Jakarta (ANTARA News) - Menteri Pertanian Suswono mendukung rencana Kementerian Perdagangan untuk membebaskan Bea Masuk (BM) impor kakao namun mengharapkan kebijakan tersebut tidak boleh diberlakukan permanen dan hanya sementara.

"(Pembebasan BM kakao) harus jaga harga di tingkat petani. Oleh karena itu Sifatnya harus sementara," kata Mentan di Jakarta, Jumat menanggapi rencana Kemendag menerapkan BM kakao nol persen dari sebelumnya lima persen.

Menurut Suswono pembebasan BM impor kakao bisa diterapkan jika memang untuk meningkatkan kapasitas industri pengolahan kakao dalam negeri yang mengeluhkan kekurangan bahan baku.

Terlebih lagi, tambahnya, selama ini industri pengolahan kakao mampu memberikan nilai tambah komoditas perkebunan tersebut serta menyerap tenaga kerja yang banyak.

Mentan mengakui ketika pemerintah memberlakukan kenaikan bea keluar (BK) kakao, dampaknya industri pengolahan tumbuh di dalam negeri sehingga pasar nasional mampu menyerap kakao yang selama ini banyak diekspor.

Namun demikian, tambahnya, pertumbuhan industri pengolahan di dalam negeri tersebut ternyata tidak mampu diimbangi dengan produksi kakao nasional sehingga mereka kekurangan bahan baku.

Di satu sisi, menurut Suswono, gerakan nasional peningkatan produksi dan mutu kakao (Gernas Kakao) yang diprogramkan Kementan belum mampu menopang kebutuhan kakao dalam negeri.

Mentan menyatakan untuk itu perlu dilakukan perhitungan beberapa sebenarnya kebutuhan kakao di dalam negeri sehingga diketahui secara pasti kekurangan bahan baku untuk industri pengolahan.

Ketika ditanyakan pembahasan pembahasan BM kakao antar kementerian, Suswono menyatakan, hingga saat ini belum dilakukan.

Berapa idealnya yang harus diimpor harus dibahas bersama dan dihitung benar. Perlu dihitung kebutuhan kekurangan bahan baku. Jangan sampai dampak (pembebasan BM kakao) ini memukul petani," katanya.

Saat ini, total kapasitas terpasang dari perusahaan pengolahan biji kakao dalam negeri, termasuk kapasitas terpasang perusahaan yang mati suri mencapai 850.000 ton per tahun. Sementara, produksi kakao nasional terus merosot dari tahun ke tahun.

Berdasarkan data Kementerian Pertanian, tahun 2010 produksi kakao nasional 837.918 ton, dan turun menjadi 712.231 ton pada 2011.

Bahkan, Asosiasi Kakao Indonesia menyebutkan, tahun lalu produksi kakao lokal hanya 450.000 ton dan diproyeksikan kembali susut menjadi 425.000 ton pada 2014.

Salah satu penyebab turunnya produksi kakao nasional adalah melorotnya produktivitas kakao akibat usia tanaman yang sudah tua.

Pada 2009, produktivitas kakao masih sekitar 822 kilogram (kg) per hektare (ha) dan melorot menjadi 739 kg per ha pada 2012.