“Kami berpikir bagaimana sebuah wastra itu bisa dikembangkan, ditransformasi sehingga yang tadinya mungkin hanya dipakai untuk upacara atau kegiatan yang tradisional, pelanggannya itu saja, bagaimana supaya produk-produk itu bisa juga dipakai oleh semua generasi, termasuk yang generasi milenial ataupun gen Z,” kata Irna dalam acara inkubasi modest fashion tahap dua Road to JMFW 2025 di Jakarta, Rabu.
Baca juga: Dian Pelangi prediksikan tren fesyen di tahun 2025
“Itulah semangatnya kita untuk bisa memberikan wawasan kepada para pelaku usaha dari bisnis fesyen ini untuk bisa juga membawa gerbong UMKM dari wastra,” katanya.
Namun dengan semakin bertambah peminat sekolah kursus desain modest fashion (busana sopan), Irna menyebut ada tantangan yang dihadapi penyedia kursus fesyen yaitu dari sisi teknologi dan akses menjangkau siswa jurusan vokasi sebagai tenaga terampil.
Kesenjangan antara siswa sekolah kejuruan dengan industri fesyen membuat para lulusan sekolah desain mendapat kesulitan menemukan penjahit atau pembuat pola terutama di luar pulau Jawa.
“Kalau SMK, masih ada gap (kesenjangan) untuk masuk ke dunia industri. Sementara fashion designer (perancang busana) semakin banyak, tentunya gerbong-gerbong yang lain juga dibutuhkan seperti misalnya penjahit, pembuat pola, nah itu masih sangat langka,” kata Irna.
Baca juga: Kemendag: JMFW 2024 membukukan transaksi Rp330 miliar
Baca juga: PPKUKM Jaksel latih pelaku Wirausaha Industri Baru di bidang fesyen
Baca juga: Menparekraf: Inkubasi cara tingkatkan "modest fashion" Indonesia