Pilkada 2024
Pakar nilai revisi UU Pilkada akan cacat hukum kronis
Menteri Hukum dan HAM Supratman Andi Agtas (kanan) dan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian (keempat kanan), bersama Wakil Ketua Badan Legislasi DPR yang juga pimpinan rapat Achmad Baidowi (kedua kanan), dan perwakilan fraksi yang menyetujui RUU melambaikan tangan usai menandatangani naksah persetujuan RUU Pilkada dalam rapat pengambilan keputusan pembahasan RUU Pilkada antara Baleg DPR dengan Pemerintah di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (21/8/2024). Badan Legislasi DPR mengesahkan Revisi Undang - Undang (RUU) Pilkada dibawa ke rapat Paripurna untuk disahkan menjadi UU, dimana sebanyak delapan Fraksi DPR menyetujui RUU Pilkada dan hanya Fraksi PDI Perjuangan yang tak sependapat RUU tersebut dibawa ke Rapat Paripurna. ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/rwa.
"Secara hukum, jika DPR memaksakan merevisi UU Pilkada, UU itu cacat hukum kronis dan batal demi hukum karena bertentangan dengan UUD Negara RI 1945," kata Riawan saat dihubungi ANTARA dari Jakarta, Rabu.
Baca juga: Kelompok akademisi dan sipil desak DPR hentikan revisi UU Pilkada
Selain itu, dia mengatakan revisi UU Pilkada dapat menjadi pintu masuk gerakan rakyat di jalanan secara meluas.
Hal itu disebabkan oleh DPR dan pemerintah yang dikendalikan rezim politik sudah berada di ujung akhir masa jabatan bersikap plin-plan dalam merespons putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Pasalnya, terdapat perlakuan yang berbeda antara Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang batas usia calon presiden dan calon wakil presiden yang meloloskan Gibran Rakabuming Raka.
Sementara putusan MK Nomor Nomor 60/PUU/XXII/2024 mengubah ambang batas pencalonan partai politik atau gabungan partai politik untuk mengusung pasangan calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah.
Menurutnya, apabila pemerintah dan DPR tidak hati-hati dan bijak gerakan rakyat yang akan terjadi bisa menumbangkan pemerintahan sebelum Oktober.
Ia juga tak menutup kemungkinan akan timbul ketidakpercayaan publik terhadap calon presiden dan wakil presiden terpilih.
Hal itu diperparah dengan menurunnya kesejahteraan masyarakat sementara proyek mercusuar Ibu Kota Nusantara (IKN) telah melemparkan rakyat dan negara ke dalam akselerasi jerat hutang luar negeri.
"Hal ini berbahaya bagi eksistensi rezim pemerintah yang baru bulan Oktober melakukan peralihan kekuasaan," ujarnya.
Baca juga: Mendagri: Revisi UU Pilkada harus disesuaikan dengan isu aktual
Sebelumnya, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dan pemerintah setuju melanjutkan pembahasan Rancangan Undang-undang tentang Perubahan Keempat atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015 atau RUU Pilkada pada rapat paripurna DPR terdekat guna disahkan menjadi undang-undang.
Persetujuan itu disepakati dalam Rapat Panitia Kerja (Panja) RUU Pilkada Badan Legislasi DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu.
Delapan fraksi di Baleg DPR RI menyatakan setuju terhadap pembahasan lebih lanjut RUU Pilkada. Delapan fraksi itu meliputi Fraksi Partai Gerindra, Fraksi Demokrat, Fraksi Golkar, Fraksi PKS, Fraksi NasDem, Fraksi PAN, Fraksi PKB, dan Fraksi PPP, sedangkan Fraksi PDI Perjuangan menyatakan menolak pembahasan RUU Pilkada untuk diundangkan.
Sementara itu, pemerintah yang diwakili Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyampaikan persetujuan agar RUU Pilkada diparipurnakan.
Terdapat dua materi krusial RUU Pilkada yang disepakati dalam Rapat Panja RUU Pilkada ini.
Pertama, terkait penyesuaian Pasal 7 UU Pilkada terkait syarat usia pencalonan sesuai dengan putusan Mahkamah Agung (MA).
Pasal 7 ayat (2) huruf e, disepakati berusia paling rendah 30 tahun untuk calon gubernur dan calon wakil gubernur, serta 25 tahun untuk calon bupati dan calon wakil bupati serta calon wali kota dan calon wakil wali kota terhitung sejak pelantikan pasangan terpilih.
Padahal, Mahkamah Konstitusi dalam pertimbangan hukum Putusan Nomor 70/PUU-XXII/2024, menegaskan bahwa penghitungan syarat usia calon kepala daerah harus terhitung sejak penetapan pasangan calon, bukan saat pasangan calon terpilih dilantik menjadi kepala daerah.
Baca juga: MK perjelas aturan syarat kepala daerah dan pejabat ikut kampanye
Kedua, soal perubahan Pasal 40 UU Pilkada terkait ambang batas pencalonan kepala daerah, dengan mengakomodasi hanya sebagian putusan MK.
Pewarta: Narda Margaretha Sinambela
Editor: Sambas
Copyright © ANTARA 2024