Jakarta (ANTARA News) - Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi sedang bertemu dengan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Menteri Keuangan Chatib Basri ketika dilakukan penggeledahan kantor Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil di Kalibata, Selasa.

"Saya sedang rapat soal Bansos (Bantuan Sosial) dengan Pimpinan KPK dan Menkeu (Chatib Basri)," kata Gamawan dalam pesan singkatnya kepada ANTARA News di Jakarta, Selasa.

Dia mengaku menghormati keputusan KPK yang menetapkan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Dukcapil Sugiharto sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan paket penerapan kartu tanda penduduk berbasis elektronik (e-KTP atau KTP elektronik).

Mendagri juga menghargai proses hukum yang berlaku selama proses pemeriksaan dugaan kasus korupsi yang diduga merugikan Negara hingga Rp6 triliun.

"Saya sangat menghormati Keputusan KPK tersebut karena sejauh ini KPK selalu (bersikap) profesional. Mari kita hormati juga proses hukum yang berjalan," kata Gamawan.

Sebelumnya, Juru Bicara KPK Johan Budi mengatakan Sugiharto diduga menyalahgunakan wewenang ketika menjadi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pengadaan proyek KTP elektronik tersebut.

"Setelah dilakukan gelar perkara terkait proses penyelidikan paket penerapan KTP berbasis nomor induk kependudukan secara elektronik atau E-KTP maka didapat dua alat bukti yang cukup yang kemudian disimpulkan telah ada dugaan tindak pidana korupsi dalam kaitan pelaksanaan pengadaan E-KTP tersebut, maka ditetapkan S selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Kemendagri sebagai tersangka," kata Johan.

Sugiharto disangkakan melanggar pasal 2 ayat (1) subsiderpasal 3 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 pasal 64 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Tersangka diduga melawan hukum dengan melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara, maupun setiap orang yang penyalahgunaan kewenangan karena jabatan yang dapat merugikan keuangan dan perekonomian Negara.