413 warga sipil mengungsi ke rumah PBB di Sudan Selatan
8 April 2014 11:14 WIB
Pengungsi perempuan yang kehilangan rumah karena pertempuran menunggu untuk mendapatkan air bersih di kamp Misi PBB di Sudan Selatan (UNMISS) di Malakal, Negara Bagian Nil Atas, Sudan Selatan, Senin (3/3). (REUTERS/Andreea Campeanu)
PBB, New York (ANTARA News) - Sebanyak 413 warga sipil, Senin (7/4), secara suka rela pindah dari Kamp Tomping di Ibu Kota Sudan Selatan, Juba, ke Rumah PBB untuk berlindung akibat kondisi yang memburuk di sana.
"Lokasi Rumah PBB belum lama ini telah dikembangkan," kata Farhan Haq, Wakil Juru Bicara PBB, dalam taklimat di Markas PBB, New York, sebagaimana dikutip Xinhua.
"Sejak relokasi dimulai pada 12 Maret, lebih dari 1.345 warga sipil telah pindah dari Tomping ke Rumah PBB," kata Haq, yang mengutip Misi PBB di Sudan Selatan.
Wakil Khusus PBB Hilde Johnson pekan lalu mengatakan dengan mulainya musim hujan, kondisi menjadi bertambah buruk --lokasi di Tomping dan Malakal, khususnya, menghadapi risiko wabah penyakit, terutama kolera.
"Oleh karena itu, relokasi warga yang menjadi pengungsi di dalam negeri mereka dari lokasi ini perlu dilakukan," kata Haq.
Lebih dari 700.000 orang telah dipaksa meninggalkan rumah mereka sejak pertengahan Desember, ketika kerusuhan meletus antara pasukan yang setia kepada Presiden Salva Kiir dan petempur yang beraliansi dengan mantan wakil presiden Riek Machar.
Sebanyak 250.000 orang telah mengungsi ke Uganda, Ethiopia, Kenya dan Sudan --yang bertetangga.
Kedua pihak yang berperang menandatangani kesepakatan untuk menghentikan permusuhan pada akhir Januari, sebelum babak pertama pembicaraan berakhir. Namun, keduanya telah saling menuduh bahwa masing-masing melanggar kesepakatan gencatan senjata tersebut.
pada Selasa (1/4) pemimpin Program Pangan Dunia PBB (WFP) dan UNHCR mengakhiri kunjungan dua hari ke Sudan Selatan, dan mengatakan mereka terkejut oleh besarnya kebutuhan yang muncul dari krisis dan menyerukan penyelesaian segera.
Di dalam pernyataan bersama yang dikeluarkan pada akhir kunjungan dua hari mereka, Komisaris Tinggi PBB Urusan Pengungsi Antonio Guterres dan Direktur Pelaksana WFP Ertharin Cousin memperingatkan krisis di Sudan Selatan membahayakan jutaan nyawa dalam beberapa bulan ke depan jika tindakan mendesak tak dilakukan guna mengakhiri konflik tersebut dan mendukung warga sipil --yang berjuang untuk bertahan hidup.
Pemimpin kedua lembaga PBB itu mengatakan setiap orang --lembaga kemanusiaan, donor dan pihak dalam konflik-- memiliki tanggung jawab agar warga sipil yang terpengaruh oleh kekerasan bisa menerima bantuan.
(C003)
"Lokasi Rumah PBB belum lama ini telah dikembangkan," kata Farhan Haq, Wakil Juru Bicara PBB, dalam taklimat di Markas PBB, New York, sebagaimana dikutip Xinhua.
"Sejak relokasi dimulai pada 12 Maret, lebih dari 1.345 warga sipil telah pindah dari Tomping ke Rumah PBB," kata Haq, yang mengutip Misi PBB di Sudan Selatan.
Wakil Khusus PBB Hilde Johnson pekan lalu mengatakan dengan mulainya musim hujan, kondisi menjadi bertambah buruk --lokasi di Tomping dan Malakal, khususnya, menghadapi risiko wabah penyakit, terutama kolera.
"Oleh karena itu, relokasi warga yang menjadi pengungsi di dalam negeri mereka dari lokasi ini perlu dilakukan," kata Haq.
Lebih dari 700.000 orang telah dipaksa meninggalkan rumah mereka sejak pertengahan Desember, ketika kerusuhan meletus antara pasukan yang setia kepada Presiden Salva Kiir dan petempur yang beraliansi dengan mantan wakil presiden Riek Machar.
Sebanyak 250.000 orang telah mengungsi ke Uganda, Ethiopia, Kenya dan Sudan --yang bertetangga.
Kedua pihak yang berperang menandatangani kesepakatan untuk menghentikan permusuhan pada akhir Januari, sebelum babak pertama pembicaraan berakhir. Namun, keduanya telah saling menuduh bahwa masing-masing melanggar kesepakatan gencatan senjata tersebut.
pada Selasa (1/4) pemimpin Program Pangan Dunia PBB (WFP) dan UNHCR mengakhiri kunjungan dua hari ke Sudan Selatan, dan mengatakan mereka terkejut oleh besarnya kebutuhan yang muncul dari krisis dan menyerukan penyelesaian segera.
Di dalam pernyataan bersama yang dikeluarkan pada akhir kunjungan dua hari mereka, Komisaris Tinggi PBB Urusan Pengungsi Antonio Guterres dan Direktur Pelaksana WFP Ertharin Cousin memperingatkan krisis di Sudan Selatan membahayakan jutaan nyawa dalam beberapa bulan ke depan jika tindakan mendesak tak dilakukan guna mengakhiri konflik tersebut dan mendukung warga sipil --yang berjuang untuk bertahan hidup.
Pemimpin kedua lembaga PBB itu mengatakan setiap orang --lembaga kemanusiaan, donor dan pihak dalam konflik-- memiliki tanggung jawab agar warga sipil yang terpengaruh oleh kekerasan bisa menerima bantuan.
(C003)
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2014
Tags: