MSP & IAF Bali
Kemlu: IAF 2024 harus ubah persepsi tentang Afrika
1 September 2024 20:36 WIB
Direktur Jenderal Asia, Pasifik, dan Afrika (Dirjen ASPASAF) Kemlu RI Abdul Kadir Jailani dalam konferensi pers yang diadakan selama rangkaian IAF ke-2 di Badung, Bali, pada Minggu(1/9/2024). (ANTARA/Katriana)
Badung (ANTARA) - Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia (Kemlu RI) mengatakan Forum Indonesia-Afrika (IAF) 2024 harus mengubah persepsi masyarakat Indonesia tentang negara-negara di kawasan Afrika.
"Afrika tidak hanya tentang kemiskinan, tidak hanya tentang konflik, tetapi ada hal lainnya," kata Direktur Jenderal Asia, Pasifik, dan Afrika (Dirjen ASPASAF) Kemlu RI Abdul Kadir Jailani dalam konferensi pers yang diadakan selama rangkaian IAF ke-2 di Badung, Bali, pada Minggu(1/9).
Abdul Kadir menyampaikan pernyataan itu ketika ditanya tentang masih kurangnya jumlah partisipan dari negara-negara Afrika yang mengikut IAF ke-2 yang digelar di Badung, Bali, dari 1-3 September 2024.
Ia kemudian menjawab bahwa gagasan utama digelarnya Forum Indonesia-Afrika adalah untuk menekankan dan menyoroti potensi-potensi yang dimiliki negara-negara Afrika.
Untuk itu lah, IAF ke-2 digelar pada tahun ini guna memperluas kerja sama dengan negara-negara Afrika setelah IAF pertama digelar pada 2018.
Guna memperluas kerja sama tersebut, Abdul Kadir menilai upaya untuk mengubah citra Afrika di mata masyarakat Indonesia juga perlu dilakukan.
Afrika, kata dia, tidak hanya terkait dengan negara-negara kemiskinan atau didera banyak konflik, tetapi kawasan tersebut juga memiliki banyak potensi.
Oleh karena itu, forum tersebut, menurut dia, menjadi kesempatan penting untuk memahami lebih dalam potensi yang dapat dikembangkan guna meningkatkan kesejahteraan di negara-negara di kawasan tersebut.
"Forum ini juga memberikan kesempatan baik bagi akademisi, pelaku bisnis untuk berkomunikasi satu sama lain, untuk terlibat satu sama lain sehingga mereka memiliki pemahaman yang lebih baik tentang potensi Afrika," kata dia.
Sementara itu, terkait peran IAF bagi penanganan konflik yang terjadi di kawasan Afrika, Abdul Kadir menilai ada forum atau perhimpunan lain yang menurutnya lebih tepat untuk membahas masalah-masalah tersebut, yaitu PBB.
Dia menjelaskan bahwa menurut aturan internasional, semua konflik yang ditangani PBB tidak sepatutnya dicampuri oleh negara lain, meski dalam upaya mencari solusi.
Meski demikian dia menegaskan bahwa Indonesia tetap berusaha mendorong terwujudnya perdamaian internasional dan ketertiban dunia.
Dia kembali menekankan bahwa Forum Indonesia-Afrika lebih fokus pada kerja sama ekonomi sehingga isu-isu lain yang terkait dengan upaya penyelesaian konflik tidak dibahas dalam forum tersebut.
"Seperti saya katakan tadi bahwa fokus utama pertemuan kita ini adalah untuk mendorong kerja sama ekonomi," demikian kata Abdul Kadir.
Dengan mengambil tema "Bandung Spirit for Africa's Agenda 2063", Indonesia ingin menjadikan Bandung Spirit yang dihasilkan dari Konferensi Asia Afrika 1955 sebagai fondasi untuk melanjutkan pembangunan kerja sama antara Indonesia dengan negara-negara Afrika di masa mendatang.
Beberapa kerja sama yang diprioritaskan dalam forum tersebut antara lain kerja sama dalam transformasi ekonomi, energi, pertambangan, ketahanan pangan, kesehatan, dan pembangunan.
Hasil konkret yang diharapkan dapat dicapai antara lain perjanjian antara pemerintah atau G-to-G, kesepakatan bisnis G-to-B maupun B-to-B, dan Grand Design pembangunan Indonesia dengan Afrika, termasuk dengan negara-negara ketiga melalui triangular cooperation, dengan target kesepakatan bisnis hingga 3,5 miliar dolar AS (sekitar Rp53,9 triliun).
Baca juga: Presiden Joko Widodo tiba di jamuan santap malam IAF Bali
Baca juga: Kemlu perkirakan nilai kerja sama IAF ke-2 capai Rp53,9 triliun
Baca juga: Presiden Jokowi perkenalkan Prabowo kepada peserta IAF
"Afrika tidak hanya tentang kemiskinan, tidak hanya tentang konflik, tetapi ada hal lainnya," kata Direktur Jenderal Asia, Pasifik, dan Afrika (Dirjen ASPASAF) Kemlu RI Abdul Kadir Jailani dalam konferensi pers yang diadakan selama rangkaian IAF ke-2 di Badung, Bali, pada Minggu(1/9).
Abdul Kadir menyampaikan pernyataan itu ketika ditanya tentang masih kurangnya jumlah partisipan dari negara-negara Afrika yang mengikut IAF ke-2 yang digelar di Badung, Bali, dari 1-3 September 2024.
Ia kemudian menjawab bahwa gagasan utama digelarnya Forum Indonesia-Afrika adalah untuk menekankan dan menyoroti potensi-potensi yang dimiliki negara-negara Afrika.
Untuk itu lah, IAF ke-2 digelar pada tahun ini guna memperluas kerja sama dengan negara-negara Afrika setelah IAF pertama digelar pada 2018.
Guna memperluas kerja sama tersebut, Abdul Kadir menilai upaya untuk mengubah citra Afrika di mata masyarakat Indonesia juga perlu dilakukan.
Afrika, kata dia, tidak hanya terkait dengan negara-negara kemiskinan atau didera banyak konflik, tetapi kawasan tersebut juga memiliki banyak potensi.
Oleh karena itu, forum tersebut, menurut dia, menjadi kesempatan penting untuk memahami lebih dalam potensi yang dapat dikembangkan guna meningkatkan kesejahteraan di negara-negara di kawasan tersebut.
"Forum ini juga memberikan kesempatan baik bagi akademisi, pelaku bisnis untuk berkomunikasi satu sama lain, untuk terlibat satu sama lain sehingga mereka memiliki pemahaman yang lebih baik tentang potensi Afrika," kata dia.
Sementara itu, terkait peran IAF bagi penanganan konflik yang terjadi di kawasan Afrika, Abdul Kadir menilai ada forum atau perhimpunan lain yang menurutnya lebih tepat untuk membahas masalah-masalah tersebut, yaitu PBB.
Dia menjelaskan bahwa menurut aturan internasional, semua konflik yang ditangani PBB tidak sepatutnya dicampuri oleh negara lain, meski dalam upaya mencari solusi.
Meski demikian dia menegaskan bahwa Indonesia tetap berusaha mendorong terwujudnya perdamaian internasional dan ketertiban dunia.
Dia kembali menekankan bahwa Forum Indonesia-Afrika lebih fokus pada kerja sama ekonomi sehingga isu-isu lain yang terkait dengan upaya penyelesaian konflik tidak dibahas dalam forum tersebut.
"Seperti saya katakan tadi bahwa fokus utama pertemuan kita ini adalah untuk mendorong kerja sama ekonomi," demikian kata Abdul Kadir.
Dengan mengambil tema "Bandung Spirit for Africa's Agenda 2063", Indonesia ingin menjadikan Bandung Spirit yang dihasilkan dari Konferensi Asia Afrika 1955 sebagai fondasi untuk melanjutkan pembangunan kerja sama antara Indonesia dengan negara-negara Afrika di masa mendatang.
Beberapa kerja sama yang diprioritaskan dalam forum tersebut antara lain kerja sama dalam transformasi ekonomi, energi, pertambangan, ketahanan pangan, kesehatan, dan pembangunan.
Hasil konkret yang diharapkan dapat dicapai antara lain perjanjian antara pemerintah atau G-to-G, kesepakatan bisnis G-to-B maupun B-to-B, dan Grand Design pembangunan Indonesia dengan Afrika, termasuk dengan negara-negara ketiga melalui triangular cooperation, dengan target kesepakatan bisnis hingga 3,5 miliar dolar AS (sekitar Rp53,9 triliun).
Baca juga: Presiden Joko Widodo tiba di jamuan santap malam IAF Bali
Baca juga: Kemlu perkirakan nilai kerja sama IAF ke-2 capai Rp53,9 triliun
Baca juga: Presiden Jokowi perkenalkan Prabowo kepada peserta IAF
Pewarta: Katriana
Editor: Azis Kurmala
Copyright © ANTARA 2024
Tags: