Pemerintah persilakan PLN impor gas alam cair
22 April 2014 13:04 WIB
Terminal penerima dan regasifikasi LNG pertama Indonesia, Floating Storage and Regasification Unit (FSRU) Regas Satu, di Jurong Shipyard, Singapura.(FOTO ANTARA/Widodo S. Jusuf)
Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah mempersilakan PT PLN (Persero) mengimpor gas alam cair (Liquified Natural Gas/LNG) untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar pembangkit listriknya.
Direktur Hulu Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Hendra Fadly di Jakarta, Selasa, mengatakan pemerintah tidak melarang PLN atau badan usaha lainnya mengimpor LNG.
"Indonesia tidak selamanya memproduksi gas, jadi bisa saja impor LNG dilakukan," katanya.
Selain itu, lanjut dia, impor gas bisa dilakukan asal harga lebih murah dibandingkan harga gas ekspor.
"Lebih baik ekspor gas dengan harga mahal dan mengimpor dengan harga murah," katanya.
Menurut dia, ke depan harga gas dunia bisa murah, khususnya setelah Amerika Serikat mulai mengekspor produk shale gasnya.
Walau demikian, Hendra mengatakan, pemerintah tetap memprioritaskan pemenuhan kebutuhan gas PLN dari dalam negeri.
Pemerintah, ia menjelaskan, tengah menyusun neraca gas hingga tahun 2030 yang memetakan kebutuhan dan pasokan gas di seluruh Indonesia, termasuk untuk memenuhi kebutuhan PLN.
Pemenuhan ideal
Pengamat energi dari ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro mengatakan, idealnya kebutuhan gas PLN dipenuhi dari produksi domestik.
"Namun, jika pemerintah tidak memiliki komitmen alokasi gas yang pasti, maka opsi impor dapat ditempuh," ujarnya.
Menurut dia, kepastian impor mestinya dilakukan saat ini mengingat sejumlah infrastruktur gas yang tengah dibangun akan rampung dalam lima tahun ke depan.
"Kontrak impor LNG itu harus jauh-jauh hari dan berjangka panjang, agar harganya murah. Kalau tidak tanda tangan sekarang, maka infrastruktur yang dibangun bakal tidak terpakai," katanya.
Komaidi mengatakan, sebagai korporasi PLN tentu akan memprioritaskan energi primer yang murah.
"Jika impor dinilai cukup optimal atau lebih murah dibandingkan sumber energi primer lain non gas, maka tidak keliru opsi impor ditempuh," ujarnya.
Ia juga mengatakan bahwa jika tidak mendapat LNG maka PLN akan kembali menggunakan bahan bakar minyak yang mahal dan tentunya menambah kebutuhan dana subsidi.
Sebelumnya, PLN menyatakan masih mengalami kekurangan LNG sebanyak 22 kargo untuk memenuhi kebutuhan pembangkit pada 2015.
Saat ini, PLN baru mendapatkan alokasi gas sebesar 34 kargo dari Kilang Bontang, Kalimantan Timur, dan Tangguh, Papua, dari total kebutuhan gas tahun 2015 yang sebanyak 56.
PLN berharap pemerintah segera memberikan kepastian alokasi gasnya. Namun badan usaha milik negara itu juga membuka kemungkinan untuk melakukan impor kalau gas domestik tidak dapat memenuhi kebutuhan pembangkitnya.
Direktur Hulu Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Hendra Fadly di Jakarta, Selasa, mengatakan pemerintah tidak melarang PLN atau badan usaha lainnya mengimpor LNG.
"Indonesia tidak selamanya memproduksi gas, jadi bisa saja impor LNG dilakukan," katanya.
Selain itu, lanjut dia, impor gas bisa dilakukan asal harga lebih murah dibandingkan harga gas ekspor.
"Lebih baik ekspor gas dengan harga mahal dan mengimpor dengan harga murah," katanya.
Menurut dia, ke depan harga gas dunia bisa murah, khususnya setelah Amerika Serikat mulai mengekspor produk shale gasnya.
Walau demikian, Hendra mengatakan, pemerintah tetap memprioritaskan pemenuhan kebutuhan gas PLN dari dalam negeri.
Pemerintah, ia menjelaskan, tengah menyusun neraca gas hingga tahun 2030 yang memetakan kebutuhan dan pasokan gas di seluruh Indonesia, termasuk untuk memenuhi kebutuhan PLN.
Pemenuhan ideal
Pengamat energi dari ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro mengatakan, idealnya kebutuhan gas PLN dipenuhi dari produksi domestik.
"Namun, jika pemerintah tidak memiliki komitmen alokasi gas yang pasti, maka opsi impor dapat ditempuh," ujarnya.
Menurut dia, kepastian impor mestinya dilakukan saat ini mengingat sejumlah infrastruktur gas yang tengah dibangun akan rampung dalam lima tahun ke depan.
"Kontrak impor LNG itu harus jauh-jauh hari dan berjangka panjang, agar harganya murah. Kalau tidak tanda tangan sekarang, maka infrastruktur yang dibangun bakal tidak terpakai," katanya.
Komaidi mengatakan, sebagai korporasi PLN tentu akan memprioritaskan energi primer yang murah.
"Jika impor dinilai cukup optimal atau lebih murah dibandingkan sumber energi primer lain non gas, maka tidak keliru opsi impor ditempuh," ujarnya.
Ia juga mengatakan bahwa jika tidak mendapat LNG maka PLN akan kembali menggunakan bahan bakar minyak yang mahal dan tentunya menambah kebutuhan dana subsidi.
Sebelumnya, PLN menyatakan masih mengalami kekurangan LNG sebanyak 22 kargo untuk memenuhi kebutuhan pembangkit pada 2015.
Saat ini, PLN baru mendapatkan alokasi gas sebesar 34 kargo dari Kilang Bontang, Kalimantan Timur, dan Tangguh, Papua, dari total kebutuhan gas tahun 2015 yang sebanyak 56.
PLN berharap pemerintah segera memberikan kepastian alokasi gasnya. Namun badan usaha milik negara itu juga membuka kemungkinan untuk melakukan impor kalau gas domestik tidak dapat memenuhi kebutuhan pembangkitnya.
Pewarta: Kelik Dewanto
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2014
Tags: