Jakarta (ANTARA) - Andakara Prastawa Dhyaksa, Kapten Tim Pelita Jaya Jakarta yang baru mengangkat trofi juara IBL 2024, sempat memiliki pemikiran untuk tidak seperti kedua orang tuanya yang menjadi pemain bola basket.

Prastawa memang terlahir di keluarga yang kental dengan olahraga bola basket. Kedua orang tua Pras adalah atlet profesional di olahraga bola basket, yang bahkan terus berkecimpung di dunia yang sama pada masa tuanya dengan menjadi pelatih.

Ayah Prastawa, Rastafari Horongbala adalah mantan pelatih tim nasional yang kini menangani Amartha Hangtuah. Sang ibu, Julisa Rastafari adalah mantan pemain tim nasional Indonesia yang sukses merebut medali perak SEA Games 1991.

Lain lagi dengan Muhamad Arighi Hardan Noor, shooter Pelita Jaya, yang bahkan memiliki cita-cita yang jauh melenceng dari dunianya sekarang.

Cita-cita Arighi sama sekali bukan berkiprah di bola basket. Pemain yang menjadi pemantik momentum kebangkitan Pelita Jaya di pertandingan ketiga final IBL 2024 melawan Satria Muda ini memiliki cita-cita untuk bekerja menjadi karyawan pabrik. Dia bahkan tidak memiliki ide sedikit pun untuk menjadi seorang pemain basket profesional.

"Oh enggak sama sekali. Cita-citanya kerja di pabrik. Masih ingat pertama kali lulus kuliah aku ditawari kerja, kerja di pabrik. Dulu di UPH (Universitas Pelita Harapan), lulus ditawari buat kerja," kata Arighi.

"Karena aku jurusan teknologi pangan, berhubungan dengan R&D, QC, jadi berhubungan di daerah-daerah pabrik."

Arighi yang saat itu masih bimbang untuk memilih menjadi karyawan pabrik atau tetap bermain basket akhirnya bertanya kepada seniornya, Prastawa.

"Aku tanya Kak Pras. Kak, aku main basket dulu apa langsung kerja, ya. Dijawab, ya terserah elu mau main apa enggak. Aku pikir-pikir, yaudah aku mau main basket," kisah Arighi.

Baca juga: Yudha dan Arighi terpilih jadi Guard Future untuk IBL All-Star 2024
Baca juga: Arighi akui masih ada kendala bahasa dengan duo Diagne-Kane


Sejak kecil, Arighi yang lahir di Banjarmasin Kalimantan selatan tahun 1999 ini tak pernah terpikir untuk menjadi pemain basket profesional. Baginya, basket hanyalah olahraga yang sangat dia senangi dan bisa membawa keuntungan tersendiri baginya pribadi.

Berkat keahlian dan prestasinya di dunia bola basket tingkat pelajar, Arighi bisa mendapatkan sekolah gratis di tingkat SMA dan universitas dengan bantuan beasiswa jalur prestasi olahraga.

Sama seperti saat Arighi duduk di bangku sekolah, dia pun masih bermain basket saat mengeyam kuliah di UPH dan mengikuti kompetisi Liga Mahasiswa (Lima) yang mengantarkannya menjadi juara dua kali pada 2017 dan 2018.

Berkat prestasi terus menerus di bola basket yang konsisten ditekuni oleh Arighi, kesempatan untuk beranjak ke dunia olahraga yang lebih serius alias profesional pun menghampiri.

"Aku kan dari Kalimantan, dari Banjarmasin, nggak kepikiran juga main basket profesional. Dulu aku mikirnya main basket buat nganterin aku dapat sekolah gratis aja. SMA dapat beasiswa, tiba-tiba kuliah dapat beasiswa lagi. Ada oportuniti untuk bisa main basket profesional jadi diambil," katanya.

Baca juga: Arighi ingin perkembangan bola basket merata di setiap wilayah

Halaman berikut: Bukan semata-mata karena orang tua


Bukan semata-mata karena orang tua

Meski memiliki orang tua dengan nama besar di bola basket, Prastawa menepis prestasinya di bola basket selama 12 tahun adalah hasil dari keberuntungan terlahir di keluarga pebasket. Pras mengaku kedua orang tuanya tidak mengarahkan dirinya untuk mengikuti jejak ayah dan ibunya untuk menjadi pebasket profesional.

Bahkan, Prastawa sempat ditawarkan untuk menjadi atlet dari cabang olahraga lain. "Memang akunya suka basket. Dulu sempat ada yang nawarin jadi atletik, karena waktu itu ikut empat cabang, lari, lompat jauh, lompat tinggi, dan tolak peluru. Terus ditawarin main bola juga waktu itu, ditawari ikut ke tim bolanya. Tapi tetap sukanya basket, jadi nggak diarahin pun memang sukanya basket," kata Pras.

Prastawa, yang telah memiliki tiga gelar juara liga bola basket profesional Indonesia di masa NBL dan IBL, menepis anggapan bahwa berbagai prestasi yang dia dapat adalah keberuntungan dari terlahir di keluarga pebasket profesional.

Menurutnya, keistimewaan memiliki kedua orang tua yang punya nama besar di bola basket terletak pada dukungan mereka yang tiada henti. Sementara segala prestasi, kata Pras, adalah hasil dari usaha dan ketekunan yang kuat.

Tak jarang Prastawa yang memiliki tubuh yang relatif kecil untuk ukuran pemain basket, yaitu 172 centimeter, banyak menerima cemoohan dari orang lain.

"Waktu aku di Aspac pun banyak yang bilang, ngapain diambil sih orang kecil pendek, ngapain di ambil. Aku cuma bilang nanti kita lihat aja di lapangan," katanya. Prastawa memulai karier bola basket profesionalnya dengan tim Aspac Jakarta selama enam tahun sebelum bergabung dengan Pelita Jaya Jakarta.

Kata-kata Prastawa pun terbukti. Dia meraih berbagai prestasi di bola basket, baik lokal maupun internasional dengan puncaknya mengalungi medali emas SEA Games di tahun 2022.

Semua itu tidak didapat oleh Prastawa secara instan. Pemain yang menjadi pemenang tripoin kontes IBL sebanyak tiga kali berturut-turut pada 2017, 2018, dan 2019 ini membocorkan rahasia yang menjadikannya pemain andalan Timnas Basket Indonesia dan Pelita Jaya Jakarta.
Pebasket Pelita Jaya Jakarta Andakara Prastawa Dhyaksa memegang piala, setelah timnya berhasil mengalahkan Satria Muda Pertamina Jakarta dalam pertandingan final ketiga IBL 2024 di Indoor Stadium SC, Tangerang, Banten, Minggu (4/8/2024). ANTARA/HO-IBL

Dia melakukan latihan menembak sebanyak 500 kali dalam sehari hingga bisa mencapai levelnya saat ini yang dikenal ahli dalam tembakan jarak jauh atau tripoin.

Dalam perjalanannya sebagai pebasket, Prastawa baru menemukan formula terbaik untuk tembakan tiga angkanya saat ia masih duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA). Sebelum itu, beberapa kali ia mencoba berbagai teknik hingga akhirnya menemukan cara yang paling efektif.

“Tidak dari kecil langsung jago, beberapa kali berubah cara menembaknya. Saat SMA baru akhirnya menemukan formula terbaik,” kata Prastawa.

Baca juga: Andakara Prastawa latihan 500 kali menembak dalam sehari

Setelah menemukan teknik yang tepat, pebasket berusia 31 tahun ini rutin menjalani latihan yang sangat intens. Setiap harinya, Prastawa berlatih menembak setidaknya 100 kali. Angka tersebut meningkat drastis menjadi 500 kali dalam sehari saat ia menjalani latihan bersama klub.

Prestasi Prastawa hingga saat ini bukanlah hasil bantuan dari "orang dalam", yaitu orang tua yang seorang atlet dan pelatih basket, melainkan dari usaha dan kerja keras.

Pras mencontohkan rekan satu timnya dalam skuad Timnas Basket Indonesia yang menjuarai emas SEA Games Vietnam dua tahun lalu, Abraham Damar Grahita.

Menurut Pras, Abaraham yang pernah dikontrak oleh tim asal Jepang Veltex Shizouka, tidak memiliki "orang dalam" sama sekali, namun memiliki prestasi yang gemilang di bola basket.

"Abraham Damar siapa orang dalamnya? Dia dari mana? Dari Bangka. Sekarang bisa kaya gini dia usaha dari mana, dari usahanya dia. Jadi bukan soal orang dalem, tapi dirinya sendiri," kata Prastawa.


Baca juga: Juara IBL berharap kompetisi bola basket Indonesia kian berkembang
Baca juga: Prastawa berharap Pelita Jaya finis lebih baik dalam BCL Asia 2025