BTN diakusisi Mandiri sulitkan KPR kelas menengah
21 April 2014 15:43 WIB
Ilustrasi - Tolak Akuisisi BTN. Sejumlah pegawai PT Bank Tabungan Negara (BTN) menikmati nasi kotak di sela-sela unjuk rasa di Kantor Pusat BTN, Jakarta Pusat, Minggu (20/4). Mereka menolak keras rencana akuisisi BTN oleh PT Bank Mandiri Tbk (BMRI). (ANTARA FOTO/Andika Wahyu)
Jakarta (ANTARA News) - Rencana pemerintah yang akan mengalihkan saham PT Bank Tabungan Negara (Persero) kepada Bank Mandiri Tbk dikhawatirkan akan menyulitkan kredit kepemilikan rumah (KPR) bagi kelas menengah dan kelas bawah.
"Jika nanti memang diakuisisi, konsumen khawatir suku bunga kreditnya akan berbeda, memakai suku bunga komersial, orang miskin akan susah dapat rumah," kata Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch, Ali Tranghanda, dalam sebuah diskusi, di Jakarta, Senin.
Ali menambahkan, selain itu, fokus kreditnya akan berbeda, Bank Mandiri tidak melakukan program kerja Kementerian Perumahan Rakyat yakni Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). "Pasti fokusnya akan pecah, FLPP enggak bisa. Tetap saja beda, core-nya itu BTN," katanya.
Pasalnya, sekira 98 persen penyaluran KPR dilakukan oleh BTN, karena itu, Ali menilai, penyaluran kredit tidak akan fokus. "Penyaluran kredit, suku bunga kan pasti mengikuti perusahaan," katanya.
Selain itu, terkait "backlog", Ali mengatakan tidak ada hubungannya antara akuisisi BTN oleh mandiri dengan mengurangi "backlog" (pesanan rumah yang belum terlayani) sekitar 1,5 juta unit rumah yang dibutuhkan.
"Tidak ada hubungannya dengan akuisisi BTN, ini masalahnya ada di Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera), yang tidak bisa mengimplementasikan kebijakan perumahan yang ujung-ujungnya terbentur di Pemda," katanya.
Sayangnya, dia melanjutkan, kewenangan Pemda bukan ada pada Kemenpera, tetapi di bawah Kementerian Dalam Negeri.
Ali menyarankan seharusnya akuisisi BTN oleh Mandiri tidak dalam rentang waktu menjelang Pilpres karena tidak ada jaminan bahwa BTN akan fokus kepada perumahan rakyat.
"Apa jaminannya BTN bisa tetap fokus ke perumahan rakyat? Saya yakin tidak ada yang dapat memberikan jaminan itu. Kalau sudah masuk Mandiri bisa "diobok-obok" nanti," kata Ali.
Sebelumnya, pemerintah berencana melepas kepemilikan 60,14 persen saham di BTN ke Bank Mandiri dan Kementerian BUMN telah menyetujui hal itu.
Menteri BUMN Dahlan Iskan mengatakan BTN akan menjadi anak usaha Bank Mandiri dan keduanya akan tetap menjadi entitas perusahaan yang berbeda agar bisa menggenjot kinerja penyaluran kredit.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Pemberdayaan Daerah Natsir Mansyur meminta Menteri BUMN agar perbankan bisa lebih fokus, misalnya bank yang khusus mengurusi perumahan, bank industri, bank infrastruktur, industri maritim, bank agribisnis, dan lainnya.
"BTN paling siap dan paham, apakah Mandiri siap? Program ini dibangun oleh pengusaha daerah yang banyak tersebar di luar Jakarta. Sehingga berdampak luas terhadap pergerakan ekonomi di daerah," ujarnya.
Ia menambahkan, kebutuhan perumahan dilindungi oleh Undang-Undang Dasar 45, harusnya pemerintah menyiapkan minimal satu bank pemerintah yang siap menampung kebutuhan KPR (Kredit Perumahan Rakyat) masyarakat MBR.
"Malah harusnya buatkan juga skema khusus buat segmen non bankable, jangan pikirkan kebutuhan secara general saja," kata dia.
(J010)
"Jika nanti memang diakuisisi, konsumen khawatir suku bunga kreditnya akan berbeda, memakai suku bunga komersial, orang miskin akan susah dapat rumah," kata Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch, Ali Tranghanda, dalam sebuah diskusi, di Jakarta, Senin.
Ali menambahkan, selain itu, fokus kreditnya akan berbeda, Bank Mandiri tidak melakukan program kerja Kementerian Perumahan Rakyat yakni Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). "Pasti fokusnya akan pecah, FLPP enggak bisa. Tetap saja beda, core-nya itu BTN," katanya.
Pasalnya, sekira 98 persen penyaluran KPR dilakukan oleh BTN, karena itu, Ali menilai, penyaluran kredit tidak akan fokus. "Penyaluran kredit, suku bunga kan pasti mengikuti perusahaan," katanya.
Selain itu, terkait "backlog", Ali mengatakan tidak ada hubungannya antara akuisisi BTN oleh mandiri dengan mengurangi "backlog" (pesanan rumah yang belum terlayani) sekitar 1,5 juta unit rumah yang dibutuhkan.
"Tidak ada hubungannya dengan akuisisi BTN, ini masalahnya ada di Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera), yang tidak bisa mengimplementasikan kebijakan perumahan yang ujung-ujungnya terbentur di Pemda," katanya.
Sayangnya, dia melanjutkan, kewenangan Pemda bukan ada pada Kemenpera, tetapi di bawah Kementerian Dalam Negeri.
Ali menyarankan seharusnya akuisisi BTN oleh Mandiri tidak dalam rentang waktu menjelang Pilpres karena tidak ada jaminan bahwa BTN akan fokus kepada perumahan rakyat.
"Apa jaminannya BTN bisa tetap fokus ke perumahan rakyat? Saya yakin tidak ada yang dapat memberikan jaminan itu. Kalau sudah masuk Mandiri bisa "diobok-obok" nanti," kata Ali.
Sebelumnya, pemerintah berencana melepas kepemilikan 60,14 persen saham di BTN ke Bank Mandiri dan Kementerian BUMN telah menyetujui hal itu.
Menteri BUMN Dahlan Iskan mengatakan BTN akan menjadi anak usaha Bank Mandiri dan keduanya akan tetap menjadi entitas perusahaan yang berbeda agar bisa menggenjot kinerja penyaluran kredit.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Pemberdayaan Daerah Natsir Mansyur meminta Menteri BUMN agar perbankan bisa lebih fokus, misalnya bank yang khusus mengurusi perumahan, bank industri, bank infrastruktur, industri maritim, bank agribisnis, dan lainnya.
"BTN paling siap dan paham, apakah Mandiri siap? Program ini dibangun oleh pengusaha daerah yang banyak tersebar di luar Jakarta. Sehingga berdampak luas terhadap pergerakan ekonomi di daerah," ujarnya.
Ia menambahkan, kebutuhan perumahan dilindungi oleh Undang-Undang Dasar 45, harusnya pemerintah menyiapkan minimal satu bank pemerintah yang siap menampung kebutuhan KPR (Kredit Perumahan Rakyat) masyarakat MBR.
"Malah harusnya buatkan juga skema khusus buat segmen non bankable, jangan pikirkan kebutuhan secara general saja," kata dia.
(J010)
Pewarta: Juwita Trisna Rahayu
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2014
Tags: