Yogyakarta (ANTARA News) - Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum Daerah Istimewa Yogyakarta, Muhammad Najib, mengatakan penindakan pelanggaran terindikasi pidana pemilu selama masa kampanye terbuka selalu terhenti di Sentra Penegakan Hukum Terpadu.

"Banyak dari kami (Bawaslu) yang sudah patah arang, di mana banyak kasus yang sudah kita yakini (terindikasi pidana pemilu) ternyata lagi-lagi mentok di Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Sentra Gakkumdu)," kata Najib di Yogyakarta, Kamis.

Menurut Najib, Sentra Gakkumdu yang terdiri atas Kepolisian dan Kejaksaan seringkali tidak bersedia menindaklanjuti laporan Bawaslu atas dasar tidak memiliki saksi dan bukti yang cukup.

"Gakkumdu tidak mau menerima rekomendasi dari kami karena dinilai tidak cukup saksi dan barang bukti," katanya.

Menurut dia Kepolisian serta Kejaksaan meminta Bawaslu menghadirkan bukti atau saksi untuk menghindari munculnya temuan itu.

"Sementara kami tidak berwenang untuk menerjemahkan suatu pelanggaran, Bawaslu, Kejati serta Polda belum tentu satu suara. Hal itu menjadi salah satu bagian yang sering menghambat proses penindakan," katanya.

Selain itu, inisiatif masyarakat untuk melaporkan kasus pelanggaran pemilu kepada Bawaslu juga masih rendah.

Bahkan, menurut dia, masyarakat secara umum cenderung permisif serta memanfaatkan momentum pemilu untuk mendapatkan keuntungan.

"Seharusnya masyarakat juga mau membantu kami untuk menjadi pelapor setiap mengetahui pelanggaran pemilu," katanya. (*)