Menkes: Peningkatan gizi mesti diiringi faskes gratis dan merata
26 Agustus 2024 19:49 WIB
Sejumlah siswa SD menunjukkan menu makanan sehat dan bergizi saat pemberian makanan ringan dalam Gerakan Edukasi dan Pemberian Pangan Bergizi untuk Siswa (Genius) di Kelurahan Balumbang Jaya, Kota Bogor, Jawa Barat, Rabu (22/11/2023). ANTARA FOTO/Arif Firmansyah/rwa.
Jakarta (ANTARA) - Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan peningkatan gizi masyarakat mesti diiringi dengan tersedia fasilitas kesehatan (faskes) secara gratis dan merata.
Hal tersebut disampaikan Menkes Budi saat ditemui di Jakarta, Senin, merespons pembentukan Badan Gizi Nasional oleh Presiden Joko Widodo sesuai Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2024 tentang Badan Gizi Nasional yang diterbitkan pada 19 Agustus 2024 yang lalu.
“Presiden terpilih ingin sekali agar faskes itu dibuat merata di seluruh kabupaten/kota, jadi ada inisiatif untuk meningkatkan gizi anak-anak dengan makan gratis, tetapi beliau juga meminta agar faskes dibuat gratis dan merata di seluruh kabupaten/kota,” katanya.
Ia menjelaskan intervensi kesehatan ada dua, yakni kuratif dengan rumah sakitnya serta promotif dan preventif lewat posyandu, puskesmas, maupun layanan kesehatan lainnya untuk menjaga masyarakat agar tetap sehat, termasuk melalui pemberian gizi seimbang.
“Sekarang yang dilakukan itu preventif, mencegah agar tidak sakit atau menjaga agar tetap sehat. Salah satu program di preventif itu skrining atau deteksi dini, itu penting sekali. Kalau deteksi dininya bagus, bisa langsung diintervensi enggak perlu sakit dulu, jadi langsung diperbaiki kondisinya,” ujar dia.
Baca juga: Kepala BKKBN ajak masyarakat tingkatkan gizi dari pangan selain beras
Selain itu, ujar dia, ke depan puskesmas dan posyandu diupayakan juga dapat mendeteksi kandungan senyawa etilen glikol atau bahan kimia dalam sirup seperti paracetamol yang sempat menyebabkan penyakit ginjal pada anak-anak.
“Kalau ada tes etilen glikol kita bisa lakukan itu di level provinsi, jadi 34 provinsi itu juga dapat menganalisis food chemical poisoning (keracunan bahan kimia pada makanan),” ucapnya.
Ia mengemukakan untuk melakukan deteksi dini maka layanan kesehatan di daerah membutuhkan laboratorium yang memadai.
“Laboratorium kesehatan itu ada dua, lab klinik yang ada di rumah sakit dan public health lab atau laboratorium kesehatan masyarakat (labkesmas). Biasanya yang paling sering itu cek darah, kolesterol, gula, tekanan darah, nah sekarang kita upayakan bisa cek di labkesmas tuberkolusisnya ada apa enggak, cacar monyetnya nya ada atau enggak, itu bisa dilakukan lebih dini,” kata dia.
Selain itu, untuk mendukung peningkatan gizi masyarakat, baik posyandu maupun puskesmas, mesti bisa mengecek udara kotor atau sanitasi.
“Cek juga udaranya kotor atau enggak, airnya bersih atau enggak, kalau seperti itu sebenarnya bisa dilakukan oleh labkesmas mulai dari level posyandu, puskesmas, baik kabupaten/kota,” katanya.
Baca juga: Wakil Ketua MPR: Peningkatan gizi anak jadi kepedulian bersama
Baca juga: Kemenko PMK: Peningkatan status gizi anak perlu jadi prioritas
Hal tersebut disampaikan Menkes Budi saat ditemui di Jakarta, Senin, merespons pembentukan Badan Gizi Nasional oleh Presiden Joko Widodo sesuai Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2024 tentang Badan Gizi Nasional yang diterbitkan pada 19 Agustus 2024 yang lalu.
“Presiden terpilih ingin sekali agar faskes itu dibuat merata di seluruh kabupaten/kota, jadi ada inisiatif untuk meningkatkan gizi anak-anak dengan makan gratis, tetapi beliau juga meminta agar faskes dibuat gratis dan merata di seluruh kabupaten/kota,” katanya.
Ia menjelaskan intervensi kesehatan ada dua, yakni kuratif dengan rumah sakitnya serta promotif dan preventif lewat posyandu, puskesmas, maupun layanan kesehatan lainnya untuk menjaga masyarakat agar tetap sehat, termasuk melalui pemberian gizi seimbang.
“Sekarang yang dilakukan itu preventif, mencegah agar tidak sakit atau menjaga agar tetap sehat. Salah satu program di preventif itu skrining atau deteksi dini, itu penting sekali. Kalau deteksi dininya bagus, bisa langsung diintervensi enggak perlu sakit dulu, jadi langsung diperbaiki kondisinya,” ujar dia.
Baca juga: Kepala BKKBN ajak masyarakat tingkatkan gizi dari pangan selain beras
Selain itu, ujar dia, ke depan puskesmas dan posyandu diupayakan juga dapat mendeteksi kandungan senyawa etilen glikol atau bahan kimia dalam sirup seperti paracetamol yang sempat menyebabkan penyakit ginjal pada anak-anak.
“Kalau ada tes etilen glikol kita bisa lakukan itu di level provinsi, jadi 34 provinsi itu juga dapat menganalisis food chemical poisoning (keracunan bahan kimia pada makanan),” ucapnya.
Ia mengemukakan untuk melakukan deteksi dini maka layanan kesehatan di daerah membutuhkan laboratorium yang memadai.
“Laboratorium kesehatan itu ada dua, lab klinik yang ada di rumah sakit dan public health lab atau laboratorium kesehatan masyarakat (labkesmas). Biasanya yang paling sering itu cek darah, kolesterol, gula, tekanan darah, nah sekarang kita upayakan bisa cek di labkesmas tuberkolusisnya ada apa enggak, cacar monyetnya nya ada atau enggak, itu bisa dilakukan lebih dini,” kata dia.
Selain itu, untuk mendukung peningkatan gizi masyarakat, baik posyandu maupun puskesmas, mesti bisa mengecek udara kotor atau sanitasi.
“Cek juga udaranya kotor atau enggak, airnya bersih atau enggak, kalau seperti itu sebenarnya bisa dilakukan oleh labkesmas mulai dari level posyandu, puskesmas, baik kabupaten/kota,” katanya.
Baca juga: Wakil Ketua MPR: Peningkatan gizi anak jadi kepedulian bersama
Baca juga: Kemenko PMK: Peningkatan status gizi anak perlu jadi prioritas
Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2024
Tags: