Jakarta (ANTARA News) - Sepanjang tahun 2005 diperkirakan terjadi 32 transshipment (persinggahan kapal) tekstil (TPT) dari Cina ke Indonesia untuk diekspor ke Amerika Serikat (AS) dan Amerika Latin untuk menghindari pembatasan masuknya TPT Cina ke kawasan tersebut. "Sangat mungkin terjadi lagi transshipment itu tahun ini," ujar Direktur Eksekutif Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ernovian G Ismyketika ditemui di sela-sela Pameran Tekstil dan Apparel (ITAF) 2006 di Jakarta, Minggu. Ia juga menduga, perusahaan jasa inspeksi Indonesia, Sucofindo, juga terlibat dalam transshipment TPT Cina ke Meksiko yang Surat Keterangan Asalnya (SKA) berasal dari Disperindag Kabupaten Karawang. "Tujuh SKA yang dikeluarkan Disperindag Kabupaten Karawang itu ternyata ilegal, karena menurut catatan Direktorat Impor Departemen Perdagangan sepanjang tahun 2005 tidak dikeluarkan SKA dari kabupaten tersebut," katanya. Anehnya lagi, lanjut Ernovian, SKA yang ditengarai ilegal itu mendapat surat sertifikat pemeriksaan dari Sucofindo untuk mengesahkan bahwa barang tersebut sesuai dengan sertifikat asal barangnya. "Rencananya kalau disetujui Dewan Pengurus API dan buktinya kuat, kami akan ajukan ini ke KPK (Komite Pemberantasan Korupsi)," ujarnya. Sedangkan transshipment ke Amerika Serikat (AS) berasal dari 25 SKA yang dikeluarkan Disperindag di Bali dan Jakarta, serta Jawa Barat. "Info itu justru kami dapat dari kepabeanan AS. Kami sudah menyerahkan berkas-berkasnya ke polisi untuk diproses," katanya. Ernovian mengatakan transhipment sangat merugikan industri TPT di dalam negeri, karena ekspor tercatat di negara tujuan meningkat, tetapi tidak dinikmati industri di dalam negeri. Ia juga khawatir Indonesia mendapat sanksi akibat hal tersebut yang akan merugikan industri TPT nasional. "Sampai Juni 2006 ekspor TPT nasional mencapai 4,7 miliar dolar AS dari target sampai akhir tahun sebesar sembilan miliar dolar AS. Kalau ekspor yang tercatat di BPS itu resmi yang dilakukan Indonesia, karena transhipment tidak tercatat ekspornya, hanya dokumen SKA saja," katanya. Pada bagian lain, ia juga menyinggung masih maraknya penyelundupan impor TPT ke dalam negeri baik penyelundupan fisik tanpa dokumen, maupun impor borongan dengan dokumen pemberitahuan impor barang yang berbeda dengan fisiknya. Akibatnya, lanjut Ernovian, saat ini sekitar 59 persen pasar TPT di dalam negeri dikuasai produk impor, sedangkan produk TPT lokal hanya sekitar 38 persen, dan tiga persen produk TPT impor resmi. "Produk impor illegal itu biasanya masuk di pelabuhan kecil, seperti di Padang, masuk ke Bukit Tinggi, lalu akhirnya beredar di Pasar Tanah Abang, Jakarta," katanya.(*)