Colombo (ANTARA News) – Militer Sri Lanka Jumat menembak mati tiga orang yang mereka yakini mencoba menghidupkan kembali gerakan separatis Macan Tamil lima tahun setelah kekalahan mereka, kata seorang juru bicara.

Juru bicara militer Brigadir Ruwan Wanigasooriya mengatakan tentara membunuh ketiganya, termasuk pria yang mereka identifikasi sebagai seorang pemimpin lokal Macan, ketika mereka mencoba lolos dari kepungan militer di area hutan bekas zona perang selatan Jaffna, lapor AFP.

“Mereka mencoba menerobos kepungan dan kami menembak dan menewaskan tiga orang,” kata Wanigasooriya. Dia tidak mengatakan jika ada korban tentara.

Namun, dia mengatakan militer yakin dua dari mereka yang tewas adalah tersangka yang dicari terkait penembakan dan pencederaan perwira polisi bulan lalu di bagian utara pulau.

Seorang pria yang tewas Jumat bernama Kajadeepan Ponniah Selvanayagam, 31, yang lebih dikenal sebagai Gopi, kata Wanigasooriya kepada wartawan di Colombo.

Departemen informasi pemerintah secara terpisah menggambarkan Gopi sebagai pemimpin Pembebasan Macan Tamil Eelam (LTTE) di bagian utara pulau, menandaskan dia diantara ketiga orang yang tewas hari Jumat.

Sebelum insiden terakhir itu, polisi meminta informasi tentang keberadaan Gopi. Mereka menawarkan hadiah satu juta rupee ($7,600) untuk informasi yang mengarah pada penangkapannya.

Dia dan seorang pria lain yang diidentifikasi sebagai Nawaratman Navaneethan, 36, telah dituduh menembak dan melukai seorang perwira polisi di bagian utara Sri Lanka bulan lalu. Navaneethan juga diyakini diantara mereka yang tewas dalam penembakan pasukan angkatan darat Jumat.

Sehari sebelumnya polisi mengumumkan penangkapan 60 orang, termasuk 10 wanita, terkait dengan upaya pengaktifan kembali gerakan Macan Tamil.

PBB memperkirakan sedikitnya 100.000 orang tewas dalam konflik separatis Tamil di Sri Lanka antara 1972-2009.

Colombo menolak resolusi Dewan Hak Asasi Manusia PBB dan menyatakan pihaknya tidak akan bekerja sama dalam penyelidikan apapun setelah menegaskan bahwa tentaranya tidak membunuh seorang pun warga sipil.

Sri Lanka juga mendapat tekanan keras dari luar agar menyingkirkan undang-undang antiteror yang keras, namun Colombo bertahan bahwa mereka membutuhkan kekuatan luar biasa untuk menghadapi kemungkinan munculnya kembali terorisme. (*)