Mataram (ANTARA News) - Umat Hindu di Kota Mataram, Kabupaten Lombok Barat, dan Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, mengarak sekitar 120 ogoh-ogoh (boneka raksasa dengan wajah menyeramkan) pada pawai menjelang Hari Raya Nyepi, Tahun Baru Saka 1936.
Ketua Dewan Ogoh-ogoh Kota Mataram (DOM) I Nyoman Artha Kusuma,
mengatakan, tradisi ritual pawai ogoh-ogoh yang dilaksanakan setahun
sekali, tepatnya sehari menjelang Hari Raya Nyepi oleh umat Hindu itu
bermakna mengusir roh-roh jahat agar tidak mengganggu kehidupan manusia,
sekaligus menyeimbangkan bhuwana alit dan bhuwana agung (alam
mikrokosmos dan makrokosmos).
"Budaya arak-arakan ogoh-ogoh itu tetap mengutamakan etika,
estetika serta tetap mengedepankan nilai-nilai moral, sehingga layak
untuk ditampilkan di Kota Mataram, yang memiliki motto maju, religius
dan berbudaya," ujarnya.
Ia menekankan pawai ogoh-ogoh itu bukan hanya dimaknai dari aspek
budaya, tetapi juga wahana kebersamaan dengan umat beragama lainnya.
Pawai ogoh-ogoh itu digelar Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kota Mataram di Jalan Pejanggik, Kota Mataram.
Boneka raksasa itu diusung dan diarak yang diwarnai dengan aksi-aksi berputar membuat suasana semakin meriah dan semarak.
Ogoh-ogoh dibuat dengan beragam bentuk menyeramkan tingginya sekira dua hingga tiga meter dengan menghabiskan dana sekitar Rp1,5--2 juta/unit dengan waktu pembuatan kurang lebih dua minggu.
Pelaksanaan pawai ogoh-ogoh itu dalam pengawasan aparat kepolisian yang berjaga-jaga di berbagai lokasi strategis. Berbagai komponen masyarakat memadati setiap lokasi yang dilewati kelompok pengusung ogoh-ogoh.
Tahun ini, tema pawai ogoh-ogoh menekankan jalinan kerukunan antarumat beragama di Kota Mataram yang religius dan berbudaya.
Pelibatan sebanyak 120 ogoh-ogoh itu dikoordinir oleh 100 orang koordinator dari Kota Mataram, Kabupaten Lombok Barat, dan Lombok Tengah.
Umat Hindu di Mataram arak ogoh-ogoh
30 Maret 2014 14:00 WIB
Ilustrasi--Pawai Ogoh-Ogoh. Seorang umat Hindu berpakaian adat Bali mengikuti pawai Ogoh-ogoh (patung simbol kejahatan). (FOTO ANTARA/Zabur Karuru)
Pewarta: Anwar Maga
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2014
Tags: