Instansi kehutanan-Lingkar Hijau Sumsel sinergi aksi "Folu Net Sink"
29 Agustus 2024 19:43 WIB
FGD Instansi Kehutanan bersama Lingkar Hijau Sumsel membangun sinergisitas jalankan aksi "Folu Net Sink". ANTARA/Yudi Abdullah/24
Palembang (ANTARA) - Instansi yang menaungi bidang kehutanan dan lingkungan hidup seperti Balai Pengolahan Hutan (BPH), Dinas Kehutanan, BKSDA, BPDAS Musi, dan Perkumpulan Lingkar Hijau Sumatera Selatan membangun sinergisitas melakukan aksi program "Folu Net Sink" untuk menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK).
Sinergisitas itu diawali dengan kegiatan Fokus Grup Diskusi (FGD) yang mengangkat tema "Membangun Sinergisitas dan Sinkronisasi Kebijakan Folu Net Sink di Sumatera Selatan dengan Kebijakan Nasional", di Palembang, Kamis.
Dalam kesempatan itu Kepala Balai Pengolahan Hutan (BPH) Wilayah V Sumsel-Babel Posman Napitu mengatakan, untuk menjalankan program tersebut tidak mungkin bisa dilakukan oleh instansi bidang kehutanan dan lingkungan secara sendiri-sendiri, sehingga perlu sinergisitas antarinstansi terkait.
"Folu Net Sink merupakan salah satu program di sektor kehutanan yang diharapkan berkontribusi besar terhadap penurunan emisi sesuai dengan target Enhance National Determinate Carbon (ENDC)," ujarnya.
Dia menjelaskan pada 2021 Presiden Joko Widodo mengeluarkan kebijakan berupa Peraturan Presiden Nomor 98/2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk pencapaian target kontribusi yang ditetapkan secara nasional dan pengendalian emisi GRK dalam pembangunan nasional.
Dalam Pasal 3 Ayat (4) disebutkan bahwa pengurangan emisi GRK utamanya didukung oleh sektor kehutanan sebagai penyimpan karbon dengan pendekatan "carbon net sink" atau dikenal dengan "Folu Net Sink" yang merupakan sebuah kondisi yang ingin dicapai melalui aksi mitigasi penurunan emisi GRK dari sektor kehutanan dan lahan dengan kondisi di mana tingkat serapan sudah lebih tinggi dari tingkat emisi pada 2030.
Dalam dokumen ENDC yang diajukan pemerintah untuk penurunan emisi pada COP 26 di Mesir pada 2022, Indonesia berkomitmen menurunkan emisi 31 persen dengan usaha sendiri dan 43 persen dengan bantuan internasional atau dalam skenario kondisi normal (business as usual).
Emisi karbon Indonesia pada 2030 diproyeksikan mencapai 2.869 juta ton ekuivalen karbon dioksida (MTon C02e).
Kemudian dengan adanya ENDC, pemerintah menargetkan pengurangan emisi karbon secara mandiri 31,89 persen dari proyeksi "business as usual" sehingga emisi menjadi 1.953 MTon CO2e pada 2030.
Jika ada bantuan internasional, pemerintah menargetkan emisi karbon Indonesia bisa berkurang hingga 43,2 persen dari proyeksi "business as usual" sehingga emisinya menjadi 1.632 MTon CO2e pada 2030.
Untuk mewujudkan target penurunan emisi GRK tersebut, instansi kehutanan dan lingkungan di wilayah Sumsel bisa berkontribusi besar dengan melakukan aksi bersama-sama sesuai tugas dan fungsi masing-masing dengan membentuk kelompok kerja, kata Kepala Balai BPH Sumsel-Babel itu.
Sementara Direktur Lingkar Hijau Sumsel Anwar Sadat menjelaskan bahwa provinsi dengan 17 kabupaten dan kota itu termasuk sebagai salah satu dari 12 provinsi di tanah air yang ditunjuk untuk menyusun rencana kerja detail/sub rencana kerja nasional.
Guna mendukung tercapainya program "Folu Net Sink" di Sumsel, aktivis lingkungan yang tergabung dalam Perkumpulan Lingkar Hijau sebagai organisasi lingkungan hidup dan pemberdayaan masyarakat di Sumsel berikhtiar melakukan upaya pada satu landskap yang ada di provinsi setempat atau khususnya di kawasan hidrologi gambut (KHG).
Kawasan hidrologi gambut itu seperti di Kabupaten Banyuasin dan Musi Banyuasin (Muba) dengan harapan menjadi satu role model di dalam pengelolaan hutan dan lahan khususnya lahan gambut dengan melibatkan pemangku kepentingan (stakeholder) di daerah.
Menurut dia, dalam mengurangi emisi GRK di sektor kehutanan dan pemanfaatan lahan lainnya (folu) ada empat strategi utama yakni menghindari deforestasi, konservasi dan pengelolaan hutan lestari.
Kemudian perlindungan dan restorasi lahan gambut, serta peningkatan serapan karbon.
Berdasarkan empat strategi tersebut telah diturunkan menjadi 15 kegiatan mitigasi yang tujuh di antaranya yakni perhutanan sosial, konservasi, keanekaragaman hayati, pengurangan laju deforestasi lahan mineral.
Selanjutnya pengurangan laju deforestasi lahan gambut, dan mangrove, pengurangan laju degradasi hutan lahan gambut dan mangrove, restorasi gambut dan perbaikan tata air gambut, jelas Anwar Sadat.
Baca juga: Kementerian ESDM genjot pengurangan emisi melalui manajemen energi
Baca juga: Bappenas soroti empat sektor prioritas guna tekan emisi
Sinergisitas itu diawali dengan kegiatan Fokus Grup Diskusi (FGD) yang mengangkat tema "Membangun Sinergisitas dan Sinkronisasi Kebijakan Folu Net Sink di Sumatera Selatan dengan Kebijakan Nasional", di Palembang, Kamis.
Dalam kesempatan itu Kepala Balai Pengolahan Hutan (BPH) Wilayah V Sumsel-Babel Posman Napitu mengatakan, untuk menjalankan program tersebut tidak mungkin bisa dilakukan oleh instansi bidang kehutanan dan lingkungan secara sendiri-sendiri, sehingga perlu sinergisitas antarinstansi terkait.
"Folu Net Sink merupakan salah satu program di sektor kehutanan yang diharapkan berkontribusi besar terhadap penurunan emisi sesuai dengan target Enhance National Determinate Carbon (ENDC)," ujarnya.
Dia menjelaskan pada 2021 Presiden Joko Widodo mengeluarkan kebijakan berupa Peraturan Presiden Nomor 98/2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk pencapaian target kontribusi yang ditetapkan secara nasional dan pengendalian emisi GRK dalam pembangunan nasional.
Dalam Pasal 3 Ayat (4) disebutkan bahwa pengurangan emisi GRK utamanya didukung oleh sektor kehutanan sebagai penyimpan karbon dengan pendekatan "carbon net sink" atau dikenal dengan "Folu Net Sink" yang merupakan sebuah kondisi yang ingin dicapai melalui aksi mitigasi penurunan emisi GRK dari sektor kehutanan dan lahan dengan kondisi di mana tingkat serapan sudah lebih tinggi dari tingkat emisi pada 2030.
Dalam dokumen ENDC yang diajukan pemerintah untuk penurunan emisi pada COP 26 di Mesir pada 2022, Indonesia berkomitmen menurunkan emisi 31 persen dengan usaha sendiri dan 43 persen dengan bantuan internasional atau dalam skenario kondisi normal (business as usual).
Emisi karbon Indonesia pada 2030 diproyeksikan mencapai 2.869 juta ton ekuivalen karbon dioksida (MTon C02e).
Kemudian dengan adanya ENDC, pemerintah menargetkan pengurangan emisi karbon secara mandiri 31,89 persen dari proyeksi "business as usual" sehingga emisi menjadi 1.953 MTon CO2e pada 2030.
Jika ada bantuan internasional, pemerintah menargetkan emisi karbon Indonesia bisa berkurang hingga 43,2 persen dari proyeksi "business as usual" sehingga emisinya menjadi 1.632 MTon CO2e pada 2030.
Untuk mewujudkan target penurunan emisi GRK tersebut, instansi kehutanan dan lingkungan di wilayah Sumsel bisa berkontribusi besar dengan melakukan aksi bersama-sama sesuai tugas dan fungsi masing-masing dengan membentuk kelompok kerja, kata Kepala Balai BPH Sumsel-Babel itu.
Sementara Direktur Lingkar Hijau Sumsel Anwar Sadat menjelaskan bahwa provinsi dengan 17 kabupaten dan kota itu termasuk sebagai salah satu dari 12 provinsi di tanah air yang ditunjuk untuk menyusun rencana kerja detail/sub rencana kerja nasional.
Guna mendukung tercapainya program "Folu Net Sink" di Sumsel, aktivis lingkungan yang tergabung dalam Perkumpulan Lingkar Hijau sebagai organisasi lingkungan hidup dan pemberdayaan masyarakat di Sumsel berikhtiar melakukan upaya pada satu landskap yang ada di provinsi setempat atau khususnya di kawasan hidrologi gambut (KHG).
Kawasan hidrologi gambut itu seperti di Kabupaten Banyuasin dan Musi Banyuasin (Muba) dengan harapan menjadi satu role model di dalam pengelolaan hutan dan lahan khususnya lahan gambut dengan melibatkan pemangku kepentingan (stakeholder) di daerah.
Menurut dia, dalam mengurangi emisi GRK di sektor kehutanan dan pemanfaatan lahan lainnya (folu) ada empat strategi utama yakni menghindari deforestasi, konservasi dan pengelolaan hutan lestari.
Kemudian perlindungan dan restorasi lahan gambut, serta peningkatan serapan karbon.
Berdasarkan empat strategi tersebut telah diturunkan menjadi 15 kegiatan mitigasi yang tujuh di antaranya yakni perhutanan sosial, konservasi, keanekaragaman hayati, pengurangan laju deforestasi lahan mineral.
Selanjutnya pengurangan laju deforestasi lahan gambut, dan mangrove, pengurangan laju degradasi hutan lahan gambut dan mangrove, restorasi gambut dan perbaikan tata air gambut, jelas Anwar Sadat.
Baca juga: Kementerian ESDM genjot pengurangan emisi melalui manajemen energi
Baca juga: Bappenas soroti empat sektor prioritas guna tekan emisi
Pewarta: Yudi Abdullah
Editor: Riza Mulyadi
Copyright © ANTARA 2024
Tags: