Jakarta (ANTARA) - Pertunjukan film yang dipadukan dengan konser musik (cine-concert) karya sutradara Garin Nugroho bertajuk "Samsara" pertama kali dipentaskan di Indonesia pada perhelatan Indonesia Bertutur 2024 di Peninsula Island, Nusa Dua, Bali.

Pembina Yayasan Puri Kauhan dari Ubud AA Gde Odeck Ariawan yang turut hadir menyaksikan pertunjukan cine-concert "Samsara" mengapresiasi berbagai aspek yang ditampilkan mulai dari cerita, komposisi musik, tata gambar dan gerak, hingga sinkronisasi gambar dengan musik.

"Topik ceritanya sangat menyentuh dasar pemikiran saya sebagai orang Bali, di samping semua karakter dan semua pihak yang terlibat sangat berbakat. Tata artistik, penceritaan, pengambilan gambar, dan tata gerak, semuanya luar biasa,” kata Gde dalam keterangan resminya, Sabtu.

Samsara merupakan sebuah film bisu hitam putih yang dibintangi aktor Ario Bayu dan penari keturunan Indonesia-Australia, Juliet Widyasari Burnett dengan iringan paduan musik gamelan Bali dan musik elektronik.

Baca juga: Keindahan Bali di tahun 1930-an tersorot jelas dalam "Samsara"

Baca juga: Garin Nugroho ungkap alasan pilih Juliet Burnett sebagai pemeran Sinta


Karya ini dipersembahkan oleh Cineria Films, Garin Workshop, dan Lynx Films, yang dibuat bersama dengan Esplanade-Theatres on the Bay Singapura, bekerja sama dengan Silurbarong.co, serta didukung oleh Kementerian Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia.

Film "Samsara" mengambil latar tempat di Bali di tahun 1930-an, bercerita tentang seorang pria dari keluarga miskin yang ditolak lamarannya oleh orang tua kaya dari perempuan yang dicintainya. Dia melakukan perjanjian gaib dengan Raja Monyet dan melakukan ritual gelap untuk mendapatkan kekayaan.

Namun, dalam prosesnya, ritual ini justru mengutuk istri dan anaknya hingga menderita. "Samsara" menampilkan banyak elemen pertunjukan tradisional Bali seperti orkestra gamelan, tari tradisional, topeng, dan wayang yang dipadukan dengan musik elektronik digital serta tari dan topeng kontemporer.

Pertunjukan musik Gamelan Bali dibawakan oleh Wayan Sudirana, seorang komposer musik dan etnomusikologi lulusan University of British Columbia,

Selain itu, musik elektronik digital dibawakan oleh grup musik Gabber Modus Operandi, yaitu Kasimyn dan Ican Harem, yang menyajikan hasil persilangan beberapa genre musik. Mereka berkolaborasi dengan bintang musik internasional Bjork dalam albumnya bertajuk "Fossora" (2022).

Produksi Samsara juga turut menampilkan seniman dan penari ternama Indonesia dan Bali, di antaranya Gus Bang Sada, Siko Setyanto, Maestro tari I Ketut Arini, Cok Sawitri, Aryani Willems, koreografer Ida Ayu Wayan Arya Satyani, dan penari-penari dari Komunitas Bumi Bajra dari Bali.

Selain itu, melibatkan para pembuat film yang telah berpengalaman dan mendapatkan penghargaan atas karya-karyanya. Mereka adalah produser Gita Fara dan Aldo Swastia, penata busana Retno Ratih Damayanti, penata artistik Vida Sylvia, dan sinematografer Batara Goempar, I.C.S.

Sutradara Garin Nugroho mengungkapkan "Samsara" terinspirasi dari kecintaannya pada film klasik Jerman era 1920-an seperti "Nesferatu" (1922) dan "Metropolis" (1927), yang membawanya kembali menggali tradisi lokal.

"Membuat karya ini bagi saya seperti memimpin dan menjalankan upacara tradisi yang hidup di berbagai wilayah Indonesia. Oleh karena itu, mencipta 'Samsara' adalah berupacara dengan berbagai profesi, seperti juru rias, juru masak, juru panggung, penari, pemusik, ketua upacara, dan lain-lain," ujar Garin.

"Setiap upacara merepresentasikan kondisi sosial ekonomi dan lingkungan masyarakat, sehingga dalam proses kreatif 'Samsara', setiap pemain harus mampu membawa dalam dirinya situasi sosial budaya dalam penciptaan 'Samsara',” imbuhnya.

Baca juga: Film "Samsara" tawarkan pengalaman sinematik tak biasa

Baca juga: "Samsara" bangkitkan kembali semangat Ario Bayu berperan dalam film

Baca juga: Film “Samsara” karya Garin Nugroho sukses tayang di Singapura