Dongkrak ekonomi keluarga, BKKBN gandeng BI kenalkan literasi keuangan
28 Agustus 2024 12:27 WIB
Arsip foto-Kepala BKKBN dr. Hasto Wardoyo (depan, dua dari kanan) meninjau produk-produk UMKM dari UPPKA saat menghadiri peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) Ke-31 di Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, pada Sabtu (20/7/2024). (ANTARA/HO-BKKBN)
Jakarta (ANTARA) - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) berkolaborasi dengan Bank Indonesia (BI) mengenalkan literasi keuangan untuk memberdayakan ekonomi keluarga.
“Pemberdayaan ekonomi keluarga merupakan salah satu program dari upaya BKKBN untuk menuju keluarga berkualitas dari sisi kemandirian ekonomi keluarga, utamanya bagi akseptor dan keluarga akseptor Program Keluarga Berencana (KB),” ujar Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga BKKBN Nopian Andusti dalam webinar yang diikuti di Jakarta, Rabu.
Ia menjelaskan BKKBN memiliki Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Akseptor (UPPKA), kelompok kegiatan pembangunan keluarga yang sebagian besar terdiri dari akseptor KB pemilik Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
“UPPKA merupakan kegiatan kelompok UMKM yang kebetulan anggotanya para akseptor dan keluarga akseptor, memang belum begitu familiar tetapi melalui kelompok usaha peningkatan pendapatan keluarga akseptor ini, keluarga didorong berinteraksi dan melaksanakan kegiatan usaha yang produktif bersama-sama,” ujar dia.
Baca juga: Kepala BKKBN: UPPKA berdayakan keluarga untuk kesejahteraan ekonomi
Nopian juga menyebutkan jumlah UPPKA yang ada di seluruh Indonesia sesuai dengan data sistem informasi keluarga terdapat 35.888 kelompok dengan berbagai jenis usaha kuliner, pertanian, peternakan, perikanan, industri, dan kegiatan-kegiatan ekonomi produktif lainnya.
“Prinsip gotong royong menjadi landasan utama pelaksanaan kegiatan dalam kelompok UPPKA, dan untuk menjaga eksistensi serta meningkatkan partisipasi kelompok UPPKA dalam peningkatan pendapatan ekonomi keluarga, maka BKKBN terus berupaya berkolaborasi dan bersinergi dengan mitra-mitra kerja strategis, salah satunya dengan Bank Indonesia,” paparnya.
Sementara itu Kepala Departemen Pengembangan UMKM dan Perlindungan Konsumen BI Anastuty K menyampaikan pengenalan layanan keuangan digital dan branding untuk pemberdayaan ekonomi keluarga merupakan sinergi BI dan BKKBN dalam rangka memperkuat ketahanan dan kesejahteraan ekonomi keluarga melalui pemberdayaan UMKM.
“Khususnya UMKM yang dikelola oleh perempuan, di mana mereka memegang peranan penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi dan keuangan inklusif. Dari 64 juta UMKM di Indonesia, 80 persennya dikelola oleh perempuan,” ucapnya.
Baca juga: BI ungkap langkah perluas inklusi keuangan untuk perempuan
Sebagai pilar pemberdayaan ekonomi, lanjutnya, BI melaksanakan program pengembangan ekonomi dan keuangan inklusif berbasis kelompok subsisten atau kelompok yang menerima bantuan sosial serta memiliki rintisan usaha, dengan penguatan pada tiga aspek utama, yakni penguatan kapasitas usaha, penguatan literasi dan akses keuangan, serta penguatan kelembagaan.
“Berdasarkan survei, alasan penduduk Indonesia tidak dapat mengakses produk dan layanan keuangan karena tidak memiliki uang. Untuk itu perlu dilakukan pemberdayaan ekonomi terlebih dahulu, sebelum kita kenalkan pada produk dan layanan keuangan,” kata Anastuty.
Pemberdayaan ekonomi berbasis kelompok subsisten tersebut, kata dia, telah dikembangkan di 46 kantor perwakilan BI dengan total anggota kelompok 1.967 orang.
Baca juga: BI bersinergi dengan perguruan tinggi dorong literasi keuangan UMKM
“Pemberdayaan ekonomi keluarga merupakan salah satu program dari upaya BKKBN untuk menuju keluarga berkualitas dari sisi kemandirian ekonomi keluarga, utamanya bagi akseptor dan keluarga akseptor Program Keluarga Berencana (KB),” ujar Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga BKKBN Nopian Andusti dalam webinar yang diikuti di Jakarta, Rabu.
Ia menjelaskan BKKBN memiliki Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Akseptor (UPPKA), kelompok kegiatan pembangunan keluarga yang sebagian besar terdiri dari akseptor KB pemilik Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
“UPPKA merupakan kegiatan kelompok UMKM yang kebetulan anggotanya para akseptor dan keluarga akseptor, memang belum begitu familiar tetapi melalui kelompok usaha peningkatan pendapatan keluarga akseptor ini, keluarga didorong berinteraksi dan melaksanakan kegiatan usaha yang produktif bersama-sama,” ujar dia.
Baca juga: Kepala BKKBN: UPPKA berdayakan keluarga untuk kesejahteraan ekonomi
Nopian juga menyebutkan jumlah UPPKA yang ada di seluruh Indonesia sesuai dengan data sistem informasi keluarga terdapat 35.888 kelompok dengan berbagai jenis usaha kuliner, pertanian, peternakan, perikanan, industri, dan kegiatan-kegiatan ekonomi produktif lainnya.
“Prinsip gotong royong menjadi landasan utama pelaksanaan kegiatan dalam kelompok UPPKA, dan untuk menjaga eksistensi serta meningkatkan partisipasi kelompok UPPKA dalam peningkatan pendapatan ekonomi keluarga, maka BKKBN terus berupaya berkolaborasi dan bersinergi dengan mitra-mitra kerja strategis, salah satunya dengan Bank Indonesia,” paparnya.
Sementara itu Kepala Departemen Pengembangan UMKM dan Perlindungan Konsumen BI Anastuty K menyampaikan pengenalan layanan keuangan digital dan branding untuk pemberdayaan ekonomi keluarga merupakan sinergi BI dan BKKBN dalam rangka memperkuat ketahanan dan kesejahteraan ekonomi keluarga melalui pemberdayaan UMKM.
“Khususnya UMKM yang dikelola oleh perempuan, di mana mereka memegang peranan penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi dan keuangan inklusif. Dari 64 juta UMKM di Indonesia, 80 persennya dikelola oleh perempuan,” ucapnya.
Baca juga: BI ungkap langkah perluas inklusi keuangan untuk perempuan
Sebagai pilar pemberdayaan ekonomi, lanjutnya, BI melaksanakan program pengembangan ekonomi dan keuangan inklusif berbasis kelompok subsisten atau kelompok yang menerima bantuan sosial serta memiliki rintisan usaha, dengan penguatan pada tiga aspek utama, yakni penguatan kapasitas usaha, penguatan literasi dan akses keuangan, serta penguatan kelembagaan.
“Berdasarkan survei, alasan penduduk Indonesia tidak dapat mengakses produk dan layanan keuangan karena tidak memiliki uang. Untuk itu perlu dilakukan pemberdayaan ekonomi terlebih dahulu, sebelum kita kenalkan pada produk dan layanan keuangan,” kata Anastuty.
Pemberdayaan ekonomi berbasis kelompok subsisten tersebut, kata dia, telah dikembangkan di 46 kantor perwakilan BI dengan total anggota kelompok 1.967 orang.
Baca juga: BI bersinergi dengan perguruan tinggi dorong literasi keuangan UMKM
Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2024
Tags: