Metode baru pengobatan kanker rektum bisa turunkan risiko kambuh
26 Agustus 2024 08:13 WIB
Arsip foto - Petugas menyiapkan alat radioterapi di Rumah Sakit Pusat Pertamina, Jakarta, Jumat (6/1/2023). Metode pengobatan kanker rektum mencakup radioterapi, kemoterapi, dan operasi. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/aww.
Jakarta (ANTARA) - Studi yang dilakukan oleh Universitas Uppsala di Swedia dan hasilnya dipublikasikan di eClinicalMedicine menunjukkan bahwa metode baru dalam pengobatan kanker rektum bisa menurunkan risiko operasi dan kekambuhan.
"Tumor lebih sering menghilang sepenuhnya, sehingga meningkatkan kemungkinan untuk menghindari operasi dan mempertahankan fungsi rektum yang normal," kata Bengt Glimelius, profesor onkologi di Universitas Uppsala dan konsultan senior di Rumah Sakit Universitas Uppsala, tentang metode pengobatan baru kanker rektum.
"Selain itu, metastasis juga lebih sedikit," katanya sebagaimana dikutip oleh The Hindustan Times pada Minggu (25/8).
Ketika seseorang didiagnosis dengan kanker rektum, bagian usus ini sering kali diangkat sehingga memunculkan kebutuhan stoma atau masalah dalam mengontrol buang air besar.
Pasien kanker rektum seringnya menerima radioterapi atau kombinasi radioterapi dan kemoterapi selama lima minggu kemudian diikuti dengan operasi, dan biasanya tambahan kemoterapi sampai enam bulan.
Baca juga: Aspirin berperan dalam pencegahan dan pengobatan kanker kolorektal
Studi yang dilakukan oleh Universitas Uppsala dalam pelayanan kesehatan sehari-hari menunjukkan bahwa kemungkinan menghilangkan kebutuhan untuk operasi usus dapat meningkat dua kali lipat jika semua radioterapi dan kemoterapi diberikan terlebih dahulu, kemudian pasien menjalani operasi jika diperlukan.
"Jika tumor menghilang sepenuhnya selama pengobatan, operasi tidak diperlukan. Ini berarti bahwa rektum bisa dipertahankan dan kebutuhan untuk stoma serta rektum baru dihilangkan," kata Bengt Glimelius.
"Ketika bagian rektum diangkat melalui pembedahan, rektum baru belum sepenuhnya memahami bahwa ia seharusnya bisa menahan untuk tidak sering mengirim sinyal ke otak bahwa Anda perlu menggunakan toilet," katanya.
Penelitian mengenai dampak penerapan metode pengobatan baru kanker rektum dilakukan menggunakan data 461 pasien dalam Registri Kanker Kolorektal Swedia.
Baca juga: Dokter sebut kesehatan mental pengaruhi proses pengobatan kanker
Kanker rektum lokal tingkat lanjut secara tradisional diobati dengan kombinasi radioterapi dan kemoterapi diikuti dengan operasi dan kemoterapi lanjutan.
Empat tahun lalu, studi acak menunjukkan bahwa penerapan pendekatan alternatif yang meliputi satu minggu radioterapi diikuti dengan lebih dari empat bulan kemoterapi membuat lebih banyak tumor menghilang sepenuhnya dan menimbulkan lebih sedikit metastasis.
Namun, kemudian sedikit lebih banyak kekambuhan lokal teramati.
Uppsala adalah wilayah pertama di Swedia yang memilih untuk memperkenalkan metode pengobatan ini, tetapi dengan periode kemoterapi dipersingkat jadi tiga bulan.
Hasil studi yang baru mengonfirmasi hasil studi acak sebelumnya, tetapi menunjukkan bahwa peningkatan kekambuhan lokal tidak teramati.
"Dengan pengobatan lama, studi acak tidak menemukan tumor pada 14 persen pasien yang menjalani operasi. Model baru menggandakan angka itu menjadi 28 persen," kata Bengt Glimelius.
"Studi Swedia baru ini memiliki hasil yang sama, tetapi tanpa peningkatan tingkat kekambuhan lokal setelah hampir lima tahun tindak lanjut," ia menambahkan.
Baca juga: Kemenkes pastikan akses pengobatan kanker dalam Program JKN
Baca juga: Dokter paparkan metode penyembuhan kanker darah dengan sel punca
"Tumor lebih sering menghilang sepenuhnya, sehingga meningkatkan kemungkinan untuk menghindari operasi dan mempertahankan fungsi rektum yang normal," kata Bengt Glimelius, profesor onkologi di Universitas Uppsala dan konsultan senior di Rumah Sakit Universitas Uppsala, tentang metode pengobatan baru kanker rektum.
"Selain itu, metastasis juga lebih sedikit," katanya sebagaimana dikutip oleh The Hindustan Times pada Minggu (25/8).
Ketika seseorang didiagnosis dengan kanker rektum, bagian usus ini sering kali diangkat sehingga memunculkan kebutuhan stoma atau masalah dalam mengontrol buang air besar.
Pasien kanker rektum seringnya menerima radioterapi atau kombinasi radioterapi dan kemoterapi selama lima minggu kemudian diikuti dengan operasi, dan biasanya tambahan kemoterapi sampai enam bulan.
Baca juga: Aspirin berperan dalam pencegahan dan pengobatan kanker kolorektal
Studi yang dilakukan oleh Universitas Uppsala dalam pelayanan kesehatan sehari-hari menunjukkan bahwa kemungkinan menghilangkan kebutuhan untuk operasi usus dapat meningkat dua kali lipat jika semua radioterapi dan kemoterapi diberikan terlebih dahulu, kemudian pasien menjalani operasi jika diperlukan.
"Jika tumor menghilang sepenuhnya selama pengobatan, operasi tidak diperlukan. Ini berarti bahwa rektum bisa dipertahankan dan kebutuhan untuk stoma serta rektum baru dihilangkan," kata Bengt Glimelius.
"Ketika bagian rektum diangkat melalui pembedahan, rektum baru belum sepenuhnya memahami bahwa ia seharusnya bisa menahan untuk tidak sering mengirim sinyal ke otak bahwa Anda perlu menggunakan toilet," katanya.
Penelitian mengenai dampak penerapan metode pengobatan baru kanker rektum dilakukan menggunakan data 461 pasien dalam Registri Kanker Kolorektal Swedia.
Baca juga: Dokter sebut kesehatan mental pengaruhi proses pengobatan kanker
Kanker rektum lokal tingkat lanjut secara tradisional diobati dengan kombinasi radioterapi dan kemoterapi diikuti dengan operasi dan kemoterapi lanjutan.
Empat tahun lalu, studi acak menunjukkan bahwa penerapan pendekatan alternatif yang meliputi satu minggu radioterapi diikuti dengan lebih dari empat bulan kemoterapi membuat lebih banyak tumor menghilang sepenuhnya dan menimbulkan lebih sedikit metastasis.
Namun, kemudian sedikit lebih banyak kekambuhan lokal teramati.
Uppsala adalah wilayah pertama di Swedia yang memilih untuk memperkenalkan metode pengobatan ini, tetapi dengan periode kemoterapi dipersingkat jadi tiga bulan.
Hasil studi yang baru mengonfirmasi hasil studi acak sebelumnya, tetapi menunjukkan bahwa peningkatan kekambuhan lokal tidak teramati.
"Dengan pengobatan lama, studi acak tidak menemukan tumor pada 14 persen pasien yang menjalani operasi. Model baru menggandakan angka itu menjadi 28 persen," kata Bengt Glimelius.
"Studi Swedia baru ini memiliki hasil yang sama, tetapi tanpa peningkatan tingkat kekambuhan lokal setelah hampir lima tahun tindak lanjut," ia menambahkan.
Baca juga: Kemenkes pastikan akses pengobatan kanker dalam Program JKN
Baca juga: Dokter paparkan metode penyembuhan kanker darah dengan sel punca
Penerjemah: Putri Hanifa
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2024
Tags: