Praktisi minta pemerintah pantau mekanisme penyebaran cacar monyet
28 Agustus 2024 18:24 WIB
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin (kanan) bersama Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (kiri), Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa (kedua kiri) dan Wamenkeu Suahasil Nazara (kedua kanan) berjalan untuk mengikuti rapat terbatas di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (27/8/2024). Rapat terbatas tersebut membahas penanganan Mpox dan persiapan penyelenggaraan Indonesia-Africa Forum (IAF) di Bali. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/Spt
Jakarta (ANTARA) - Praktisi Kesehatan Masyarakat, dr. Ngabila Salama meminta pemerintah untuk memantau mekanisme penularan dari cacar monyet atau monkeypox (Mpox) untuk mencegah penyebaran.
"Terus dipantau mekanisme penularan setiap kasus dan melihat perkembangan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan kejadian di sejumlah negara," kata Ngabila di Jakarta, Rabu.
Ngabila mengatakan perlu untuk mengetahui apakah ada laporan kasus airborne (penyebaran lewat udara) pada kasus Mpox karena kalau ini yang terjadi bisa mempercepat penularan seperti kasus penularan COVID-19.
Kemudian, kata Ngabila, pemerintah sebaiknya melakukan whole genome sequencing (WGS) pada setiap kasus positif Mpox untuk melihat varian yang ada.
"Trennya apakah varian tersebut lebih cepat menular atau ada dampak fatalitas atau kematian yang tinggi," kata Ngabila.
Selanjutnya adalah mitigasi risiko jika terjadi eskalasi kasus dengan cara mendeteksi, mencegah, dan merespons.
"Deteksi dengan tes Polymerase Chain Reaction (PCR) dan WGS, lalu pencegahan dengan vaksinasi baik program gratis atau berbayar dan merespons dengan kapasitas ruang isolasi dan rujukan tingkat pertama dan lanjutan," tutur Ngabila.
Menurutnya, Mpox harus dianggap sebagai penyakit menular seksual sehingga pendekatannya lebih kepada pencegahan.
"Sebaiknya vaksinasi secara umum dapat dijual bebas dan masuk dalam rekomendasi Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) untuk jadwal imunisasi setelah mendapat persetujuan Badan Pengawas Obat dan Minuman (BPOM), Indonesia Technical Advisory Group of Immunization (ITAGI) dan Kemenkes RI," kata dia.
Ngabila mengatakan vaksinasi tersebut mirip vaksinasi Human Papillomavirus (HPV) yang dapat mencegah penyakit menular seksual virus HPV yang selanjutnya bisa menyebabkan kanker terbanyak pada wanita seperti kanker serviks, kanker leher atau kanker rahim.
"Beberapa negara jika meminta syarat untuk vaksinasi Mpox juga bisa diberikan International Certificate of Vaccination (ICV) buku kuning bukti vaksinasi secara mandiri," kata Ngabila.
Baca juga: Ikhtiar menanggulangi Mpox
Baca juga: DKI catat 59 kasus Mpox hingga Agustus 2024
Baca juga: Dinkes DKI Jakarta terus lakukan vaksinasi cacar monyet
"Terus dipantau mekanisme penularan setiap kasus dan melihat perkembangan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan kejadian di sejumlah negara," kata Ngabila di Jakarta, Rabu.
Ngabila mengatakan perlu untuk mengetahui apakah ada laporan kasus airborne (penyebaran lewat udara) pada kasus Mpox karena kalau ini yang terjadi bisa mempercepat penularan seperti kasus penularan COVID-19.
Kemudian, kata Ngabila, pemerintah sebaiknya melakukan whole genome sequencing (WGS) pada setiap kasus positif Mpox untuk melihat varian yang ada.
"Trennya apakah varian tersebut lebih cepat menular atau ada dampak fatalitas atau kematian yang tinggi," kata Ngabila.
Selanjutnya adalah mitigasi risiko jika terjadi eskalasi kasus dengan cara mendeteksi, mencegah, dan merespons.
"Deteksi dengan tes Polymerase Chain Reaction (PCR) dan WGS, lalu pencegahan dengan vaksinasi baik program gratis atau berbayar dan merespons dengan kapasitas ruang isolasi dan rujukan tingkat pertama dan lanjutan," tutur Ngabila.
Menurutnya, Mpox harus dianggap sebagai penyakit menular seksual sehingga pendekatannya lebih kepada pencegahan.
"Sebaiknya vaksinasi secara umum dapat dijual bebas dan masuk dalam rekomendasi Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) untuk jadwal imunisasi setelah mendapat persetujuan Badan Pengawas Obat dan Minuman (BPOM), Indonesia Technical Advisory Group of Immunization (ITAGI) dan Kemenkes RI," kata dia.
Ngabila mengatakan vaksinasi tersebut mirip vaksinasi Human Papillomavirus (HPV) yang dapat mencegah penyakit menular seksual virus HPV yang selanjutnya bisa menyebabkan kanker terbanyak pada wanita seperti kanker serviks, kanker leher atau kanker rahim.
"Beberapa negara jika meminta syarat untuk vaksinasi Mpox juga bisa diberikan International Certificate of Vaccination (ICV) buku kuning bukti vaksinasi secara mandiri," kata Ngabila.
Baca juga: Ikhtiar menanggulangi Mpox
Baca juga: DKI catat 59 kasus Mpox hingga Agustus 2024
Baca juga: Dinkes DKI Jakarta terus lakukan vaksinasi cacar monyet
Pewarta: Redemptus Elyonai Risky Syukur
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2024
Tags: