"Dalam perhitungan kami sampai dengan tahun 2030 ke depan itu transaksi digital bisa berlipat 14 kali dari 0,6 miliar transaksi bisa naik menjadi 10,05 transaksi," kata Ryan dalam pelatihan wartawan di Bali, Jumat malam.
Ia menuturkan yang menggerakkan pertumbuhan transaksi keuangan digital tersebut adalah lonjakan transaksi digital akibat pergeseran struktur demografis dengan dominasi generasi Y, Z dan Alpha, dan prospek ekonomi yang membaik.
"Siapa yang menggerakkan? Generasi Y dan Z yang saat ini pun sudah dominan di ekonomi kita. Mereka ini yang nanti akan makin dominan perannya di ekonomi bahkan sampai dengan tahun 2030 bahkan nanti ada generasi Alpha," ujarnya.
Generasi Y, Z dan Alpha akan lebih dominan melakukan preferensi pembayaran secara digital sehingga mendorong peningkatan transaksi keuangan digital.
"Ini yang akan men-drive kenaikan transaksi 14 kali lipat dan itu ditambah dengan prospek ekonomi yang memang diperkirakan akan membaik ke depan," tutur Ryan.
Untuk mengakomodasi kenaikan transaksi yang besar itu, maka dibutuhkan infrastruktur digital yang andal dan berdaya tahan.
"Apakah BI-FAST atau mungkin infrastruktur yang dijalankan oleh swasta seperti itu sanggup tidak meng-handle transaksi yang naik 14 kali lipat? Kami meragukan. Jadi kami di Bank Indonesia bilang kayaknya ini kita harus melakukan sesuatu agar kenaikan 14 kali lipat ini bisa dijawab dan direspons dengan baik oleh infrastruktur yang saat ini kita miliki," katanya.
Sementara pada Juli 2024, transaksi QRIS terus tumbuh pesat 207,55 persen (yoy), dengan jumlah pengguna mencapai 51,43 juta dan jumlah merchant 33,21 juta.
Transaksi BI-RTGS meningkat 15,36 persen (yoy) mencapai Rp15.450 triliun. Dari sisi ritel, volume transaksi BI-FAST tumbuh 65,08 persen (yoy) mencapai 301,41 juta transaksi.