Wamenkominfo ungkap pemanfaatan AI permudah negara beri layanan publik
20 Agustus 2024 16:28 WIB
Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika Nezar Patria di dalam acara diskusi publik "Peluncuran AI Transformation Policy Manifesto, Rekomendasi untuk Optimalisasi Ekonomi Digital Indonesia" di Jakarta, Selasa (20/8/2024). (ANTARA/Livia Kristianti)
Jakarta (ANTARA) - Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika (Wamenkominfo) Nezar Patria mengungkapkan beberapa contoh kasus pemanfaatan kecerdasan artifisial (Artificial Intelligence/AI) yang telah digunakan negara untuk memberikan layanan publik optimal bagi masyarakat.
Salah satu contoh yang diungkapnya ialah teknologi yang diterapkan di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) sebagai perangkat yang berguna mendeteksi berita palsu atau hoaks di ruang digital.
"Di Kementerian Kominfo sendiri kami mengembangkan teknologi AI untuk mendeteksi berita palsu, hoaks, yang semuanya beredar di dunia digital. Kami menggunakan teknologi yang disebut NLP atau Natural Language Processing, dan juga menggunakan Machine Learning," kata Nezar pada diskusi publik "Peluncuran AI Transformation Policy Manifesto, Rekomendasi untuk Optimalisasi Ekonomi Digital Indonesia" di Jakarta, Selasa.
Baca juga: Dekan FEB UI: Pemanfaatan AI harus beretika dan bertanggung jawab
Selain di Kementerian Kominfo, Nezar menyebutkan contoh kasus pemanfaatan AI yang berasal dari Kementerian Kesehatan.
Menurutnya saat ini beberapa rumah sakit di Indonesia yang ada di bawah naungan Kementerian Kesehatan telah memanfaatkan kecerdasan artifisial untuk membantu penanganan pasien di bidang radiologi dan patologi.
Nezar menyebutkan di beberapa pemerintah daerah dan lembaga pemanfaatan AI juga telah digunakan untuk menganalisis data dalam jumlah besar untuk tujuan-tujuan khusus seperti memprediksi cuaca dan bencana yang dilakukan BMKG maupun mengelola lalu lintas sebagaimana yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Baca juga: Savic Ali: Pemanfaatan AI yang tepat bisa cegah radikalisme
Menurutnya adopsi penggunaan AI dalam pelayanan publik kini sudah banyak dimanfaatkan di berbagai negara, dan Indonesia termasuk salah satunya.
"Adopsi penggunaan AI dapat membantu kesejahteraan sosial jika digunakan secara tepat," kata Nezar.
Meski demikian, Nezar mengatakan pemerintah juga harus mampu bersiap diri untuk menangani dampak negatif dari AI agar dapat menciptakan tata kelola yang efektif baik bagi berjalannya negara maupun keseharian masyarakat.
Baca juga: Kemenkes wujudkan efisiensi pelayanan kesehatan Indonesia dengan AI
Ia mencontohkan salah satu potensi pemanfaatan AI yang dapat berbuah negatif ialah adanya pemanfaatan face recognition di sebuah negara yang digunakan memantau pergerakan masyarakat namun juga digunakan mengumpulkan data pribadi untuk mengawasi hubungan sosial dan pandangan politik individu.
Menurut Nezar bagi negara demokrasi pemanfaatan AI seperti itu tidak bisa diterapkan karena bertentangan dengan tujuan utama demokrasi yang merupakan sistem yang menjunjung kebebasan berekspresi.
"Jadi memang dibutuhkan satu jalan tengah dan seimbang, saya kira ini ujian bagi pemerintahan yang demokratis. Sehingga harus ditopang oleh goodwill, satu panduan etika," katanya.
Baca juga: Menangkal praktik judi "online" lewat pemanfaatan teknologi
Agar AI dapat menjadi solusi yang tepat, Nezar mengatakan ada enam prinsip tata kelola AI yang perlu diperhatikan oleh negara termasuk di Indonesia.
Enam prinsip itu yakni prinsip safe (keamanan), ethical (etika), trustworthy (teknologi dapat dipercaya), fairness dan non discrimination (keadilan dan non-diskriminasi), inclusion and participation (inklusif dan partisipasi), serta yang terakhir ialah accountability (akuntabilitas).
Seluruhnya itu dinilai harus diterapkan agar AI bisa menjadi solusi yang berkelanjutan bagi masyarakat dan negara.
"Bersama mari kita wujudkan tata kelola AI yang aman, inklusif, dan tepercaya, demi Indonesia terkoneksi, makin digital, makin maju," tutup Nezar.
Baca juga: Infomedia optimalkan pemanfaatan AI tingkatkan kinerja bisnis
Salah satu contoh yang diungkapnya ialah teknologi yang diterapkan di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) sebagai perangkat yang berguna mendeteksi berita palsu atau hoaks di ruang digital.
"Di Kementerian Kominfo sendiri kami mengembangkan teknologi AI untuk mendeteksi berita palsu, hoaks, yang semuanya beredar di dunia digital. Kami menggunakan teknologi yang disebut NLP atau Natural Language Processing, dan juga menggunakan Machine Learning," kata Nezar pada diskusi publik "Peluncuran AI Transformation Policy Manifesto, Rekomendasi untuk Optimalisasi Ekonomi Digital Indonesia" di Jakarta, Selasa.
Baca juga: Dekan FEB UI: Pemanfaatan AI harus beretika dan bertanggung jawab
Selain di Kementerian Kominfo, Nezar menyebutkan contoh kasus pemanfaatan AI yang berasal dari Kementerian Kesehatan.
Menurutnya saat ini beberapa rumah sakit di Indonesia yang ada di bawah naungan Kementerian Kesehatan telah memanfaatkan kecerdasan artifisial untuk membantu penanganan pasien di bidang radiologi dan patologi.
Nezar menyebutkan di beberapa pemerintah daerah dan lembaga pemanfaatan AI juga telah digunakan untuk menganalisis data dalam jumlah besar untuk tujuan-tujuan khusus seperti memprediksi cuaca dan bencana yang dilakukan BMKG maupun mengelola lalu lintas sebagaimana yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Baca juga: Savic Ali: Pemanfaatan AI yang tepat bisa cegah radikalisme
Menurutnya adopsi penggunaan AI dalam pelayanan publik kini sudah banyak dimanfaatkan di berbagai negara, dan Indonesia termasuk salah satunya.
"Adopsi penggunaan AI dapat membantu kesejahteraan sosial jika digunakan secara tepat," kata Nezar.
Meski demikian, Nezar mengatakan pemerintah juga harus mampu bersiap diri untuk menangani dampak negatif dari AI agar dapat menciptakan tata kelola yang efektif baik bagi berjalannya negara maupun keseharian masyarakat.
Baca juga: Kemenkes wujudkan efisiensi pelayanan kesehatan Indonesia dengan AI
Ia mencontohkan salah satu potensi pemanfaatan AI yang dapat berbuah negatif ialah adanya pemanfaatan face recognition di sebuah negara yang digunakan memantau pergerakan masyarakat namun juga digunakan mengumpulkan data pribadi untuk mengawasi hubungan sosial dan pandangan politik individu.
Menurut Nezar bagi negara demokrasi pemanfaatan AI seperti itu tidak bisa diterapkan karena bertentangan dengan tujuan utama demokrasi yang merupakan sistem yang menjunjung kebebasan berekspresi.
"Jadi memang dibutuhkan satu jalan tengah dan seimbang, saya kira ini ujian bagi pemerintahan yang demokratis. Sehingga harus ditopang oleh goodwill, satu panduan etika," katanya.
Baca juga: Menangkal praktik judi "online" lewat pemanfaatan teknologi
Agar AI dapat menjadi solusi yang tepat, Nezar mengatakan ada enam prinsip tata kelola AI yang perlu diperhatikan oleh negara termasuk di Indonesia.
Enam prinsip itu yakni prinsip safe (keamanan), ethical (etika), trustworthy (teknologi dapat dipercaya), fairness dan non discrimination (keadilan dan non-diskriminasi), inclusion and participation (inklusif dan partisipasi), serta yang terakhir ialah accountability (akuntabilitas).
Seluruhnya itu dinilai harus diterapkan agar AI bisa menjadi solusi yang berkelanjutan bagi masyarakat dan negara.
"Bersama mari kita wujudkan tata kelola AI yang aman, inklusif, dan tepercaya, demi Indonesia terkoneksi, makin digital, makin maju," tutup Nezar.
Baca juga: Infomedia optimalkan pemanfaatan AI tingkatkan kinerja bisnis
Pewarta: Livia Kristianti
Editor: Siti Zulaikha
Copyright © ANTARA 2024
Tags: