sekarang sudah lebih baik," katanya.
Rata-rata penggunaan pupuk urea misalnya hanya sekitar 200-250 kilogram/hektare, lebih berkurang dibandingkan beberapa tahun sebelumnya.
Hal senada dikemukakan Ketua Dewan Pupuk Indonesia (DPI) yang juga Akademisi dari IPB Prof Iswandi Anas Chaniago. Dalam makalahnya, penggunaan pupuk di Indonesia paling boros dibandingkan negara lainnya.
Bila pemakaian urea di Indonesia mencapai 200-250 kg/hektare, maka di Amerika serikat hanya 50 kg/hektare, dan di China 171 kg/hektare.
"Ada tiga hal penting mengapa nutrisi (tanah) sangat penting, yaitu peningkatan produktivitas, pendapatan petani, dan alasan lingkungan," katanya di sela-sela seminar terbatas Manajemen Pupuk Berkelanjutan, di Jakarta, Rabu.
Ia menilai apa yang sudah dilakukan Indonesia untuk kampanye penggunaan pupuk organik perlu terus ditingkatkan. Selain itu, ia merekomendasikan penggunaan material tambahan lainnya untuk nutrisi tanah agar lebih subur.
Namun ia mengakui, IFA tidak memiliki rekomendasi khusus tentang komposisi nutrisi tanah yang dibutuhkan di Indonesia, karena lahan di Indonesia sangat luas dan masing-masing wilayah berbeda tingkat kesuburannya.
"Untuk itulah kami datang ke sini membawa ahli-ahli dari berbagai negara untuk berbagi pengalaman tentang penggunaan nutrisi tanah," katanya.
Ia mencontohkan kisah sukses pertanian di Turki yang menggunakan nutrisi tambahan pada pupuk berupa zinc (seng) dan selenium di Finlandia.
"Penggunaan pupuk dapat juga memengaruhi komposisi produk (gizi) makanan, seperti protein, likopen, dan isoflavon," ujarnya.
Wakil Mentan Rusman Heriawan yang membuka acara tersebut juga mendorong penggunaan pupuk organik secara berimbang dengan pupuk kimia untuk mengembalikan kesuburan tanah.
Ia bahkan meminta PT Pupuk Indonesia Holding Company (PIHC) dan anak perusahaannya menambah kapasitas produksi pupuk organik.
"Selama ini Pupuk Indonesia sudah memproduksi pupuk organik, tetapi kapasitasnya masih sangat kecil, karena permintaan petani juga masih sedikit," katanya.
Namun, seiring program pemerintah untuk meningkatkan produktivitas lahan pertanian melalui pengembalian kesuburan tanah lewat penggunaan pupuk organik yang berimbang dengan pupuk kimia, maka ia berharap PIHC membuat unit khusus pengembangan pupuk organik.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Produsen Pupuk Indonesia (APPI) Dadang Heroe Kodri mengatakan selain penggunaan pupuk organik yang berimbang dengan pupuk kimia, persoalan yang juga penting adalah tidak efisiennya penggunaan pupuk oleh petani.
"Manajemen penggunaan pupuk harus diperbaiki secara berkelanjutan. Sekarang sudah lebih baik," katanya.
Rata-rata penggunaan pupuk urea misalnya hanya sekitar 200-250 kilogram/hektare, lebih berkurang dibandingkan beberapa tahun sebelumnya.
Hal senada dikemukakan Ketua Dewan Pupuk Indonesia (DPI) yang juga Akademisi dari IPB Prof Iswandi Anas Chaniago. Dalam makalahnya, penggunaan pupuk di Indonesia paling boros dibandingkan negara lainnya.
Bila pemakaian urea di Indonesia mencapai 200-250 kg/hektare, maka di Amerika serikat hanya 50 kg/hektare, dan di China 171 kg/hektare.
Pewarta: Risbiani Fardaniah
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2014
Tags: