Nyawa 640 ribu anak di Gaza terancam akibat polio
Oleh Primayanti
30 Agustus 2024 21:27 WIB
Warga berebut untuk mendapatkan bantuan pangan di kamp pengungsi Jabalia, Jalur Gaza utara, Kamis (29/8/2024). Wilayah Gaza saat ini dilanda krisis kemanusiaan dengan jutaan orang yang mengungsi serta terbatasnya makanan, air bersih, dan obat-obatan. ANTARA FOTO/Xinhua/Mahmoud Zaki/tom.
Jakarta (ANTARA) - Jalur Gaza, Palestina, wilayah yang setahun terakhir menjadi pusat perhatian dunia karena konflik berkepanjangan, kini menghadapi ancaman baru di bidang kesehatan.
Penyakit polio yang seharusnya sudah menjadi bagian dari masa lalu kembali muncul sebagai ancaman serius.
Pada Juli 2024, Kementerian Kesehatan Gaza menetapkan wilayah tersebut sebagai daerah epidemi polio setelah terkonfirmasinya kasus pertama dalam 25 tahun terakhir di Kota Deir Al Balah, Gaza tengah.
Kementerian Kesehatan Palestina mengkhawatirkan bahwa kasus ini mungkin hanyalah puncak gunung es, dengan kemungkinan masih banyak kasus lain yang belum terdeteksi.
Polio, penyakit yang menyerang sistem saraf dan dapat menyebabkan kelumpuhan permanen, terutama rentan menyerang anak-anak di bawah usia lima tahun.
Dari setiap 200 kasus infeksi, satu di antaranya dapat mengalami kelumpuhan yang tidak dapat disembuhkan, dan antara 5-10 persen dari mereka yang lumpuh akhirnya meninggal dunia akibat kegagalan fungsi otot pernapasan.
Situasi ini semakin memburuk karena kurangnya fasilitas kesehatan yang memadai di Gaza, yang telah hancur akibat konflik.
Untuk mengatasi krisis ini, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) merencanakan kampanye vaksinasi polio dua tahap di Gaza bagi lebih dari 640.000 anak di bawah usia 10 tahun.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menyetujui penyediaan 1,6 juta dosis vaksin polio, sementara UNICEF dan Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina di Timur Dekat (UNRWA) mempersiapkan pengiriman vaksin serta peralatan rantai dingin yang diperlukan untuk penyimpanan vaksin.
Namun demikian, Perwakilan Tinggi Uni Eropa untuk Urusan Luar Negeri dan Kebijakan Keamanan, Josep Borrell, mengungkapkan keprihatinannya terhadap situasi di Gaza.
Pasukan Israel berulangkali mengeluarkan perintah evakuasi kepada warga Gaza, yang menjadi target vaksinasi polio. Rencana semula, kampanye vaksinasi polio di Gaza akan dilaksanakan akhir Agustus 2024, namun mundur hingga ada akses dan jaminan keamanan yang jelas dari Israel.
Josep Borrell mendesak adanya gencatan senjata kemanusiaan selama tiga hari guna memungkinkan vaksinasi oleh WHO dan UNICEF.
"Penyebaran polio yang cepat mengancam seluruh anak-anak di Gaza, yang sudah lelah akibat pengungsian, perampasan, dan malnutrisi," kata Borrell.
Sistem kesehatan Gaza hancur
Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, juga menyampaikan keprihatinan yang mendalam terkait tantangan besar yang dihadapi dalam upaya vaksinasi di Gaza.
"Tantangannya sangat besar, dengan sistem kesehatan, air, dan sanitasi yang buruk, serta banyak rumah sakit dan fasilitas perawatan utama yang tidak beroperasi. Orang-orang terus-menerus terpaksa mengungsi demi keselamatan mereka," ujar Guterres.
Sejak pecahnya perang Israel-Hamas pada 7 Oktober 2023, situasi di Gaza semakin memburuk. Serangan Israel telah menewaskan lebih dari 40.500 warga Palestina, sebagian besar perempuan dan anak-anak.
Selain itu, blokade yang diberlakukan Israel menyebabkan kelangkaan makanan, air bersih, dan obat-obatan di wilayah tersebut.
Dalam kondisi ini, anak-anak di Gaza menjadi kelompok yang paling rentan. Diperkirakan sekitar 50.000 bayi telah lahir di Gaza sejak Oktober tahun lalu, dan banyak di antaranya belum menerima vaksinasi akibat krisis yang sedang berlangsung.
Pertahanan Sipil Palestina bulan Agustus ini menyatakan pasukan Israel telah mengubah "zona kemanusiaan aman" di Jalur Gaza menjadi tumpukan puing-puing, sehingga menyisakan hanya 9,5 persen dari wilayah yang disebut "zona aman" bagi warga sipil yang mengungsi.
Baca juga: PBB: Hanya 11 persen Jalur Gaza yang terhindar dari perintah evakuasi
Pada awal November 2023, pasukan Israel mengusir ratusan ribu warga sipil dari Gaza utara ke Gaza selatan, dengan mengklaim area tersebut sebagai "zona kemanusiaan yang aman".
Awalnya, zona tersebut mencakup 230 kilometer persegi atau 63 persen dari total wilayah Gaza. Namun, seiring berjalannya waktu dan serangan Israel yang terus berlanjut, ukuran zona aman tersebut menyusut drastis menjadi hanya 35 kilometer persegi.
Jalur Gaza sejatinya memiliki luas sekitar 365 km persegi, atau sekitar setengah wilayah Jakarta dengan luas sekitar 662 km². Dengan terus menciutnya zona aman menjadi hanya 35 kilometer persegi, artinya, zona aman Gaza saat ini hanya kurang dari 1/10 wilayah asal untuk kehidupan sekitar 2 juta warga yang tinggal menyebar di Gaza City, Khan Younis, Rafah, Jabalia, Deir Al Balah, Beit Lahia, Beit Hanoun dan Maghazi.
Gaza City adalah kota terbesar dan pusat administratif, ekonomi, serta politik di Jalur Gaza, lalu Khan Younis yang terletak di bagian selatan Jalur Gaza, merupakan kota penting dengan pusat industri dan perdagangan.
Rafah, terletak di ujung selatan Jalur Gaza, dekat perbatasan dengan Mesir. Rafah memiliki pelabuhan kecil dan menjadi titik transit penting. Sedangkan Jabalia yang terletak di utara Gaza City, merupakan kota besar dengan kepadatan penduduk yang tinggi. Berdekatan dengan Jabalia adalah Deir Al Balah terletak di tengah Jalur Gaza, merupakan kota yang penting dalam sektor pertanian.
Selanjutnya ada Beit Lahia berada di utara Gaza City, dikenal dengan daerah pertanian dan pemukiman, juga Beit Hanoun, terletak di ujung utara Jalur Gaza, dekat perbatasan dengan Israel dan Maghazi terletak di tengah Jalur Gaza, juga merupakan bagian dari wilayah pertanian.
Kampanye vaksinasi polio 2 putaran
Di tengah kondisi yang semakin memburuk, upaya vaksinasi polio di Gaza menjadi sangat penting.
UNICEF, WHO, UNRWA, dan mitra-mitranya telah mengirimkan 1,2 juta dosis vaksin polio tipe 2 ke Gaza.
Kampanye vaksinasi ini akan menyasar lebih dari 640.000 anak di wilayah tersebut. Pengiriman vaksin ini didukung oleh Badan Amal Qatar yang menyumbangkan 3 juta dolar AS (sekitar Rp46,5 miliar) untuk membantu upaya UNRWA di Gaza.
Wakil Direktur Senior Lapangan UNRWA, Sam Rose, menyoroti kondisi yang semakin sulit di Gaza. "Keluarga-keluarga yang terus-menerus mengungsi dan seringnya relokasi karena perintah evakuasi Israel menciptakan lingkungan yang kondusif bagi penyebaran virus polio," kata Rose.
Dia juga menekankan bahwa kurangnya akses terhadap kebutuhan dasar seperti makanan, air, dan layanan kesehatan semakin memperburuk situasi.
Wakil Sekretaris Jenderal PBB untuk Keselamatan dan Keamanan, Gilles Michaud, menyoroti bahaya besar yang dihadapi staf PBB dan pekerja kemanusiaan di Gaza.
Dalam pernyataan pada 28 Agustus 2024, Michaud menyatakan PBB semakin kehabisan tempat aman untuk melindungi stafnya di tengah operasi militer Israel yang terus berlangsung.
Keadaan ini semakin sulit, mengingat kampanye vaksinasi polio yang dijadwalkan dimulai awal September kian dekat.
"Seperti kebanyakan warga Palestina di Gaza, kami kehabisan tempat aman untuk staf kami sendiri," kata Michaud.
Dia menekankan bahwa tindakan Israel, seperti perintah evakuasi massal yang baru-baru ini diberikan, semakin menghambat kemampuan PBB untuk memberikan bantuan dengan aman.
Walau ada pengumuman WHO pada Kamis (29/8) tentang "komitmen awal untuk jeda kemanusiaan khusus wilayah" selama kampanye vaksinasi polio yang akan dimulai pada 1 September di Jalur Gaza, namun tetap memerlukan komitmen Israel untuk kepastian jeda tersebut.
"Sekarang sangat penting bagi kami untuk mencapai cakupan vaksinasi 90 persen," kata perwakilan WHO untuk Wilayah Pendudukan Palestina, Rik Peeperkorn, menambahkan bahwa kampanye ini akan dilakukan dalam dua putaran.
Peeperkorn mendesak semua pihak untuk mengizinkan anak-anak dan keluarga mengakses fasilitas kesehatan dan pekerja kesehatan masyarakat selama jeda, memastikan bahwa anak-anak yang tidak dapat mengakses fasilitas kesehatan tetap dapat menerima vaksin polio.
Menurut Peeperkorn, jeda kemanusiaan yang telah disepakati dengan unit kemanusiaan tentara Israel (COGAT) mencakup jeda tiga hari di zona tengah Gaza, diikuti oleh jeda tiga hari di zona selatan, dan kemudian jeda tiga hari lagi di zona utara.
Michaud selanjutnya menyerukan semua pihak yang terlibat dalam konflik untuk mematuhi hukum humaniter internasional dan menghormati komitmen mereka untuk melindungi keselamatan dan keamanan personel serta fasilitas PBB.
PBB dan mitra-mitranya kini menyerukan masyarakat internasional untuk menekan Israel agar mengizinkan masuknya vaksin polio dan penyelenggaraan vaksinasi yang aman di Gaza.
Tanpa tindakan segera, kesehatan ratusan ribu anak di wilayah tersebut akan berada dalam bahaya besar.
Dengan tantangan yang semakin besar dan ancaman yang semakin nyata, komunitas internasional dituntut untuk mengambil tindakan cepat guna memastikan anak-anak di Gaza terlindungi dari wabah polio yang dapat merenggut nyawa mereka.
Baca juga: Sebanyak 10 jasad ditemukan usai tentara Israel mundur dari Jalur Gaza
Penyakit polio yang seharusnya sudah menjadi bagian dari masa lalu kembali muncul sebagai ancaman serius.
Pada Juli 2024, Kementerian Kesehatan Gaza menetapkan wilayah tersebut sebagai daerah epidemi polio setelah terkonfirmasinya kasus pertama dalam 25 tahun terakhir di Kota Deir Al Balah, Gaza tengah.
Kementerian Kesehatan Palestina mengkhawatirkan bahwa kasus ini mungkin hanyalah puncak gunung es, dengan kemungkinan masih banyak kasus lain yang belum terdeteksi.
Polio, penyakit yang menyerang sistem saraf dan dapat menyebabkan kelumpuhan permanen, terutama rentan menyerang anak-anak di bawah usia lima tahun.
Dari setiap 200 kasus infeksi, satu di antaranya dapat mengalami kelumpuhan yang tidak dapat disembuhkan, dan antara 5-10 persen dari mereka yang lumpuh akhirnya meninggal dunia akibat kegagalan fungsi otot pernapasan.
Situasi ini semakin memburuk karena kurangnya fasilitas kesehatan yang memadai di Gaza, yang telah hancur akibat konflik.
Untuk mengatasi krisis ini, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) merencanakan kampanye vaksinasi polio dua tahap di Gaza bagi lebih dari 640.000 anak di bawah usia 10 tahun.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menyetujui penyediaan 1,6 juta dosis vaksin polio, sementara UNICEF dan Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina di Timur Dekat (UNRWA) mempersiapkan pengiriman vaksin serta peralatan rantai dingin yang diperlukan untuk penyimpanan vaksin.
Namun demikian, Perwakilan Tinggi Uni Eropa untuk Urusan Luar Negeri dan Kebijakan Keamanan, Josep Borrell, mengungkapkan keprihatinannya terhadap situasi di Gaza.
Pasukan Israel berulangkali mengeluarkan perintah evakuasi kepada warga Gaza, yang menjadi target vaksinasi polio. Rencana semula, kampanye vaksinasi polio di Gaza akan dilaksanakan akhir Agustus 2024, namun mundur hingga ada akses dan jaminan keamanan yang jelas dari Israel.
Josep Borrell mendesak adanya gencatan senjata kemanusiaan selama tiga hari guna memungkinkan vaksinasi oleh WHO dan UNICEF.
"Penyebaran polio yang cepat mengancam seluruh anak-anak di Gaza, yang sudah lelah akibat pengungsian, perampasan, dan malnutrisi," kata Borrell.
Sistem kesehatan Gaza hancur
Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, juga menyampaikan keprihatinan yang mendalam terkait tantangan besar yang dihadapi dalam upaya vaksinasi di Gaza.
"Tantangannya sangat besar, dengan sistem kesehatan, air, dan sanitasi yang buruk, serta banyak rumah sakit dan fasilitas perawatan utama yang tidak beroperasi. Orang-orang terus-menerus terpaksa mengungsi demi keselamatan mereka," ujar Guterres.
Sejak pecahnya perang Israel-Hamas pada 7 Oktober 2023, situasi di Gaza semakin memburuk. Serangan Israel telah menewaskan lebih dari 40.500 warga Palestina, sebagian besar perempuan dan anak-anak.
Selain itu, blokade yang diberlakukan Israel menyebabkan kelangkaan makanan, air bersih, dan obat-obatan di wilayah tersebut.
Dalam kondisi ini, anak-anak di Gaza menjadi kelompok yang paling rentan. Diperkirakan sekitar 50.000 bayi telah lahir di Gaza sejak Oktober tahun lalu, dan banyak di antaranya belum menerima vaksinasi akibat krisis yang sedang berlangsung.
Pertahanan Sipil Palestina bulan Agustus ini menyatakan pasukan Israel telah mengubah "zona kemanusiaan aman" di Jalur Gaza menjadi tumpukan puing-puing, sehingga menyisakan hanya 9,5 persen dari wilayah yang disebut "zona aman" bagi warga sipil yang mengungsi.
Baca juga: PBB: Hanya 11 persen Jalur Gaza yang terhindar dari perintah evakuasi
Pada awal November 2023, pasukan Israel mengusir ratusan ribu warga sipil dari Gaza utara ke Gaza selatan, dengan mengklaim area tersebut sebagai "zona kemanusiaan yang aman".
Awalnya, zona tersebut mencakup 230 kilometer persegi atau 63 persen dari total wilayah Gaza. Namun, seiring berjalannya waktu dan serangan Israel yang terus berlanjut, ukuran zona aman tersebut menyusut drastis menjadi hanya 35 kilometer persegi.
Jalur Gaza sejatinya memiliki luas sekitar 365 km persegi, atau sekitar setengah wilayah Jakarta dengan luas sekitar 662 km². Dengan terus menciutnya zona aman menjadi hanya 35 kilometer persegi, artinya, zona aman Gaza saat ini hanya kurang dari 1/10 wilayah asal untuk kehidupan sekitar 2 juta warga yang tinggal menyebar di Gaza City, Khan Younis, Rafah, Jabalia, Deir Al Balah, Beit Lahia, Beit Hanoun dan Maghazi.
Gaza City adalah kota terbesar dan pusat administratif, ekonomi, serta politik di Jalur Gaza, lalu Khan Younis yang terletak di bagian selatan Jalur Gaza, merupakan kota penting dengan pusat industri dan perdagangan.
Rafah, terletak di ujung selatan Jalur Gaza, dekat perbatasan dengan Mesir. Rafah memiliki pelabuhan kecil dan menjadi titik transit penting. Sedangkan Jabalia yang terletak di utara Gaza City, merupakan kota besar dengan kepadatan penduduk yang tinggi. Berdekatan dengan Jabalia adalah Deir Al Balah terletak di tengah Jalur Gaza, merupakan kota yang penting dalam sektor pertanian.
Selanjutnya ada Beit Lahia berada di utara Gaza City, dikenal dengan daerah pertanian dan pemukiman, juga Beit Hanoun, terletak di ujung utara Jalur Gaza, dekat perbatasan dengan Israel dan Maghazi terletak di tengah Jalur Gaza, juga merupakan bagian dari wilayah pertanian.
Kampanye vaksinasi polio 2 putaran
Di tengah kondisi yang semakin memburuk, upaya vaksinasi polio di Gaza menjadi sangat penting.
UNICEF, WHO, UNRWA, dan mitra-mitranya telah mengirimkan 1,2 juta dosis vaksin polio tipe 2 ke Gaza.
Kampanye vaksinasi ini akan menyasar lebih dari 640.000 anak di wilayah tersebut. Pengiriman vaksin ini didukung oleh Badan Amal Qatar yang menyumbangkan 3 juta dolar AS (sekitar Rp46,5 miliar) untuk membantu upaya UNRWA di Gaza.
Wakil Direktur Senior Lapangan UNRWA, Sam Rose, menyoroti kondisi yang semakin sulit di Gaza. "Keluarga-keluarga yang terus-menerus mengungsi dan seringnya relokasi karena perintah evakuasi Israel menciptakan lingkungan yang kondusif bagi penyebaran virus polio," kata Rose.
Dia juga menekankan bahwa kurangnya akses terhadap kebutuhan dasar seperti makanan, air, dan layanan kesehatan semakin memperburuk situasi.
Wakil Sekretaris Jenderal PBB untuk Keselamatan dan Keamanan, Gilles Michaud, menyoroti bahaya besar yang dihadapi staf PBB dan pekerja kemanusiaan di Gaza.
Dalam pernyataan pada 28 Agustus 2024, Michaud menyatakan PBB semakin kehabisan tempat aman untuk melindungi stafnya di tengah operasi militer Israel yang terus berlangsung.
Keadaan ini semakin sulit, mengingat kampanye vaksinasi polio yang dijadwalkan dimulai awal September kian dekat.
"Seperti kebanyakan warga Palestina di Gaza, kami kehabisan tempat aman untuk staf kami sendiri," kata Michaud.
Dia menekankan bahwa tindakan Israel, seperti perintah evakuasi massal yang baru-baru ini diberikan, semakin menghambat kemampuan PBB untuk memberikan bantuan dengan aman.
Walau ada pengumuman WHO pada Kamis (29/8) tentang "komitmen awal untuk jeda kemanusiaan khusus wilayah" selama kampanye vaksinasi polio yang akan dimulai pada 1 September di Jalur Gaza, namun tetap memerlukan komitmen Israel untuk kepastian jeda tersebut.
"Sekarang sangat penting bagi kami untuk mencapai cakupan vaksinasi 90 persen," kata perwakilan WHO untuk Wilayah Pendudukan Palestina, Rik Peeperkorn, menambahkan bahwa kampanye ini akan dilakukan dalam dua putaran.
Peeperkorn mendesak semua pihak untuk mengizinkan anak-anak dan keluarga mengakses fasilitas kesehatan dan pekerja kesehatan masyarakat selama jeda, memastikan bahwa anak-anak yang tidak dapat mengakses fasilitas kesehatan tetap dapat menerima vaksin polio.
Menurut Peeperkorn, jeda kemanusiaan yang telah disepakati dengan unit kemanusiaan tentara Israel (COGAT) mencakup jeda tiga hari di zona tengah Gaza, diikuti oleh jeda tiga hari di zona selatan, dan kemudian jeda tiga hari lagi di zona utara.
Michaud selanjutnya menyerukan semua pihak yang terlibat dalam konflik untuk mematuhi hukum humaniter internasional dan menghormati komitmen mereka untuk melindungi keselamatan dan keamanan personel serta fasilitas PBB.
PBB dan mitra-mitranya kini menyerukan masyarakat internasional untuk menekan Israel agar mengizinkan masuknya vaksin polio dan penyelenggaraan vaksinasi yang aman di Gaza.
Tanpa tindakan segera, kesehatan ratusan ribu anak di wilayah tersebut akan berada dalam bahaya besar.
Dengan tantangan yang semakin besar dan ancaman yang semakin nyata, komunitas internasional dituntut untuk mengambil tindakan cepat guna memastikan anak-anak di Gaza terlindungi dari wabah polio yang dapat merenggut nyawa mereka.
Baca juga: Sebanyak 10 jasad ditemukan usai tentara Israel mundur dari Jalur Gaza
Editor: Bayu Prasetyo
Copyright © ANTARA 2024
Tags: