"Arah dukungan pemilih yang diperlihatkan beberapa lembaga hitung cepat, masih mungkin akan mengubah, tergantung ketepatan koalisi antarpartai," kata Nikolaus di Yogyakarta, Jumat.
Menurut dia, rentang empat bulan menjelang pemilu presiden harus tetap dicermati oleh masing-masing partai untuk mempertahankan perolehan suara.
Hasil hitung cepat, kata dia, belum dapat memastikan gambaran akhir pemenang Pemilu 2014.
"Pemilih mengambang sangat kritis dan pragmatis untuk menentukan dukungan, dan arah mereka masih dapat berubah-ubah," katanya.
Menurut dia, selain membuat agenda yang memiliki daya tarik, partai harus memiliki keberanian untuk memberikan ruang lebih bagi calon presiden yang diusung untuk tampil di depan publik.
"Misalnya saja PDI Perjuangan, partai itu saat ini masih malu-malu memperlihatkan Jokowi sebagai ikon. Tanpa keberanian itu suara yang diperoleh masih akan dapat berpindah ke partai lain yang memiliki ideologi terdekat, yakni Partai Gerindra," katanya.
Selain itu, ia menilai keputusan koalisi juga harus mempertimbangkan kesesuaian ideologi partai.
"Perbedaan warna ideologi yang terlalu jauh dalam sebuah koalisi sebaiknya tidak dilakukan, karena tentu akan mempengaruhi arah loyalis partai," katanya.
Sebelumnya, hasil hitung cepat yang dipublikasikan Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) Antara bekerja sama dengan Radio Republik Indonesia (RRI) di Jakarta, Rabu (9/4) hingga pukul 15.15 WIB menunjukkan PDI Perjuangan memimpin dengan perolehan suara 17,13 persen, kemudian Partai Golkar 15,51 persen.
Partai Gerindra menduduki posisi ketiga dengan perolehan suara 10,05 persen.
Urutan selanjutnya Partai Demokrat 9,62 persen, PKB 9 persen, PPP 8,15 persen, PAN 7,53 persen, Partai Nasdem 6,93 persen, PKS 6,84 persen, dan Partai Hanura 6,72 persen.
Sementara, dua partai yang meraih suara paling sedikit adalah PBB 1,36 persen, dan PKPI 1,15 persen.
(KR-LQH/M008)