Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua MPR RI Hajriyanto Y Thohari mengaku pimpinan MPR RI terkejut dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal Empat Pilar Kehidupan Berbabgsa dan Bernegara yang dinilai bertentangan dengan konstitusi.

"Putusan MK itu hanya membatalkan frase nama Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara, tapi tidak substansinya," katanya di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Jumat.

Menurut Hajriyanto, dengan membuat putusan tersebut, MK terjebak pada persoalan semantik bahasa yang bukan merupakan wilayah MK.

Seharusnya, kata dia, putusan MK menyoroti substansi suatu persoalan, bukan frase yang hanya sebagai kemasan.

"Pimpinan MPR RI sejak awal membuat nama Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara hanya sebagai kemasan, dari materi Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika, yang disosialisasikan kepada masyarakat," katanya.

Politisi Partai Golkar ini menambahkan pimpinan MPR RI memutuskan melakukan sosialisasi Empat Pilar sebagai gerakan nasional untuk meningkatkan rasa nasionalisme masyarakat Indonesia yang dirasakan semakin luntur.

Apalagi, kata dia, setelah era reformasi 1998, nasionalisme bangsa Indonesia dirasakan menurun dengan munculnya konflik bermotif suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) di sejumlah daerah.

Karena itu, kata dia, pimpiman MPR sepakat membuat program untuk meningkatkan nasionalisme bangsa Indonesia dalam kemasan Empat Pilar.

"Sosialisasi Empat Pilar yang dilakukan MPR RI sejak 2010 memberikan pengaruh signifikan bagi masyarakat, sehingga nama Empat Pilar menjadi sangat populer," katanya.

Namun, dengan putusan MK yang membatalkan nama program Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara, hal ini menjadi PR baru bagi MPR RI.

MPR RI, kata dia, harus meluruskan kepada masyarakat, bahwa yang dibatalkan hanya namanya, bukan substansi Empat Pilar yakni Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.

"Dengan putusan tersebut, persepsi masyarakat menjadi beragam," katanya.

Hajriyanto menegaskan MK turut bertanggung jawab atas putusan tersebut untuk turut melakukan sosialisasi kepada masyarakat.

Kalau disebut bertentangan dengan UUD 1945, kata dia, implikasinya kepada anggaran serta MPR RI tidak bisa menjalankan program sosialisasi empat pilar itu merupakan hal yang mendasar.

"Padahal yang dibatalkan hanya frasa nama programnya," katanya. (*)