Harare (ANTARA News) - Wakil Menteri Kesehatan Zimbabwe, Kamis (27/3), mengatakan negara Afrika Tenggara itu berada dalam siaga tinggi bagi wabah virus mematikan Ebola, yang telah menewaskan hampir 60 orang di Guinea.

Wakil Menteri Urusan Perawatan Anak dan Kesehatan Paul Chimedza mengatakan karena virus tersebut menyebar dengan sangat cepat, ancaman "selalu ada".

"Seorang korban Ebola yang terbang ke dalam negeri ini dapat mengakibatkan penyebaran virus itu jadi kami lebih berhati-hati," kata Chimedza kepada wartawan, sebagaimana dikutip Xinhua.

"Kami akan menyiagakan orang yang mengawaki bandar udara kami 24 jam sehari, tujuh hari sepekan. Jadi, jika ada sesuatu yang terjadi, kami siap."

Chimedza mengatakan satu rumah sakit telah dirancang sebagai sel isolasi bagi orang yang diduga terinfeksi rangkaian virus tersebut.

Di Liberia, sebanyak delapan kasus dugaan Ebola dilaporkan. Lima dari mereka telah melakukan perjalanan ke Guinea. Sementara itu, Pemerintah Guinea menjaga agar virus itu tidak memasuki Ibu Kotanya, Conakry, tempat tinggal tiga juta orang.

Organisasi Kesehatan Dunia menyatakan wabah Ebola menyebar melalui hutan di bagian tenggara Guinea dan mungkin telah menyeberangi perbatasan ke dalam wilayah Liberia dan Sierra Leone.

Virus tersebut, yang pertama kali ditemukan di Republik Demokratik Kongo (DRC) pada 1976, menular melalui kontak langsung dengan darah, kotoran, cairan lain tubuh atau organ orang atau hewan yang terinfeksi seperti simpanse, gorila, kera dan rusa, dan virus itu memiliki masa inkubasi dua sampai 21 hari.

Belum ada vaksin yang dikembangkan untuk virus tersebut. Rangkaian virus itu, yang diduga menjadi wabah di Guinea, diberi nama Virus Ebola Zaire --yang terakhir kali terlihat di DRC pada 2009. Itu adalah Virus Ebola paling mematikan, dengan angka korban jiwa mendekati 90 persen, kata banyak ahli kesehatan.

(C003)