Wamenlu: Perubahan iklim ancaman eksistensial bagi manusia
24 Agustus 2024 16:33 WIB
Wakil Menteri Luar Negeri RI Pahala Nugraha Mansury berbicara dalam pembukaan Indonesia Net-Zero Summit (INZS) 2024 "S.O.S Neraka Bocor: Climate Avengers Assemble!" yang diselenggarakan Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) di Jakarta, Sabtu (24/8/2024). (ANTARA/Cindy Frishanti)
Jakarta (ANTARA) - Wakil Menteri Luar Negeri RI Pahala Nugraha Mansury menyatakan bahwa perubahan iklim adalah ancaman eksistensial bagi manusia.
“Ini bukan hanya cerita yang kita lihat di masa lalu atau cerita yang kita lihat di TV dan Netflix, di film-film Hollywood, ini sebenarnya sesuatu yang mengancam kita semua,” kata Pahala di Jakarta, Sabtu.
Dia menyampaikan hal tersebut saat berbicara dalam pembukaan acara Indonesia Net-Zero Summit (INZS) 2024 “S.O.S Neraka Bocor: Climate Avengers Assemble!” yang diselenggarakan oleh Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) pada Sabtu.
Wamenlu menyebut Pulau Nyangai di Sierra Leone yang sekitar 20 tahun lalu masih ada sekitar 500 kepala keluarga yang tinggal di pulau tersebut, tetapi sekarang pulau itu menghilang.
“Apa yang dulunya merupakan area seluas sekitar 2.300 kaki kini hanya berupa hamparan pasir sepanjang sekitar 300 kaki,” lanjut Pahala.
Pahala kemudian mengatakan bahwa Indonesia memiliki peran yang sangat strategis dalam memerangi perubahan iklim dan memiliki potensi dalam penyimpanan dan penyerapan karbon.
“Indonesia memiliki kemampuan untuk menyerap sejumlah besar karbon lebih dari 400 hingga 600 gigaton di reservoir yang terkuras dan akuifer salin,” ujar Pahala.
Pahala juga mengatakan bahwa Indonesia bisa mendukung transisi energi dalam menghadapi perubahan iklim, seperti standar keberlanjutan.
Mengenai standar keberlanjutan, Pahala berharap Indonesia untuk bisa terus memproduksi dan memproses mineral-mineral penting yang mematuhi standar lingkungan, sosial dan tata kelola (ESG).
Selain standar keberlanjutan, Wamenlu berharap isu yang dapat ditangani selanjutnya adalah terkait pembiayaan karena pembiayaan sangat penting untuk dapat mengembangkan energi terbarukan di Indonesia.
Terkait pembiayaan itu sendiri, Pahala mengatakan tidak hanya pemerintah saja yang perlu terlibat, tetapi juga sektor swasta, perbankan, bank pembangunan multilateral serta lembaga filantropi juga perlu terlibat dalam pembiayaan tersebut.
Mengenai isu mitigasi, Wamenlu mengatakan bahwa Indonesia sudah memiliki beberapa program iklim seperti restorasi dan rehabilitasi mangrove.
Pahala mengatakan bahwa Indonesia memiliki salah satu aset yang besar untuk menghadapi perubahan iklim yaitu mangrove yang mencapai sekitar 23 persen dari mangrove dunia dan memiliki keanekaragaman lebih dari 90 spesies.
Wamenlu juga menegaskan bahwa narasi seputar diskriminasi satu negara terhadap negara lain dalam upaya peningkatan pencapaian target iklim.
“Jadi, kita benar-benar perlu melawan kebijakan diskriminatif ini,” kata Pahala.
Baca juga: Kemenko Marves: RI punya potensi solusi iklim alami tekan emisi GRK
Baca juga: Menteri LHK RI-Jepang bahas kerja sama iklim dan pengelolaan limbah
Baca juga: Kepala BMKG: Gen Z dan Alpha perlu didorong ikut atasi perubahan iklim
“Ini bukan hanya cerita yang kita lihat di masa lalu atau cerita yang kita lihat di TV dan Netflix, di film-film Hollywood, ini sebenarnya sesuatu yang mengancam kita semua,” kata Pahala di Jakarta, Sabtu.
Dia menyampaikan hal tersebut saat berbicara dalam pembukaan acara Indonesia Net-Zero Summit (INZS) 2024 “S.O.S Neraka Bocor: Climate Avengers Assemble!” yang diselenggarakan oleh Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) pada Sabtu.
Wamenlu menyebut Pulau Nyangai di Sierra Leone yang sekitar 20 tahun lalu masih ada sekitar 500 kepala keluarga yang tinggal di pulau tersebut, tetapi sekarang pulau itu menghilang.
“Apa yang dulunya merupakan area seluas sekitar 2.300 kaki kini hanya berupa hamparan pasir sepanjang sekitar 300 kaki,” lanjut Pahala.
Pahala kemudian mengatakan bahwa Indonesia memiliki peran yang sangat strategis dalam memerangi perubahan iklim dan memiliki potensi dalam penyimpanan dan penyerapan karbon.
“Indonesia memiliki kemampuan untuk menyerap sejumlah besar karbon lebih dari 400 hingga 600 gigaton di reservoir yang terkuras dan akuifer salin,” ujar Pahala.
Pahala juga mengatakan bahwa Indonesia bisa mendukung transisi energi dalam menghadapi perubahan iklim, seperti standar keberlanjutan.
Mengenai standar keberlanjutan, Pahala berharap Indonesia untuk bisa terus memproduksi dan memproses mineral-mineral penting yang mematuhi standar lingkungan, sosial dan tata kelola (ESG).
Selain standar keberlanjutan, Wamenlu berharap isu yang dapat ditangani selanjutnya adalah terkait pembiayaan karena pembiayaan sangat penting untuk dapat mengembangkan energi terbarukan di Indonesia.
Terkait pembiayaan itu sendiri, Pahala mengatakan tidak hanya pemerintah saja yang perlu terlibat, tetapi juga sektor swasta, perbankan, bank pembangunan multilateral serta lembaga filantropi juga perlu terlibat dalam pembiayaan tersebut.
Mengenai isu mitigasi, Wamenlu mengatakan bahwa Indonesia sudah memiliki beberapa program iklim seperti restorasi dan rehabilitasi mangrove.
Pahala mengatakan bahwa Indonesia memiliki salah satu aset yang besar untuk menghadapi perubahan iklim yaitu mangrove yang mencapai sekitar 23 persen dari mangrove dunia dan memiliki keanekaragaman lebih dari 90 spesies.
Wamenlu juga menegaskan bahwa narasi seputar diskriminasi satu negara terhadap negara lain dalam upaya peningkatan pencapaian target iklim.
“Jadi, kita benar-benar perlu melawan kebijakan diskriminatif ini,” kata Pahala.
Baca juga: Kemenko Marves: RI punya potensi solusi iklim alami tekan emisi GRK
Baca juga: Menteri LHK RI-Jepang bahas kerja sama iklim dan pengelolaan limbah
Baca juga: Kepala BMKG: Gen Z dan Alpha perlu didorong ikut atasi perubahan iklim
Pewarta: Cindy Frishanti Octavia
Editor: Azis Kurmala
Copyright © ANTARA 2024
Tags: