Dalam rilis yang disiarkan oleh pihaknya di Jakarta, Senin, permintaan itu ditegaskan oleh Ketua Umum PB MABMI OK Saidin. Ia menyebutkan tidak ada alasan DPR dan Pemerintah menahan RUU Masyarakat Adat karena Undang-undang itu merupakan perintah konstitusi.
Pihaknya menilai Ayat 2 Pasal 18B UUD 1945 telah sangat tegas menjelaskan bahwa Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip NKRI, yang diatur dalam undang-undang.
“Jadi, perintah UUD 45 itu jelas dan tegas. Karena itulah, kami mendesak DPR dan Pemerintah mensahkan RUU Masyarakat Adat,” tegas OK Saidin yang juga Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Ia menyebutkan Rakernas itu diikuti pengurus wilayah dan pengurus daerah seluruh Indonesia melalui daring dan luring.
Baca juga: Hari Masyarakat Adat, AMAN serukan pengesahan UU Masyarakat Hukum Adat
Baca juga: APHA gugat UU Kementerian Negara untuk jamin urusan masyarakat adat
Begitu juga kasus di Rempang, Kepulauan Riau, dan di berbagai wilayah di Kalimantan. Oleh karena itu, OK Saidin merasa heran atas terhentinya pembahasan RUU Masyarakat Adat selama 14 tahun.
Menurutnya, penguatan masyarakat adat ada dalam Undang-Undang No.5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, akan tetapi UU ini tidak segera bisa menjawab tuntutan masyarakat adat karena tidak terealisasi melalui peraturan daerah di tingkat Provinsi maupun Pemerintahan Kota.
Baca juga: APHA: Segera sahkan RUU Masyarakat Hukum Adat jadi UU
Baca juga: Tokoh: Realisasi UU masyarakat adat perlu jadi fokus pemimpin terpilih