Jakarta (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menemui empat keluarga Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang tersangkut masalah hukum di Arab Saudi.

Kunjungan ini dinilai sebagai wujud komitmen SBY membantu WNI. Mereka adalah keluarga TKI Satinah, Tuti Tursilawati, Karni binti Medi, dan Siti Zaenab.

Ketua Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII) Eri M. Roffi mengatakan Presiden SBY adalah sosok yang penuh tanggungjawab mengupayakan ampunan atau keringanan warga negara Indonesia (WNI) yang menghadapi masalah hukum di luar negeri.

Selama ini, kata Eri, sudah ada 176 WNI yang dibebaskan dari hukuman mati. Mereka rata-rata tersandung kasus pembunuhan dan narkoba.

"Presiden SBY melakukan hal itu tanpa diminta. Ini menunjukkan bila kepemimpinan SBY memiliki itikad yang bertanggungjawab," ucap Eri.

Eri Roffi juga mengatakan pemerintah terus berupaya tanpa henti memohonkan pengampunan dan permaafan kepada pihak keluarga korban tindak pidana yang dilakukan TKI.

Bahkan, Presiden SBY sudah sering menulis surat kepada Raja Arab Saudi Abdullah untuk meminta pembebasan TKI, termasuk dalam kasus yang dihadapi Satinah saat ini.

"Presiden SBY juga berbicara langsung melalui telepon atau melakukan pertemuan dengan pemimpin negara yang bersangkutan. Berbagai upaya tersebut dilakukan pemerintah tanpa harus menjelaskan secara terbuka kepada publik," ujarnya.

Hal itu, kata Eri, dilakukan untuk menjaga hubungan dengan pemimpin negara setempat, juga menghindari protes dari masyarakatnya karena umumnya TKI yang dijatuhi vonis mati tersebut dinyatakan terbukti bersalah oleh pengadilan setempat, dan juga telah diakui sendiri oleh TKI.

"Di Arab Saudi berlaku hukum Qisas. Terdakwa yang sudah dijatuhi hukuman mati mutlak oleh pengadilan bisa diampuni asal keluarga korban memaafkan. Biasanya pemberian maaf ini disertai permintaan diyat, semacam uang pengganti," ucapnya.

Dalam kasus Satinah, keluarga korban minta diyat sebesar Rp40 miliar hingga Rp50 miliar. Namun, perkembangan terakhir, diyat yang diminta turun menjadi sekitar Rp9 miliar hingga Rp10 miliar.

Adapun kasus Siti Zaenab yang telah bergulir sejak 1999, sampai sekarang berlum dapat dibebaskan karena menunggu putra korban akil balik untuk dimintai maaf. Siti Zaenab divonis hukuman mati karena membunuh majikannya.

Sementara kasus Tuti Tursilawati dan Karni, pemerintah juga melakukan upaya serupa.