New York (ANTARA News) - Harga minyak dunia turun tajam pada Selasa (Rabu pagi WIB), setelah data manufaktur di Tiongkok yang naik tipis menambah kekhawatiran tentang pertumbuhan lambat di konsumen energi terbesar dunia itu.

Acuan kontrak berjangka AS, minyak mentah light sweet atau West Texas Intermediate untuk pengiriman Mei, mengakhiri perdagangan di New York Mercantile Exchange di 99,74 dolar AS per barel, turun 1,84 dolar AS atau 1,8 persen dari penutupan Senin, lapor AFP.

Minyak mentah Brent North Sea untuk penyerahan Mei, merosot 2,14 dolar AS atau hampir 2,0 persen, menjadi menetap pada 105,62 dolar AS per barel di perdagangan London.

"Kekhawatiran tentang ekonomi Tiongkok membuat semua hal cukup bearish," kata Michael Lynch dari Strategic Energy and Economic Research.

Indeks pembelian manajer (PMI) resmi Tiongkok untuk sektor manufaktur naik tipis menjadi 50,3 pada Maret, dari tingkat terendah delapan bulan 50,2 pada Februari, sedikit di atas tingkat 50 yang menandakan terjadinya ekspansi.

Angka itu sedikit lebih baik dari yang diharapkan, tetapi masih terus menunjukkan pelemahan, menunjukkan ekonomi Tiongkok tumbuh pada kuartal pertama di bawah target pertumbuhan tahunan pemerintah sebesar 7,5 persen.

HSBC juga melaporkan PMI tersendiri untuk Tiongkok, turun menjadi 48,0 pada Maret, angka terendah dalam delapan bulan.

"Dari perspektif permintaan minyak Tiongkok, angka itu menimbulkan kekhawatiran tentang pertumbuhan permintaan minyak global secara keseluruhan ketika yang paling diharapkan bahwa permintaan akan didorong oleh Tiongkok," kata Phil Flynn dari Price Futures Group.

Juga membebani minyak, kata para analis, adalah ekspektasi bahwa laporan persediaan minyak mingguan pemerintah AS pada Rabu akan menunjukkan kenaikan lain dalam pasokan minyak mentah.

Tim Evans dari Citi Futures mengatakan ekspektasi konsensus adalah untuk penumpukan sekitar 2,5 juta barel dalam persediaan minyak mentah.

Selain itu, pasar berada di bawah tekanan oleh laporan bahwa Libya mungkin hampir mencapai kesepakatan dengan pemberontak yang telah memblokade terminal-terminal minyak sejak Juli, kata para analis.

Sumber-sumber pemerintah dan pemberontak mengatakan kesepakatan tampaknya menjadi kian dekat, ekspor yang berkurang menjadi 250.000 barel per hari dari 1,5 juta barel karena diblokade berpotensi untuk dibuka kembali.


Penerjemah: Apep Suhendar