Jakarta (ANTARA News) - Impor tekstil Indonesia diperkirakan akan naik menjadi 100 persen menyusul kenaikan tarif dasar listrik (TDL) yang akan diberlakukan mulai 1 Mei mendatang.

Kenaikan TDL akan berpengaruh signifikan terhadap biaya produksi industri produk tekstil, yang kontribusinya sekitar 20-35 persen, kata Ketua Umum Pengurus Nasional Asosiasi Pertekstilan Indonesia (AP) Ade Sudrajat.

Menurut dia, perusahaan dalam negeri akan memilih menggunakan produk impor karena tidak ada komponen untuk menekan biaya produksi.

"Bisa 100 persen, karena selama ini kita impor 75 persen," kata Ade saat ditemui di Pameran "Indo Intertex-Inatex-Indo Dyechem" di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Rabu.

Akibatnya, lanjut dia, daya saing produk dalam negeri akan anjlok karena banyaknya produk diimpor tersebut.

"Ini kok sekarang semua perusahaan umum I3 dan I4, tadinya terbuka (go public), buat kita apa, seserius itu kah untuk menaikkan," katanya.

Tarif listrik pelanggan industri skala besar dengan daya di atas 200kVA atau golongan I3, khususnya perusahaan berstatus terbuka (Tbk), ditetapkan 8,6 persen per dua bulan sekali.

Sedangkan, kenaikan tarif listrik untuk pelanggan industri yang memakai jaringan bertegangan tinggi dengan daya di atas 30.000 kVA atau golongan I4 ditetapkan 13,3 persen per dua bulan sekali.

Menurut Ade, kebijakan tersebut bertentangan dengan kampanye peningkatan daya saing menjelang Masyarakat Ekonomi Asean pada 2015.

"Inginnya meningkatkan daya saing, tetapi malah menurunkan daya saing," katanya.

Pemerintah akan memberlakukan kenaikan tarif dengan besaran 8,6 persen untuk golongan I3 dan 13,3 persen untuk I4 dalam empat kali kenaikan pada tahun ini.

Setelah 1 Mei, kenaikan tarif berikutnya adalah 1 Juli, 1 September, dan 1 November 2014

Dengan demikian, secara total pada 2014, tarif I3 Tbk akan naik 38,9 persen dan I4 naik 64,7 persen.

Sebelumnya, Menteri Perindutsrian MS Hidayat mengatakan pemerintah akan membahas skema rencana kenaikan TDL bersama pelaku usaha.

"Dalam waktu dekat akan diadakan pertemuan dengan pengusaha, terutama untuk membahas mengenai cara atau skema kenaikan tarif listrik dan kompensasinya," katanya.

Dia menjelaskan, pada 2013, pemerintah mengeluarkan biaya subsidi untuk energi sebesar Rp300 triliun, di mana Rp100 triliun di antaranya untuk listrik dan sisanya untuk bahan bakar minyak (BBM).

Sementara itu, Direktur Jenderal Basis Industri Manufaktur Kemenperin Harjanto mengatakan belum menentukan kompensasi untuk perusahaan atas kenaikan tarif dasar listrik mulai 1 Mei mendatang.

"Saya lagi berpikir bagaimana mencari peluang untuk kompensasi dari kenaikan listrik ini supaya industri bisa tetap kompetitif, artinya kedalaman dari penggunaan industri dalam negeri bisa kita gunakan," katanya.